Mengelola Keuangan Dengan Prinsip 10 – 20 – 30 – 40

Prinsip 10 - 20 - 30 - 40

Perencanaan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan investasi. Sebab darimana uang untuk investasi jika gaji sudah terlanjur dihabiskan semua. Oleh karena itu, sebelum melakukan investasi, yang pertama kali harus dilakukan seharusnya adalah bagaimana mengelola keuangan, tepatnya mengelola pendapatan kita dengan baik.

Untuk pengelolaan keuangan, saya banyak belajar dari Financial Planner baik yang independen ataupun dari rekan-rekan kantor saya yang sudah memiliki sertifikasi perencanaan keuangan. Khusus untuk topik yang saya sharing kali ini, saya belajar rekan saya di Panin Asset Management yaitu pak Ronald Marthin Hutagaol CFP®, QWP®, AEPP® yang juga bersama-sama saya mengadakan seminar Cerdas Mengelola Keuangan 2016 Bali pada bulan Januari yang lalu.

Pada prinsipnya, yang namanya pendapatan harus dihabiskan. Hanya saja cara untuk menghabiskannya harus tepat. Jika tidak, jangankan untuk berinvestasi, untuk kebutuhan sehari-hari saja mungkin kita harus terpaksa berutang untuk memenuhinya. Cara untuk menghabiskan pendapatan yang baik adalah menggunakan prinsip 10 – 20 – 30 -40. Seperti apa prinsip ini?

10 - Untuk Kebaikan10% – Kebaikan

Misalkan anda baru mulai bekerja dan mendapatkan gaji sebesar UMR Jakarta yaitu Rp 3.1 juta. Dari uang makan, uang transport dan komisi katakanlah anda bisa mengantongi Rp 5 juta per bulan. Maka angka 10 dari Prinsip 10 – 20 – 30 – 40 ini adalah anda wajib menghabiskan 10% dari pendapatan Rp 5 juta tersebut yaitu Rp 500.000 untuk hal yang sifatnya kebaikan.

Apa saja kategori yang bisa disebut Kebaikan ? Menurut saya bisa ada banyak. Mulai dari sumbangan yang diberikan setiap minggu ketika anda mengunjungi Mesjid, Wihara, Gereja, Pura, ataupun tempat Ibadah lainnya. Kemudian uang yang diberikan untuk Badan Amal yang legal, pengelola panti jompo, panti asuhan dan panti lainnya yang membantu orang yang membutuhkan.

Selain hal di atas, menurut saya asuransi sosial yaitu BPJS Kesehatan juga merupakan tempat untuk berbuat kebaikan. Sebab prinsip dari Asuransi adalah orang yang sehat menyantuni orang yang tidak sehat. Jadi premi asuransi yang anda bayarkan digunakan untuk memberikan fasilitas kesehatan kepada orang yang melakukan klaim. BPJS Kesehatan membantu penerimanya tanpa melihat historis kesehatan sangat berbeda dengan asuransi kesehatan lain yang komersial. Saking banyaknya masyarakat yang melakukan klaim, tahun lalu bahkan BPJS Kesehatan mengalami defisit.

Dengan membayar BPJS Kesehatan, berarti secara tidak langsung kita ikut menyantuni masyarakat yang tidak / kurang mampu untuk memperoleh fasilitas kesehatan dan menurut saya merupakan salah satu bentuk kebaikan juga. Buat anda yang sudah bekerja di perusahaan formal, kalau tidak salah harusnya sudah dipotong 1% dari gaji dan sisanya sebesar 4% ditanggung perusahaan. Bagi anda yang agak beruntung karena mendapat asuransi kesehatan komersial dari kantor, sebenarnya juga bisa membayar BPJS Kesehatan dengan memasukkan nama orang tua, pembantu, saudara, ipar dan lainnya. Keterangan mengenai besaran biaya bisa dibaca di situs BPJS Kesehatan.

Jangan dilupakan juga dengan Orang Tua. Sebagai pihak yang telah melahirkan dan membesarkan kita, orang tua adalah tempat untuk menanamkan kebaikan yang tiada taranya. Jadi dengan memberikan sebagian pendapatan kita kepada orang tua juga merupakan salah satu bentuk kebaikan. Jika orang tua sudah tiada, bisa ke adik, keponakan atau keluarga kita yang membutuhkan. Pemberian juga harus bijaksana juga tentunya.

Kombinasi dari seluruh hal di atas tentu tidak sedikit, tapi usahakanlah agar setidaknya 10% dari pendapatan kita bisa disisihkan untuk hal yang sifatnya kebaikan.

 

20 - Untuk Investasi20% – Asuransi, Investasi dan Dana Darurat

Untuk anda yang menjadi tulang punggung keluarga, maka sebaiknya adalah memiliki dana darurat sebesar 6 – 12 kali pengeluaran untuk yang sudah berkeluarga atau 3 – 6 kali yang masih lajang.Dana darurat bisa disimpan pada instrumen yang aman dan mudah dicairkan seperti tabungan, deposito, reksa dana pasar uang dan emas. Namun setidaknya sebagian kecil dari dana darurat tersebut sebaiknya ditempatkan di tabungan yang mudah dicairkan.

Selanjutnya adalah memiliki asuransi jiwa dengan uang pertanggungan paling tidak 10 – 15 tahun pengeluaran. Baru setelah itu melakukan asuransi. Untuk asuransi kesehatan dan penyakit kritis sebaiknya punya namun jika kalau tidak ada bisa menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Tapi jika anda ingin memiliki pelayanan asuransi dari rumah sakit swasta, maka asuransi komersial bisa menjadi pertimbangan. Cara yang lebih efisien untuk menjaga risiko tersebut adalah dengan hidup sehat, pikiran positif, selalu bahagia dan rajin berolah raga.

