Mengenal Maximum Draw Down – Analisis Risiko Reksa Dana

Selama ini kita mengenal risiko reksa dana kuantitatif yang dapat diukur seperti Beta dan Standar Deviasi. Menjelaskan Beta dan Standar Deviasi ke investor terkadang gampang-gampang susah. Gampang karena buat investor yang sudah mengerti, semakin besar angka beta dan standar deviasi, berarti semakin besar pula risiko. Susah, karena tidak semua reksa dana yang risikonya besar returnnya besar, dan sebaliknya. Terkadang ada anomali bahwa return tidak sejalan dengan risiko.

Selain itu, untuk standar deviasi sebagai contoh, apa yang dimaksud dengan standar deviasi 12% ? apakah itu berarti investor bisa rugi sampai 12%? apakah standar deviasi 12% pada reksa dana dengan return 10% dan 20% memiliki interprestasi yang sama? Pada kenyataannya tidak sama. Karena adanya kasus anomali dan kesulitan dalam menginterprestasikan konsep risiko tersebut kepada investor awam, menurut saya, diperlukan indikator yang lebih baik. Setelah mencari-cari, menurut saya konsep risiko yang dikenal dengan istilah Maximum Draw Down ini yang lebih mudah dipahami. Seperti apa konsep risiko ini?

Maximum Drawdown adalah tingkat kerugian maksimum yang bisa dialami seseorang dengan berinvestasi pada suatu instrumen investasi dalam hal ini reksa dana atau saham. Sebab asal muasal konsep Maximum Drawdown saya peroleh dari analisa saham. Untuk menjelaskannya, saya akan menggunakan 2 grafik sebagai berikut:

1. Tampilan Grafik IHSG selama 2011 yang bersumber dari Yahoo Finance

2. Menentukan / Menghitung Maximum Drawdown dari IHSG untuk periode 2011. Caranya bisa menggunakan mata dan mengira-ngira periode yang bisa menghasilkan kerugian maksimum bagi investor. Kemudian mengkonfirmasikan dengan menghitung melalui Excel atau Kalkulator. Dalam kasus di atas, secara kasat mata, titik tertinggi adalah pada 1 Agustus 2011 yaitu di IHSG 4193.44 dan titik terendah pada tahun 2011 adalah 4 Oktober 2011 dimana IHSG terkoreksi dan berada pada level 3269.45. Investor yang nasibnya paling sial dimana dia memasukkan semua hartanya pada tanggal 1 Agustus 2011 dan melakukan Cutloss pada 4 Oktober 2011 akan mengalami kerugian sebesar 22.03%. Angka -22.03% inilah yang dikenal dengan istilah Maximum Drawdown (atau saya singkat secara MDD).

Interprestasi Lebih Sederhana

Meski dalam pemeringkatan dan penilaian kinerja reksa dana umumnya digunakan standar deviasi atau beta sebagai indikator risiko, saya banyak menemukan fakta dilapangan bahwa kedua indikator ini amat sulit untuk bisa diserap oleh investor terutama investor awam. Sebab ada anomali dan variabel lain yang harus digunakan bersama indikator tersebut. Misalnya ada reksa dana yang low risk namun high return, sebaliknya juga ada reksa dana yang high risk namun low return. Standar Deviasi secara angka juga sebenarnya tidak bisa dipergunakan secara independen sebab definisi standar deviasi sendiri adalah penyimpangan dari rata-rata. Jika rata-rata reksa dana A dan B berbeda, apakah interprestasi standar deviasi masih sama?

Sementara bagi saya, Maximum Drawdown adalah cara yang sangat sederhana dalam menjelaskan risiko. Bagi investor kebanyakan, risiko = rugi. Jika risiko adalah potensi kerugian yang mungkin dialami dengan berinvestasi pada instrumen investasi tertentu. Hal ini sesuai dengan definisi MDD, dimana MDD menurut saya adalah tingkat kerugian maksimum yang “pernah” terjadi pada suatu instrumen investasi. Karena pernah terjadi maka angka tersebut bukan lagi angka riil atau asumsi, atau “hanya ada pernyataan abstrak seperti High Risk” namun tidak jelas seberapa High risikonya. Sebagai contoh, jika ada orang yang bertanya ke saya, “Apa Risiko Jika Berinvestasi di Saham?”, maka saya akan menjawab ” Berdasarkan Data dan Kinerja Tahun 2011, maka Risiko Investasi Saham adalah anda bisa kehilangan sekitar 22% dari nilai investasi anda jika anda masuk dan keluar di saat yang salah. Dimana Periode anda mengalami kerugian tersebut bisa berlangsung selama 2 Bulan 3 Hari. Apakah anda siap apabila hal tersebut terjadi pada anda?”

