Sell In May and Go Away ???

Sell in May and Go Away adalah suatu pepatah dalam istilah pasar modal. Istilah ini tidak setenar Window Dressing yang terjadi pada akhir tahun, namun belakangan cukup banyak ditanyakan oleh investor. Karena tidak tenar, banyak pula investor awam yang salah menafsirkan istilah ini. Pemikiran awam adalah bahwa investor sebaiknya menjual saham pada bulan Mei karena dipercaya” kinerja saham pada bulan ini umumnya kurang baik, padahal definisi tersebut kurang tepat.

Apa definisi yang benar terhadap istilah ini? Apakah konsep ini applicable untuk pasar modal Indonesia? Dan tahukah anda, Sell in May and Go Away mungkin saja merupakan salah satu cara untuk mendapatkan return di atas return pasar? Tertarik?? silakan membaca terus tulisan ini…

Definisi

Sell in May and Go Away adalah suatu STRATEGI INVESTASI, yang didapat dari penelitian statistik terhadap Dow Jones dan S&P. Dalam penelitian tersebut disebutkan seorang investor akan mendapatkan tingkat return yang jauh lebih baik jika berinvestasi pada saham selama 6 bulan terbaik saham (dari November hingga April) dan mengalihkan ke Obligasi selama 6 bulan terburuk saham (dari Mei hingga Oktober), dibandingkan sebaliknya. Sebagai contoh, dari hasil penelitian di atas, jika anda menginvestasi uang sebesar USD 10.000 pada tahun 1950 hingga 2007, dengan strategi di atas uang anda akan berkembang menjadi USD 578.413. Namun jika anda melakukan sebaliknya, maka dana tersebut akan tersisa USD 341.

Jadi, Sell in May and Go Away BUKANLAH menjual saham pada bulan Mei dan masuk pada bulan-bulan selanjutnya, akan tetapi merupakan strategi investasi untuk menempatkan dana secara bergantian pada saham dan obligasi, dimana periode terbaik menurut teori adalah masuk saham pada Akhir Oktober dan menjualnya pada Akhir April. Dana Tersebut kemudian diinvestasi pada Obligasi dan baru dialihkan ke saham lagi pada Akhir Oktober tahun berikutnya, Lagipula, secara statistik, kinerja IHSG pada bulan Mei tidak konsisten, malahan lebih banyak return positifnya.

Pengujian Statistik Data Indonesia

Dilihat dari data AS, memang secara statistik, strategi tersebut menawarkan semacam manajemen risiko bagi investor karena masuk ke saham pada masa-masa terbaik saham tersebut dan kemudian pindah ke obligasi pada saat kondisi saham sedang tidak dalam kondisi terbaik. Meski demikian, dalam penelitian disebutkan juga bahwa penentuan masa terbaik dan terburuk tersebut tidak selalu benar. Masa yang dianggap terbaik untuk saham belum tentu, saham dalam periode tersebut memberikan tingkat return yang positif dan sebaliknya.

Untuk menguji apakah strategi tersebut cocok untuk dijalankan di Indonesia, maka diperlukan pengujian secara statistik. Investasi saham diwakilkan dengan IHSG dan investasi obligasi diwakilkan dengan Infovesta Government Bond Index (suatu indeks yang merepresentasikan kinerja obligasi pemerintah secara umum di Indonesia). Penelitian menggunakan 2 pendekatan seperti yang dalam teori. Pendekatan pertama yaitu masuk ke saham pada akhir bulan Oktober, beralih ke Obligasi pada akhir bulan April dan kemudian kembali ke Saham pada Oktober tahun berikutnya. Pendekatan kedua yaitu masuk ke obligasi pada akhir bulan Oktober, beralih ke Saham pada akhir bulan April dan kemudian kembali ke Obligasi pada Oktober tahun berikutnya. Sebagai perbandingan, ditampilkan juga hasil keuntungan apabila buy and hold IHSG. Periode pengukuran yang dipergunakan mengingat ketersediaan data adalah dari Oktober 2001 hingga Oktober 2011 (10 tahun). Hasil penelitian sebagai berikut:

  • Langkah I, mengumpulkan data:

 

  • Langkah 2, perhitungan hasil pengembangan investasi dengan Pendekatan I (Saham – Obligasi – Saham) dan Pendekatan II (Obligasi – Saham – Obligasi)

