Sell In May and Go Away – Update 2015

Sell in May and Go Away

Pada tahun 2012 yang lalu, saya pernah menulis tentang salah satu strategy market timing yang dikenal dengan sebutan Sell in May and Go Away. Sesuai dengan namanya, strategi investasi ini menganjurkan investor untuk membeli berinvestasi saham pada bulan November – April kemudian mengalihkan semuanya ke obligasi selama periode Mei – Oktober. Kini 3 tahun sudah berlalu, apakah strategi ini masih efektif ?

Sell in May and Go Away menggunakan asumsi bahwa periode November hingga April merupakan periode terbaik bagi saham karena pada bulan tersebut ada Window Dressing pada akhir tahun dan publikasi laporan keuangan tahunan pada awal tahun berikutnya.

Dalam kondisi ekonomi normal, umumnya perusahaan membukukan kenaikan penjualan dan laba sehingga harga saham cenderung positif pada saat laporan keuangan dipublikasikan. Sebaliknya pada periode Mei – Oktober, dianggap sebagai periode yang kurang baik bagi saham karena berita positif lebih minim dan inflasi cenderung tinggi. Pada periode ini, investasi ditempatkan pada obligasi.

Untuk membuktikan apakah strategi tersebut benar efektif atau tidak, langkah yang paling sederhana adalah melakukan pengujian berdasarkan data historis. Sebagai referensi, ditambahkan juga perbandingannya dengan strategy Buy and Hold di IHSG dan Panin Dana Maksima. Hasilnya adalah sebagai berikut.

Data dan Metode Analisis

Data yang digunakan adalah

  1. IHSG
  2. Infovesta Government Bond Index (IGBI)
  3. Panin Dana Maksima
  4. Periode 2001 – 2015

Metode analisa mengasumsikan investor investasi dengan 3 skenario yaitu:

  1. Beli IHSG (Saham) pada akhir Oktober dan Jual pada akhir April tahun berikutnya. Dana setelah penjualan saham dibelikan IGBI (Obligasi Pemerintah) yang kemudian dijual pada Akhir Oktober.
  2. Beli IGBI pada akhir Oktober dan Jual pada akhir April tahun berikutnya kemudian dana penjualan digunakan untuk Beli IHSG yang kemudian dijual pada Akhir Oktober
  3. Buy and Hold masing-masing pada IHSG, IGBI dan Panin Dana Maksima untuk periode yang sama
  4. Biaya pembelian dan penjualan diasumsikan tidak ada dan transaksi terjadi dalam tempo H+0

Data untuk hasil investasi IHSG dan IGBI yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut :

Data IGBI dan IHSG

Dengan menggunakan data tabel di atas, berarti investor yang melakukan strategi Sell In May and Go Away akan melakukan pembelian dengan pola sebagai berikut :

  1. Beli IGBI di Akhir April 2001 dan menjualnya di akhir Oktober
  2. Return yang diperoleh adalah Return IGBI Mei – Oktober 2001 sebesar 3.15%
  3. Selanjutnya di Akhir Oktober 2001 beli IHSG dan menjualnya di Akhir April 2002
  4. Return yang diperoleh adalah Return IHSG November 2001 –  April 2002 sebesar 39.17%
  5. Langkah ini terus di ulang hingga Akhir April 2014
  6. Diasumsikan modal awal adalah Rp 100.000.000

Cara yang sama berlaku untuk investor yang menggunakan strategi sebaliknya dari Sell in May and Go Away. Bedanya ketika skenario pertama menyarankan beli saham, maka skenario kedua beli obligasi dan Sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk membuktikan apakah dengan melakukan sebaliknya bisa memberikan hasil yang lebih baik atau tidak. Terakhir, skenario ketiga adalah membandingkan jika investor melakukan buy and hold. Hasil perbandingan dari ketiga skenario adalah sebagai berikut

Skenario 1. Sell In May and Go Away

Sell In May and Go Away

Skenario 2. Sebaliknya dari Sell in May and Go Away

Buy In May and Sell In October

Skenario 3.  Buy and Hold IHSG, IGBI dan Panin Dana Maksima

Buy and Hold 14 Tahun

Jika hasil perbandingan dari ketiga skenario digambarkan dalam grafik, maka hasilnya adalah sebagai berikut :

Grafik Hasil Investasi Jangka Panjang

Secara matematis, perbandingan hasil investasi dari strategi di atas adalah sebagai berikut :