Aplikasi pada Reksa Dana

Apakah konsep MDD bisa diterapkan pada reksa dana? Tentu bisa, sebab reksa dana saham pada dasarnya menggunakan sebagian besar portofolionya pada instrumen saham. Sebagai contoh, berikut saya menggunakan Reksa Dana Panin Dana Maksima sebagai contoh untuk mengaplikasikan konsep dari MDD. Alasannya selain saya bekerja di sana saat ini, bahwa reksa dana ini sudah berusia cukup lama sehingga kita bisa mendapatkan gambaran MDD dari tahun ke tahun yang lebih panjang.

*Data 2012 adalah Hingga 8 Agustus 2012 dan dihitung dari 1 Januari 2012. Sumber http://www.infovesta.com, diolah

Hari yang berada di kolom tersebut menunjukkan periode terjadinya MDD, semakin panjang / lama, berarti semakin menderita / sial juga investor yang bersangkutan. Sebab dari hari ke hari, yang dia lihat adalah penurunan Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan yang belum mencapai dasarnya. Jika diperhatikan, ada juga kejadian dimana MDD lebih negatif dibandingkan kerugian pada tahun 2008. Artinya return 2008 hanya melihat dari tahun ke tahun, sementara investor sendiri sebetulnya bisa masuk kapan saja. Jika investor tersebut benar2 sial dan masuk pada momen yang kurang tepat dan panik serta menarik pada momen yang kurang tepat pula, risiko kerugian yang dialami bisa lebih besar.

Bagi saya, MDD adalah suatu indikator yang paling baik dalam menunjukkan risiko suatu reksa dana. Sebab semua informasi jelas, dari berapa persen kerugian yang bisa dialami, hingga berapa hari investor harus menderita kerugian tersebut. Anda sendiri juga bisa menghitung MDD reksa dana lain dengan menggunakan metode ini sebagai salah satu tambahan referensi anda dalam penilaian kinerja reksa dana. Namun jika anda masih setia pada metode konvensional seperti Sharpe, Treynor dan Jensen Alpha juga bisa tetap dipersilakan. Satu-satunya kekurangan dari metode MDD ini adalah periode (jumlah hari penurunan hingga mencapai titik terendah) sangat mungkin berbeda antara reksa dana yang satu dengan reksa dana yang lain. Hal ini menyebabkan secara prinsip, agak kurang tepat jika kita menganggap MDD adalah risiko selayaknya standar deviasi dan beta, sebab kedua indikator ini diukur dengan menggunakan periode yang konsisten. Tinggal anda sendiri yang menilainya, indikator apa yang paling sesuai dengan anda. Terima kasih.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

24 thoughts on “Mengenal Maximum Draw Down – Analisis Risiko Reksa Dana

  1. Dear P’Rudy, Bisakah analisa Reksadana tersebut dilakukan seperti analisa pada saham yaitu adanya level support dan resistance perperiode ?, jika bisa kira2 berapa periode ideal yang bisa dipakai?, atas respondnya saya ucapkan terima kasih.
    Rgd
    Roy

    Like

  2. @Roy
    Yth Roy,

    Sebetulnya yang namanya reksa dana saham, mau menggunakan analisa teknikal seperti saham bisa-bisa saja. Tinggal apakah anda memahami cara tersebut dan apakah cara tersebut bisa memberikan keuntungan kepada anda. Saya sendiri tidak terlalu memahami yang namanya support dan resistance karena bisa multitafsir tergantung periode dan ketajaman mata orang yang menggunakan metode tersebut. Oleh karena itu, saya juga tidak tahu jawabannya. Silakan di coba2.