 

 

  • Langkah 3, Perbandingan dengan Buy and Hold Saham dan Obligasi

 

Kesimpulan

Berdasarkan data statistik di atas, strategi investasi Sell In May and Go Away yang diartikan sebagai membeli saham pada akhir Oktober dan mengalihkan pada Obligasi pada Akhir April, dan dilakukan secara konsisten terus menerus adalah strategi investasi yang secara data historis mampu MENGALAHKAN return IHSG (Buy and Hold).Jadi teori tersebut masih bisa dikatakan benar dan berlaku di Indonesia. Meski demikian, Periode Akhir April – Akhir Oktober yang secara teori dikenal sebagai periode buruk bagi saham, ternyata tidak sepenuhnya benar. Dalam beberapa kali kesempatan return pada periode tersebut justru lebih tinggi dibandingkan return obligasi atau return saham secara historis.

Investor bisa mengaplikasikan strategi ini di Indonesia dengan memilih reksa dana saham dan reksa dana pendapatan tetap dan melakukan switching secara konsisten setiap Akhir April dan Akhir Oktober. Dalam proses tersebut investor bisa dikenakan biaya switching yang umumnya berkisar antara 0.5% – 1%. Hasil investasi yang diperoleh investor akan semakin tinggi, jika reksa dana yang digunakan adalah reksa dana yang jagoan yang mampu memberikan tingkat return di atas pasar untuk setiap periodenya.

Mudah-mudahan tulisan ini juga bisa menjadi referensi strategi investasi tambahan bagi investor di luar strategi lump sum, rebalancing, cost averaging, dynamic investing dan strategi lainnya yang sudah dibahas selama ini. Penulisan dalam artikel ini menggunakan penyusunan dengan gaya thesis. Ada masalah –> Definisi Objek –> Metode Penelitian –> Analisa –> dan Kesimpulan. Meski saya senang bisa membantu para mahasiswa dan peneliti sebagai salah satu contoh dalam melakukan investasi, namun saya berharap agar teman2 yang tertarik untuk menggunakan hasl penelitian ini sebagai referensi tidak sekadar mengcopy paste begitu saja tanpa melakukan pendalaman lebih lanjut yang bisa meningkatkan kualitas hasil penelitian ini.

Demikian sharing kali ini, semoga bermanfaat bagi anda semua.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

31 thoughts on “Sell In May and Go Away ???

  1. dengan hormat,
    bapak Rudi, izinkan saya bertanya.
    saya masih pemula dalam berinvestasi terutama reksadana. saya memegang reksadana saham dan campuran . sepengetahuan saya, reksadana saham sebaiknya untuk investasi jangka panjang. bila Bapak menyarankan adanya switching rutin setiap akhir APril dan akhir Oktober, bagaimana relevansinya dengan pengetahuan saya di awal tadi?

    terima kasih

    Like

  2. @Luqman
    Salam Pak Luqman,

    Sebelumnya perlu saya tegaskan bahwa saya TIDAK menyarankan atau merekomendasikan untuk dilakukan switching secara rutin. Saya hanya memaparkan bahwa ada sebuah strategi investasi dan membuktikannya secara angka berdasarkan data historis. Kebetulan hasil penelitian historis menunjukkan strategi tersebut lebih baik daripada buy and hold. Tapi tidak menjadi jaminan bahwa kinerja tersebut akan berulang di masa mendatang.

    Strategi ini hanya referensi strategi tambahan diluar strategi investasi lain yang sudah diketahui. Investor bisa menggunakan strategi ini atau tidak, tergantung situasi keuangan, kemampuan dan pengetahuan akan investasinya. Untuk mengetahui apakah strategi ini cocok atau tidak untuk diterapkan oleh masing-masing investor, perlu disesuaikan dengan karakter dan situasi investor masing-masing. Sangat disarankan pula, anda berdiskusi dengan penasehat keuangan anda sebelum mengambil keputusan investasi.

    Demikian semoga bermanfaat, terima kasih.