Perbandingan Dalam Tabel

Kesimpulan

Berdasarkan riset di atas, kesimpulan dari saya adalah sebagai berikut

  1. Strategy Sell in May and Go Away secara historis terbukti mampu mengalahkan hasil investasi buy and hold IHSG
  2. Jika investor menerapkan strategi yang berlawanan dengan Sell in May and Go Away akan mendapatkan hasil investasi yang lebih rendah dalam jangka panjang
  3. Dengan pengelolaan secara aktif, hasil investasi jangka panjang dari Panin Dana Maksima ternyata masih mampu mengalahkan strategy Sell in May and Go Away
  4. Secara risiko yang diukur menggunakan Annualized Risk, strategy Sell in May and Go Away ternyata mampu memberikan risiko lebih kecil dibandingkan strategy buy and hold IHSG. Hal ini disebabkan setengah dari masa investasinya terdiri dari obligasi

Strategy ini merupakan strategi market timing kedua yang mampu mengalahkan hasil investasi buy and hold IHSG dalam jangka panjang selain strategi Chasing Return yang pernah saya teliti sebelumnya. Jika diterapkan pada tahun 2015 ini, memang investor bisa terhindar dari penurunan harga saham yang terjadi selama periode Juni hingga September 2015 ini. Tapi sekali lagi, tidak selalu hasil investasi saham selalu jelek pada periode Mei – Oktober, ada tahun-tahun dimana hasil investasinya memang kurang baik tapi ada juga waktu dimana pada periode ini justru hasil investasi saham baik.

Dengan menggunakan data jangka panjang, terkadang muncul pertanyaan seperti ini dari investor. Pak, bagaimana jika diteliti menggunakan data yang lebih singkat seperti 3 tahun terakhir ini? Sebab data jangka panjang sudah memasukkan hasil investasi luar biasa ketika terjadi booming komoditas pada periode terdahulu. Sementara banyak investor yang justru baru masuk dalam 2 –  3 tahun terakhir ini sehingga belum sempat menikmati keuntungan.

Untuk perbandingan data dalam 3 tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Perbandingan Strategy 3 Tahun Terakhir

Ternyata Strategy Sell in May and Go Away (skenario 1) memberikan hasil yang paling tinggi. Secara persentase sebenarnya tidak terlalu berbeda jauh dengan Buy and Hold IHSG dan Panin Dana Maksima. Meski demikian penurunan saham pada periode Juni –  September 2015 yang terjadi sekarang ini bisa membuat hasil investasi buy and hold menjadi lebih rendah. Tapi ya, memang dalam investasi saham tetap ada yang namanya risiko.

Pada akhirnya, untuk bisa sukses dalam investasi  investor memiliki banyak cara. Anda bisa melakukan strategi pengelolaan secara aktif dengan harapan bisa mengalahkan IHSG dalam jangka panjang. Cara ini bisa benar, bisa juga tidak sangat tergantung bagaimana kedisiplinan investor dalam menerapkan strategi dan cara yang dipergunakannya. Namun bagi anda yang malas dan merasa seharusnya ini pekerjaan Manajer Investasi, anda bisa mempercayakan pengelolaan tersebut kepada mereka yang paling tidak sudah terbukti secara jangka panjang mampu mengalahkan pasar. Cara ini tidak sesulit strategi pengelolaan aktif yang membutuhkan pengawasan secara intensif, cukup komitmen pada investasi jangka panjang.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog

Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh

Sumber data : http://www.infovesta.com

 

22 thoughts on “Sell In May and Go Away – Update 2015

  1. cara sell in may & go away ini jika dilihat memang membutuhkan keaktifan penuh dari pihak investor untuk mengawasi dua instrumen (saham & obligasi)
    namun apabila sell in may & go away ini dimasukkan ke dalam dua jenis reksadana yang berlainan (misal RD Saham & RD Pendapatan Tetap), seberapa besar tingkat return dan resiko yang dihasilkan pak?
    harapannya tentu tidak lain kita bisa sedikit santai dalam mengurusi instrumen investasi kita

    Like

  2. @Dion
    Salam Pak Dion,

    Strategi di atas memang menggunakan RD Saham dan Pendapatan Tetap. Kinerja RD Saham direpresentasikan dengan IHSG dan RD Pendapatan Tetap direpresentasikan Indeks Obligasi.

    Risikonya memang adalah hasil investasi reksa dana bisa sama, lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan indeks acuan. Dan yang namanya strategi investasi aktif, investor memang tidak bisa santai karena meskipun investasinya di reksa dana, tetap diperlukan pengelolaan.

    Jika ingin santai, maka pilihannya adalah Buy and Hold.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  3. Malam pak Rudi,
    Berkaitan dengan artikel bapak ini,
    saya baru saja memindahkan paket Investasi saya di DPLK Muamalat dari paket A ke paket C.
    Yg dimana paket A adalah 100% dana disalurkan ke deposito syariah. Sedangkan paket C disalurkan maksimal 80% ke reksadana.
    Asumsi saya, bahwa saat ini adalah buying time, dimana kecenderungan harga saham sedang minimal. Dimana kedepannya saya mungkin akan cenderung agresif dan oportunies dengan melakukan sell in may and go away.
    Oh ya, investasi saya rencananya jangka panjang pak, di range waktu 15 hingga 25 tahun dengan autodebet per bulan 600rb.