    Selamat mencoba, terima kasih

    Like

  3. Utah. Pak Rudi. Apakah dengan data bapak diatas bisa dianalisa Kapan sebaiknya kita mulai investasi atau top up, tanggal Dan bulannya? Terima kasih

    Like

  4. Salam Sejahtera Pak Rudiyanto,
    Saya nasabah Reksadana Panin Maksima, Mengikuti reksadana saham saya masih baru 5 bulan, Tidak seperti saham saya menambah investasi di reksadana saat ihsg turun, saat 2 atau 3 hari ihsg jatuh berturut-turut saya tambah investasi saya, kadang sebulan 2 x atau
    3 x tapi kadang dalam sebulan saya tidak menambah investasi saya. Menurut pengalaman Pak Rudi, Apakah strategi tersebut dapat berhasil atau ada strategi yg lebih baik agar nantinya dapat menghasilkan profit yg lebih maksimal. (Rencana saya, saya mau invest utk 5 tahun utk pendidikan anak saya)

    Like

  5. @rudi edison ginting
    Selamat pagi pak Rudi,

    Apa definisi Profit Maksimal? Apakah sudah anda hitung kebutuhan untuk pendidikan anak anda 5 tahun ke depan itu tepatnya berapa? apakah profit maksimal itu = keuntungan maksimal atau mencapai tujuan keuangan? Apakah nilai investasi anda sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut?

    Jadi saran saya anda bisa baca di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2012/05/07/seni-menyusun-tujuan-investasi-dengan-prinsip-smart/

    Semoga bermanfaat.

    Like

  6. Salam cuan Pak Rudy,

    Menarik penjelasan Anda mengenai MDD. Tentang reksadana saham, saya bermaksud menggunakan strategi ‘swing’ untuk entry dan exit dalam instrumen tersebut. Pertanyaan saya, dimanakah saya bisa mengakses grafik (misal MACD, Stochastic, Bollinger dsb) untuk menganalisa secara teknikal indeks reksadana saham? Terimakasih sebelumnya Pak.

    Like

  7. @Franz XI
    Salam Mr Franz,

    Kalau menurut saya, jika anda ingin melakukan analisa teknikal pada reksa dana saham, cukup menggunakan IHSG sebagai acuan karena pergerakan reksa dana saham umumnya sama dengan IHSG. Jikalau ada yang berbeda, biasanya itu bukan arah tapi tingkat perubahannya. Misalnya jika IHSG naik 1% reksa dana saham bisa naik lebih dari 1% dan sebaliknya. Amat jarang ada reksa dana yang pergerakannya berlawanan sama sekali dengan IHSG. Hal ini berbeda dengan saham secara individual. Sebab masih ada atau bahkan banyak ditemui saham yang bergerak berlawanan dengan IHSG. Berdasarkan hal tersebut, sebetulnya analisa dilakukan pada IHSG sudah cukup.

    Jika anda ahli dalam hal excel atau programming, di bagian bawah infovesta.com adalah data indeks yang bisa didownload, selanjutnya anda tinggal mengolah data tersebut dalam excel, namun seperti argumen saya sebelumnya, menurut saya analisa teknikal reksa dana saham cukup di IHSG.

    Semoga cuan juga.

    Like

  8. Salam Pak Rudy,

    Maaf jika pertanyaannya agak menyimpang dari topik 🙂
    1. Sepengetahuan Pak Rudy, situs apa selain Yahoo, yang menyajikan Stock Exchange Index secara real time dan lengkap ?
    2. Pak, jika diperkenankan, mohon ulasannya tentang seluk-beluk perdagangan bursa / stock exchange, seperti di bursa situs Yahoo, misalnya daftar nama-nama bursa apa saja yang popular dari masing-masing negara di dunia secara real time yang terdaftar di Yahoo, serta nama simbol-simbolnya. Misalkan: bursa Nasdaq dari negara/benua mana, mulai buka dan tutup jam berapa jika kita mengaksesnya dari Indonesia waktu WIB, mengingat setiap negara / benua punya waktu yang berbeda kapan buka dan tutup bursa. Jika di Indonesia, bursa JKSE buka sekitar jam 9.30 WIB dan tutup sekitar jam 4.00 WIB, di negara-negara Asia di bagian barat kita, misalnya di China, India, Qatar, Turkey, dll bursa apa yang sedang realtime, buka dan tutup jam berapa. Sehingga ketika kita buka Yahoo kita akan bisa tahu bursa-bursa dari negara lain yang sedang berjalan realtime, yang pada akhirnya dapat kita gunakan sebagai acuan separti apa pergerakan IHSG di Indonesia pada esok harinya.