    Like

  3. tapi saya lihat dari tabel, “terburuk” di saham juga menjadi terburuk pada obligasi ya pak rudiyanto?

    bagaimana dengan emas pak rudiyanto.. *secara historis*
    apakah “terburuk” saham menjadi “terbaik” di emas??
    kalau ya, menarik juga diversifikasi ke emas.. ^_^

    Like

  4. @Krishna
    Salam Krishna,

    Definisi terbaik dan terburuk didasarkan pada peneltian Dow Jones dan S&P sebelumnya. Namun terbaik dan terburuk yang dimaksud adalah untuk saham. Bukan berarti terbaik saham = terburuk obligasi dan sebaliknya. Hanya saja disarankan pada saat masa terburuk saham menurut penelitian terdahulu, investor disarankan untuk pindah ke obligasi. Bukan berarti pula obligasi selalu untung, atau paling tidak data historis menunjukkan demikian.

    Kalau emas, saya belum tahu, perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Permasalahan diinvestasi emas adalah anda tidak bisa melakukan swithcing seutuhnya. Lagipula harga emas berbeda untuk setiap gramnya. Misalnya pada suatu waktu ada dana sebesar Rp 609, 3 juta yang harus dipindahkan dari saham ke emas. Jika asumsi emas adalah Rp 500.000 per gram, maka investor harus membeli setara dengan 121.86 gram emas. Berarti 1 batang yang 100 gram, 2 batang yang 10 gram, dan 1 batang yang 2 gram + (anda tombok kekurangannya). Harga yang 100 gram dan 10 gram tentu berbeda, jadi menurut saya investasi di emas itu agak sulit jika ingin dibuktikan secara historis, berbeda dengan reksa dana yang anda bisa beli dengan satuan Rp 1.111.222 atau berapapun sepanjang bisa diketik di internet banking anda.

    Demikian semoga bermanfaat.

    Like

  5. Salam Pak Rudi,

    Boleh tahu yg dimaksud dgn kondisi saham yang tidak baik itu gmn yach?apakah artinya saham cenderung turun?bukankah itu artinya murah pak?sepertinya saya pernah baca ad teori yang menganjurkan justru saatnya beli klo harga lg turun???jd sedikit bingung…
    Mohon pencerahannya ^^

    Like

  6. @cindy
    Salam Cindy,

    Turun dan Murah adalah 2 hal yang berbeda. Turun itu artinya (misalnya) kemarin 1000 sekarang di bawah 1000. Sementara kalau murah itu, diukur dengan metode valuasi seperti Price Earning Ratio, Price Book Value Ratio, Price to Earning Growth atau cara lainnya, harga yang ada saat ini lebih rendah dibandingkan harga wajar dengan metode valuasi yang disebutkan.

    Kalau harganya turun akan membuat secara valuasi menjadi lebih murah. Tapi bisa juga tidak, karena valuasi tidak hanya melihat harga tapi juga pendapatan. Kalau kenaikan pendapatan bisa lebih besar dari kenaikan harga, terkadang meski harga naik, secara valuasi masih bisa lebih murah.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  7. Terima kasih Pak buat balasannya

    jadi bagaimana secara simplenya u/orang awam spy gampang menganalisis harga yang ada lagi murah atau tidak?

    Like

  8. @cindy
    Salam Cindy,

    Karena anda masih awam, saya menyarankan anda untuk belajar tentang investasi. Anda bisa membaca sumber2 tentang pelajaran investasi yang ada di internet, mengikuti kuliah manajemen keuangan / investasi atau mengambil kursus profesional yang membahas tentang investasi.

    Setelah memahami konsep tentang investasi, anda membutuhkan data untuk bisa melakukan analisis. Beberapa website berbayar yang menyediakan data untuk melakukan analisis mahal murahnya suatu saham / indeks secara keseluruhan antara lain seperti Bloomberg, Reuters atau Infovesta.

    Demikian semoga bermanfaat.

    Like

  9. Pak Rudi, bagaimana kalau yang kita pegang (buy & hold) adalah Reksadana Campuran dibandingkan dengan model switching RDS – RDPT – RDS? mana yang lebih optimal? thanks Pak!

    Like

    1. Dear Fahmi, kalau optimal atau tidak agak sulit krn selain return jg harus lihat risk. Kalau dari sisi return saja jelas switching yg hasilnya lebih maksimal. Sebab hasilnya saja sudah lebih tinggi dari buy and hold. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak selalu periode mei oktober kinerja saham kurang baik.