    Pertanyaan saya,
    1.Apakah menurut bapak strategi sy cukup relevan ?
    2.Saya mungkin akan melihat kondisi pasar, dimana boleh jadi dalam periode tahun yg sama, sy tidak akan mengganti instrumen investasi saya. Parameter apa yg hrs saya pertimbangkan pak ? Apakah hanya nilai saham, obligasi, atau ada hal lainnya mengingat investasi sy jangka panjang ?
    3.Saya berencana ingin menambah investasi lainnya pak, Alhamdulillah saya ada rezeki lebih. Mohon advice dari bapak, apakah bijak jika saya lari ke investasi reksadana (lagi) atau lebih memilih property mengingat kenaikannya cukup tinggi dalam satu dasawarsa terakhir.

    Terima kasih pak.
    Mohon maaf saya awam, jadi pertanyaan saya agak panjang.

    Like

  4. @Sigma
    Malam Pak Sigma,

    Terkait pertanyaan anda :
    1. Tidak relevan karena strategi market timing menurut saya lebih cocok jika dilakukan oleh investor yang sudah dalam tahapan capital preservation atau High Net Worth Individual. Apabila masih belum sebaiknya tetap dengan strategi cost averaging. Definisinya anda bisa baca http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/06/21/strategi-investasi-reksa-dana-asset-allocation/
    Namun untuk tujuan pensiun yang asumsi saya baru akan tercapai lebih dari 5 tahun lagi, maka adalah tepat jika menyiapkan lewat reksa dana saham.

    2. Referensinya bisa artikel no 1 di atas, tapi saya tetap berpendapat jika itu hanya cocok jika dilakukan oleh investor yang sudah masuk kategori HNWI. Jika sebaiknya fokus pada reksa dana sesuai tujuan investasi. Kalau memang jangka panjang, ya reksa dana saham. Tidak perlu melihat timing.

    3. Setiap investasi tambahan sebaiknya sudah dihitung apakah sudah mencapai tujuan keuangan atau tidak. Bagaimana caranya anda bisa baca http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/04/21/perencanaan-investasi-dengan-reksa-dana-do-it-yourself/

    Mengenai reksa dana atau properti, disesuaikan dengan pemahaman. Kalau lebih mengerti properti sebaiknya berinvestasi di sana dan sebaliknya.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  5. Selamat Siang Pak Rudi,
    Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas buku2 yang disusun oleh Pak Rudi karena buku-buku2 tersebut benar2 memberikan penjelasan tentang Reksadana kepada pemula macam saya ini.
    Jika saya membaca tulisan Pak Rudi, Di buku pertama anda menyinggung tentang Sell In May and Go Away, sementara di buku kedua anda melakukan perbandingan antara Metode Buy and Hold dengan Market Timing menggunakan MA, RSI dll. Di buku kedua ini metode Buy and Hold tetap lebih unggul.
    Baru-baru ini saya juga membaca sebuah tulisan mengenai Dollar Cost Averaging (DCA) dalam Investasi Reksadana dan dikembangkan menjadi First 3 Months-Dollar Cost Averaging (F3M-DCA) yang menyarankan investor untuk berinvestasi di RDPU selama 1 tahun setelah itu hasilnya dipindah ke RD Saham yang dinilai bagus untuk Investasi jangka panjang.
    yang saya tanyakan Pak, jika menggunakan data-data historis yang bapak Rudiyanto miliki, manakah yang lebih efektif ? Sell in May and Go Away, Buy and Hold atau F3M-DCA ?

    Terima Kasih

    Like

  6. @gunawan
    Selamat Siang Pak Gunawan,

    Terima kasih telah membaca buku saya. Terus terang saya tidak begitu mengerti dengan teori F3M-DCA tersebut, tapi kalau dari namanya apa mungkin itu cicil reksa dana saham 3 bulan pertama terus pegang RDPU selama 1 tahun? Agak janggal menurut saya. Untuk apa juga hanya cicil reksa dana selama 3 bulan terus dialihkan ke RDPU selama 1 tahun ?

    Tapi secara teori, agak sulit untuk dibandingkan karena yang satu pakai sejumlah lump sum yang satu lagi pakai cara dicicil. Paling gampang adalah asumsikan modalnya sama, kemudian bandingkan hasil akhirnya dalam jangka panjang. Mana yang paling tinggi maka itu yang terbaik.

    Karena saya tidak begitu paham, mungkin bisa minta kepada penemu teori tersebut untuk melakukan perbandingan langsung. Kalau dari Sell in May and Go Away vs Buy and Hold bisa dilihat di artikel atas bukan?