    Semoga Bapak bisa memahami inti pertanyaan dari kalimat saya yang amburadul, dan bermanfaat bagi pembaca yang lain. Terimakasih. 🙂

    Like

  9. Yth Pak Rudi,

    Semoga pertanyaan saya masih termasuk dalam konteks tulisan ini.
    Saya Ingin menanyakan terkait dengan profil resiko yang seringkali ditanyakan ketika seseorang akan membeli suatu reksadana.
    Seringkali Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan adakah mengenai seberapa besar calon pembeli dapat menerima kerugian, apakah misalnya seseorang itu dikatakan agresif jika bersedia menanggung resiko kehilangan asetnya sebesar 20%, dsb.
    Nah yang saya agak bingung adalah, sebetulnya apakah ada suatu nilai yang berlaku umum ketika kita bicara mengenai angka-angka persentase tersebut, misalnya, konservatif itu jika hanya bersedia menanggung resiko kehilangan maksimal 5%, moderat adalah 10%, agresif 20%. Karena saya lihat sepertinya ada perbedaan untuk pengkategorian itu diantara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, sehingga bisa menimbulkan kebingungan bagi calon pembeli.
    Jika memang ada satu nilai patokan tertentu, mohon Pak Rudi berkenan untuk men-share angkanya.

    Terima kasih
    Regards,
    Felix

    Like

  10. @felix
    Salam Felix,

    Sepengetahuan saya, acuan untuk nilai kerugian yang bisa ditanggung itu tidak ada standar resminya. Umumnya konsep ini diambil dari industri reksa dana di luar negeri (yang pastinya memiliki angka lebih kecil) kemudian disesuaikan historis perkembangan bursa saham di Indonesia dan “feeling” dari orang yang membuat kuesioner tersebut. Format yang ada kemudian di copy paste oleh banyak Manajer Investasi dan Bank Agen Penjual dengan sedikit penyesuaian di sana-sini, jadilah kuesioner profil risiko.

    Yang harus anda perhatikan, pertanyaan tersebut bukan satu-satunya pertanyaan yang menentukan profil risiko anda, akan tetapi skor dari pertanyaan tersebut ditambahkan dengan skor lainnya, itulah yang menentukan apakah profil risiko anda agresif, moderat atau konservatif. Dan dalam konteks reksa dana, digunakan oleh agen penjual untuk memberikan rekomendasi produk reksa dana yang cocok bagi investor.

    Menurut saya pribadi, profil risiko sudah “agak kuno” dalam menentukan reksa dana yang cocok. Tujuan Investasilah yang menjadi acuan utama jenis reksa dana apa yang harus dipilih. Sebab investasi sudah bergeser dari “mengembangkan uang nganggur” menjadi “Mencapai tujuan keuangan”. Ketidaksesuaian antara profil risiko dengan tujuan investasi, (misalnya reksa dana berdasarkan profil risiko adalah pendapatan tetap, namun jika mengandalkan reksa dana tersebut, secara matematis, berdasarkan waktu tujuan tersebut harus terlaksana dan kemampuan keuangan yang ada, mau tidak mau harus menggunakan reksa dana saham / campuran yang potensi returnnya lebih tinggi), dapat di atasi dengan edukasi dan pemahaman yang lebih lanjut mengenai cara kerja reksa dana yang bersangkutan.

    Demikian pak Felix, semoga menjawab pertanyaan anda, terima kasih.