      Like

  10. Pak Rudi, senang sekali membaca ulasan bapak yang mudah dimengerti dan ter struktur dengan baik.

    Ada beberapa pertanyaan saya :
    1. Saat ini saya menjalankan strategi Cost Averaging di Reksadana Saham dengan rutin membeli 3 RDS berbeda dengan jumlah tetap tiap bulan. Apakah strategi ini bisa saya kombinasikan dengan Sell in May and Go Away ? Apakah efektif ?
    2. Switching RDS kan hanya untuk produk RD di MI yang sama. Kalo beda MI kan harus jual, tunggu H+7 baru kemudian bisa beli RDS baru dari MI berbeda. Gimana menyiasati ini Pak ?
    3. Apakah ilustrasi strategi Pendekatan I dan Pendekatan II bapak itu sudah memperhitungkan biaya switching atau biaya redeem Pak ?

    Terima kasih untuk perkenan sharing nya pak

    ///Andy

    Like

  11. @Andy
    Salam Andy,

    Terkait pertanyaan anda:
    1. Tujuan anda melakukan cost averaging apa? Dan bagaimana cara anda mengkombinasikan strategi ini?
    2. Cari produk dari Manajer Investasi yang sama.
    3. Ilustrasi di atas tidak memperhitungkan biaya swithching.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  12. @Rudiyanto
    Yang ada di benak saya sih cara mengkombinasikannya adalah :
    – 28 Oktober sampai 28 Maret beli RDS rutin tiap tanggal 28
    – 28 April, switch semua RDS yang terkumpul ke RDPT dan lakukan pembelian rutin RDPT tiap tanggal 28, sampai 28 September
    – 28 Oktober, switch semua RDPT yang terkumpul ke RDS dan lakukan pembelian rutin RDS tiap tanggal 28, sampai 28 Maret
    – Begitu seterusnya lagi

    Gimana menurut bapak ?

    Like

  13. @Andy
    Dear Andy,

    Kalau itu bukan Sell in May and Go Away, tapi buy dari Oktober – Maret kemudian sell di April.
    Teori di atas hanya 2 transaksi dalam 1 tahun saja.

    Kalau menurut saya, sepanjang reksa dana yang dipilih sudah tepat dan periode investasinya panjang autodebet saja sudah cukup. Sebab kalau anda melakukan hal tersebut di tempat saya bekerja saat ini, sudah pasti dikenakan biaya masuk yang maksimal dan biaya keluar. Padahal dengan autodebet anda bisa mendapat diskon biaya masuk hingga 50%.

    Strategi investasi yang berbasis market timing lebih cocok untuk investor bermodal besar yang memang mau memaksimalkan capital gain dan mencoba menjadi Manajer Investasi sendiri. Bagi kelas karyawan yang melakukan investasi berkala untuk sesuatu yang mau dicapai di masa depan, cost averaging adalah strategi yang paling sesuai.

    Demikian semoga bermanfaat.

    Like

  14. Pak @Rudiyanto,

    Kalau di MI saya biaya Masuk dan switching tidak ada, kira – kira kalau cost averaging dengan cara Pak @Andy lebih optimal atau tidak ya, soalnya saya lihat sekilas dari data bapak di atas, periode Okt – May lebih baik pegang RDS, sedangkan May – Okt cenderung pindah (switching) RDPT (berbasis obligasi).

    Soalnya selama ini saya metode CA dan buy&hold, setelah baca artikel ini dan saya review 1 tahun terakhir, kalau saya switch di bulan May kemarin ke RDPT, maka minusnya tidak sedalam sekarang,

    bagaimana menurut bapak?

    (terus terang sebenarnya tetap buy & hold, masih tidak masalah, karena masih masuk kedalam target yang saya buat, tapi namanya manusia, ada sedikit “greed” setelah membaca artikel bapak ini) hehehe….

    thanks in advance.

    thanks in advance.

    Like

  15. @Udiek
    Salam Udiek,

    Benar atau salah, optimal atau tidak itu relatif. Yang jelas kalau transaksinya bukan 2 kali dalam 1 tahun itu sudah lain strateginya. Kemudian. untuk tahun ini memang kebetulan return periode May – Oktober (paling tidak sampai Agustus) kurang baik. Tapi coba anda baca dengan teliti tabelnya di 2009 dan 2010. Apakah anda tidak menyesal ketinggalan rally 20 – 30% karena lebih memilih obligasi daripada saham.