    Semoga bermanfaat

    Like

  7. Selamat siang pak rudi…

    Terkait rencana kenaikan fed rate bulan desember 2015 ini, apakah resikonya bagi sy yg ingin beli RD lagi via internet banking di bulan november ini?
    Sy berinvestasi pada reksadana saham dan reksadana campuran dlm mata uang rupiah pak. Apakah ini saat yg tepat bagi sy untuk beli?
    Selain top up bulanan, sy jg membeli melalui internet banking pak.
    Profil RD sy growth & high growth dan moderat & balance dengan efek RD sy diantaranya pada perbankan besar, kesehatan, perumahan, unilever, telkom dan indofood.

    Karena saat ini sy msh belajar berinvestasi reksadana, jd sy mohon arahan dari bapak.

    Terima kasih sebelumnya pak rudi.

    Like

  8. @wenny
    Selamat Malam Ibu Wenny,

    Kalau menurut saya sejak awal cara investasi anda kurang tepat.
    Seharusnya anda cek kesehatan keuangan dulu
    http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2010/11/04/sehat-dulu-investasi-kemudian/

    Lalu buat rencana investasi reksa dana untuk mencapai tujuan keuangan dan menjalankannya secara disiplin
    http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/04/21/perencanaan-investasi-dengan-reksa-dana-do-it-yourself/

    Untuk lebih detailnya anda bisa berkonsultasi dengan agen penjual anda, saya yakin mereka bisa memberikan penjelasan secara komprehensif dan membantu anda membuat tujuan keuangan.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  9. @Rudiyanto
    “Agak janggal menurut saya. Untuk apa juga hanya cicil reksa dana selama 3 bulan ‘terus dialihkan’ ke RDPU selama 1 tahun ?”

    Kalau yg saya pahami dari Ebook-nya sih ‘KEBALIKAN’ dari yg Pak Rudi sebut itu..

    Kita ‘nabung’ (i.e. ini istilah dia) dulu tiap bulan di RDPU selama setahun (tahun T).. Lalu di tahun berikutnya (tahun T+1) akumulasi tabungan tadi diinvestasikan di RDS dg cara F3M tsb.. Sementara, selama tahun T+1 itu, tetap nabung di RDPU utk topup di RDS itu di tahun T+2 dg cara F3M juga, begitu seterusnya..

    Pilihan mereknya ngga bertahan yg itu-itu aja.. Dia saranin utk RDPU direview setahun sekali, utk RDS direview tiga tahun sekali..

    Intinya itu yg saya pahami.. kalau pembuatnya baca nemu ada yg belum bener, mohon dikoreksi.. 🙂

    Like

  10. halo pak Rudi,

    Saya masih pemula
    Saya mau tanya :
    1. NAB yang digunakan yang bulanan atau 6 bulanan ? bedanya apa ya pak?
    2. Minimal berinvestasi pada reksa dana panin dana maksima berapa rupiah?

    terima kasih.

    Like

  11. @Dada
    Salam Dada,

    Kalau memang sesuai penjelasan kamu, berarti tabung di RDPU 1 tahun terus cicil ke RDS 3 bulan dan lakukan secara berulang?

    Kalau menurut saya itu strategi tetap janggal karena menyarankan investasi saham hanya 3 bulan, udah itu dicicil pula. Uang untuk mencicil itu dikumpulkan dengan cara dicicil setiap tahun. Jadi rasanya selain janggal, juga kompleks. Tapi silakan saja, zaman sekarang memang banyak orang yang mencoba menemukan strategi investasi baru. Semoga memang hasilnya lebih baik daripada strategi investasi yang konvensional.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  12. Selamat siang pak Rudiyanto,,,tulisan tulisannya sangat mengedukasi,,,mohon penjelasannya yg detil mengenai strategi ini,sy baru mau mencoba menerapkannya,,TERIMA KASIH.

    Like

  13. Apa beli RDS di bulan november-april,,,dan menahannya,lalu cicilan selanjutnya beli RDPT di bulan mei-oktober,, dan menahannya,,,terus begitu seiring tahun berjalan sampai tujuan tercapai,,,mohon pencerahannya pak?

    Like

  14. Selamat siang pak Ruditanto, saya sedang butuh referensi buku yg membahas tentang sell in may and go away. Bs dibantu? Terimakasih

    Like

  15. @Benny
    Salam pak Benny,

    Dalam skenario 1 dan 2 di atas, menggunakan IHSG sebagai acuan saham dan Infovesta Government Bond Index (IGBI) sebagai acuan untuk obligasi.

    Untuk Panin Dana Maksima dilakukan pada skenario lainnya.

    Semoga bermanfaat

    Like

Leave a comment