    Like

  11. Dear pak Rudy
    Terimakasih atas share ilmunya
    Saya mau tanya pak. Dalam investasi reksadana apa strategi yang paling tepat menurut pengalaman bapak, apakah jangka panjang atau mengamati secara periodikal,
    contoh, misalkan dalam 3-4 bulan kita melihat NAB sudah 10% kenaikannya, kemudian kita lakukan penjualan, apakah ini tepat. Atau biarkan saja dalam jangka panjang 3-5 tahun dimana saya lihat ada beberapa justru dalam rentang waktu tersebut NAB nya gak banyak naik.
    terimakasih atas kesediaan menjawab pertanyaan saya
    salam

    Like

  12. @ilham
    Salam Ilham,
    Kalau menurut saya strategi yang paling tepat adalah investasi yang terencana dan sesuai tujuan. http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2012/05/07/seni-menyusun-tujuan-investasi-dengan-prinsip-smart/

    Jika tujuan anda adalah untung 10%, maka strategi kamu sudah tepat. Sementara jika tujuan kamu adalah untung 50%, maka strategi tersebut kurang tepat karena seharusnya baru kamu jual ketika untung 50% dimana anda bersedia memegang dalam 3-5 tahun.

    Ketika anda tidak memiliki tujuan investasi yang jelas, maka strategi apapun salah karena tidak ada objektif yang ingin dicapai.

    Semoga menjawab pertanyaan anda, terima kasih.

    Like

  13. Info yang menarik, Pak. Saya mencoba menjelaskan ini ke abang saya, tapi dia tidak paham2 tentang risiko dan return rd. Abang saya tidak bodoh, tetapi memang dia tidak begitu tertarik masalah ekonomi dan finansial dan lebih memilih fokus saja di pekerjaannya sebagai dokter.

    Saya akan memakai konsep maximum draw down kalau ada yang bertanya lagi tentang risiko investasi di rd secara riil. Tentunya dengan memberikan referensi ke artikel pak Rudi jika mereka ingin baca2 lebih lanjut.

    Like

  14. mas apabila saya aktifkan maksimum daviasi 10 pips…
    saya melakukan sell 1.2000 setelah itu harga bergerak ke 1.2010…apakah bisa mati sendiri ato bisa stop sendiri seperti kita memberi stoploss itu

    Like

  15. @yuriyanto
    Salam Yuriyanto, investasi reksa dana bukan transaksi forex ataupun margin trading, jadi tidak ada stop loss dan istilah pips seperti yang anda kemukakan. Terima kasih.

    Like

  16. Pak Rudy saya peserta autodebet panin.
    Mengenai tanggal baik untuk produk panin lainnya bagaimana pak?
    Seperti Panin Dana Bersama Plus.

    Like

  17. @putra
    Salam Putra,

    Secara teknis, anda tidak bisa menutup rekening karena berdasarkan peraturan yang ada, nasabah yang melakukan penjualan seluruh reksa dananya, Manajer Investasi dan Agen Penjual masih harus menyimpan datanya selama 5 tahun.

    Meski demikian, jika anda sudah kesal dan kecewa dengan reksa dana yang bersangkutan, anda bisa melakukan penjualan seluruh unit yang anda punya.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  18. ​Selamat sore Pak Rudi.

    Pak saya ingin bertanya mengenai risiko dan return dari reksa dana saham.
    Misalnya rata-rata return reksa dana saham X memiliki nilai tertinggi diantara reksa dana saham lainnya, namun standar deviasi maupun beta dari reksa dana X menunjukkan angka yang kecil. Sehingga tidak sesuai teori, dimana high return high risk.
    Jadi, menurut Pak Rudi apakah perhitungan saya yang salah atau ada faktor lain yang menyebabkan hal ini terjadi?

    Kiranya Pak Rudi berkenan menjawab pertanyaan saya. Atas bantuan Pak Rudi saya ucapkan terimakasih.

    Like

  19. @Susanti
    Selamat Siang Ibu Susanti,

    Perhitungan benar atau salah itu tergantung kepada data dan cara pengolahannya.

    Kalau yakin kedua hal tersebut sudah benar, berarti memang ya kinerja reksa dana tersebut untuk periode pengamatan yang anda gunakan bagus sekali.

    Tugas dari penelitian kan membuktikan suatu teori benar atau tidak. Ketika teori tersebut tidak relevan maka bisa saja menjadi kesempatan untuk memunculkan teori baru.

    Semoga bermanfaat

    Like

Leave a comment