    Demikian semoga bermanfaat.

    Like

  16. @Rudiyanto

    hmm, paham pak.

    hehe, jadi jeli membaca perubahan tetap kuncinya ya. dan untuk saya kayanya untuk dana kuliah anak + pensiun, cost averaging + buy&hold masih paling cocok.

    tapi ini mungkin ada rencana mau coba2 market timing pakai dana yang rencana untuk liburan tahun depan, hehe sukur2 melebihi target, liburan keluarga bisa lebih jauh.

    ok, terima kasih pak.

    Like

  17. Pak Rudi, saya tertarik dengan strategi ini, walau saya belum mulai berinvestasi pada reksadana,

    Pertanyaan saya, jika saya membuka pada reksadana saham dan obligasi, contoh misalnya saya ingin pindah dari saham ke obligasi, apakah harus saya alihkan semua dananya ke obligasi, jadi pada satu waktu saya hanya memiliki satu jenis reksadana saham atau obligasi, begitu ya pak ..

    atau ada beberapa % pada salaha satunya, misalnya pada saham 2% dananya, selebihnya 98% pada obligasi ..

    terimakasih sebelumnya pak ..

    Like

  18. @Firmansyah
    Salam Firmansyah,

    Kalau mengacu pada riset di atas, berarti 100% pindah semua. Tapi perlu diingat bahwa sebenarnya saya lebih menyarankan strategi cost averaging untuk mencapai tujuan keuangan.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  19. Salam juga pak Rudi,

    kalau sesuai dengan saran bapak, menggunakan strategi cost averaging, yang menurut saya juga paling sesuai, karena saya belum terlalu memiliki dana yang banyak untuk lump sump, tapi apakah jika dengan strategi cost averaging, di saran kan juga, untuk tetap masuk saham pada bulan oktober dan masuk obligasi pada bulan april pak.

    dan kesimpulan dari 100% dana pada saham atau obligasi, jadi pada satu waktu saya hanya memiliki 1 jenis reksadana begitu pak.

    oh iya sekedar info, usia saya saat ini 30 thn pak Rudi.

    Like

  20. kenapa tidak bisa pak, bukannya dengan strategi cost averaging akan sama saja pak, jadi misalnya saya pindah dari obligasi ke saham atau sebaliknya, misalnya tiap bulan tetap bisa saya tambah dana rutin gitu pak ..

    Like

  21. @Firmansyah
    Salam Firmansyah,

    Memang tidak bisa karena kalau anda berinvestasi sekaligus dan berinvestasi secara berkala itu berbeda. Sebab simulasi di atas, mengasumsikan kamu investasi cuma sekali di depan kamu pindah-pindah setiap 6 bulan. Bukan masuk setiap bulan.

    Untuk referensi anda bisa baca
    http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2014/02/20/berapa-asumsi-return-investasi-saham-yang-wajar/ dan
    http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2014/01/26/berapa-lama-periode-investasi-berkala-yang-ideal/

    Semoga bermanfaat.

    Like

  22. Pak Rudi saya tertarik untuk meneliti di pasar modal kebetulan saya mahasiswa S2 yang saya mau tanyakan apakah fenomene seperti ini bisa di ajukan dalam penelitian tesis…apakah bapak punya saran lain tentang penelitian di pasar modal….Terima kasih pak atas perhatiannya

    Like

  23. Setelah saya baca tulisan di blog bapak kok mirip sekali dengan buku ” Sukses Financial dengan Reksadana ” saya sampai ambil bukunya utk saya baca ulang ternyata memang penulisnya adalah bapak….hehehehe

    Like

  24. @Irfan
    Begitulah Irfan. Menulis buku adalah demi mencari sesuap nasi dan membayar tagihan. Soalnya kalau blog ini kan gratis.. he he..

    Untuk topik Tesis, harusnya didiskusikan dengan dosen pembimbing kamu, kan pada akhirnya dia juga yang akan menguji. Semoga bermanfaat.

    Like

  25. Selamat pagi pak rudy, saya mahasiswa analis efek yang mengangkat tentang sell in may & go away. boleh saya minta kontak bapak untuk tanya2 lebih lanjut? atau bahkan bs jadi salah satu nara sumber 🙂
    terimakasih

    Like

Leave a comment