Baru setelah dana darurat dan asuransi dimiliki sisanya baru kita melakukan investasi. Investasi juga bisa dibagi menjadi 2 macam. Jika kita masih baru berkarir, maka investasinya difokuskan pada pengembangan diri. Jangan ragu untuk ikut seminar, kursus, pelatihan atau membaca buku yang bisa meningkatkan kemampuan kita. Sebab dengan demikian, kita bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik dari pemberi kerja ataupun memiliki usaha yang sukses.

Untuk anda yang sudah cukup berumur, baik yang fokus di pekerjaan ataupun berwirausaha baru kita fokus pada investasi membangun aset produktif seperti reksa dana. Kita juga bisa menyiapkan dana darurat, asuransi dan investasi sekaligus, namun patokannya adalah sekitar 20% dari pendapatan anda.

30 - Cicilan Produktif30% – Cicilan Produktif

Dengan harga tanah dan properti yang semakin meningkat, adalah hampir tidak mungkin bagi kebanyakan masyarakat Indonesia untuk bisa memiliki aset tanpa harus berutang. Jadi memiliki Kredit Kepemilikan Rumah atau Kredit Kepemilikan Apartemen adalah hal yang wajar. Kemudian sarana tranportasi umum di Indonesia juga tidak bagus2 amat. Jadi sampai kereta api cepat, MRT jadi, rasa-rasanya kendaraan masih akan menjadi kebutuhan. Demikian pula cicilan untuk memiliki kendaraan bermotor tersebut.

Sepanjang hutang yang kita miliki adalah untuk pembelian aset yang sifatnya produktif dan menunjang pekerjaan dan besarnya cicilan per bulan tidak melebihi 30% dari penghasilan masih bisa dikatakan wajar.Menurut saya, sewa rumah juga bisa dimasukkan dalam kategori ini. Bedanya jika KPR kita mencicil sampai dengan waktu tertentu, sementara kalau sewa kita mencicil seumur hidup.

Bagaimana kalau lebih dari 30% dan masih tetap disetujui oleh bank? Sebenarnya tidak apa2 juga tapi anda harus sadar bahwa anda mengambil risiko.

Risiko yang paling besar adalah bagaimana jika tiba2 anda kehilangan pekerjaan karena kondisi perusahaan sedang kurang baik? Ingat karena krisis harga minyak, pekerjaan yang dulunya mapan di bidang perminyakan juga tidak selamat dari PHK. Bahkan untuk perusahaan besar yang tidak bergerak di bidang minyak juga bisa terpengaruh perkembangan teknologi. Ingat bagaimana teknologi CD dan DVD membuat perusahaan kaset tutup dan perkembangan internet membuat perusahaan penjual DVD tutup? Siklus seperti ini masih akan terus ada.

Cara yang aman adalah menjaga cicilan tidak lebih dari 30% penghasilan dan memiliki dana darurat untuk menghindari risiko tersebut.

 

40 - Kebutuhan Hidup40% – Kebutuhan Hidup

Untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari biaya makan minum, air dan listrik, tranportasi, rekreasi, dan lain-lain usahakan sebesar 40% dari penghasilan. Jika UMR jakarta adalah Rp 3,1 juta dan anda tidak memiliki penghasilan tambahan sama sekali, maka kira-kira 40% x Rp 3,1 juta = Rp 1.24 juta dihabiskan untuk kebutuhan hidup. Cukup atau tidak? Itu pertanyaan yang sangat relatif. Kalau dibilang tidak cukup, buktinya masih terdapat penduduk Jakarta yang mendapat penghasilan sekian dan masih bertahan hidup.

Kalau dibilang kurang, ya untuk Jakarta penghasilan sebesar apapun bisa tidak cukup. Sebagai contoh, jika anda senang makan di Mal di kawasan Pacific Place Jakarta, sekali makan setidaknya Rp 200 – 300rb per orang dan itu minimal. Kecuali anda makan di kantin karyawan di basement parkir mobilnya, mungkin Rp 15-20 rb masih bisa dapat. Kalau setiap hari makan di mal tersebut, maka Rp 10 juta per bulanpun saya yakin masih kurang.

Ada banyak cara untuk mensiasati hal ini, mulai dari memasak dan makan ramai2 di kos2an, makan dengan menu vegetarian, naik kendaraan umum, atau jangan sering-sering jalan-jalan.

Bagaimana jika angka di atas tidak bisa diterapkan karena kurang?

Sekali lagi, yang namanya angka selalu relatif. Namun jika menurut anda angka tersebut kurang menurut saya yang bisa dilakukan antara lain

  1. Menurunkan gaya hidup – karena tuntutan untuk “bergaya” dalam hidup, terkadang sebagian orang menghabiskan uang lebih banyak dari kemampuannya. Dengan menurunkan gaya hidup seperti menggunakan HP yang lebih murah, tidak makan di restoran, tidak sering jalan-jalan ke mal dan lainnya biaya kebutuhan hidup bisa dikurangi.
  2. Membedakan Keinginan dengan Kebutuhan – karena tidak bisa membedakan antara Keinginan yang tidak ada juga tidak apa2 dengan Kebutuhan yang kalau tidak ada kita tidak bisa bekerja atau bahkan mati, banyak penghasilan yang dihabiskan untuk memenuhi keinginan. Yang namanya keinginan itu tidak terbatas, dengan belajar mengendalikan keinginan secara tidak langsung juga membantu kita menghemat pengeluaran yang sebenarnya tidak perlu.
  3. Meningkatkan Penghasilan – kalau semuanya sudah dilakukan dan masih tidak cukup, berarti ini tanda bagi anda untuk meningkatkan penghasilan. Silakan bekerja lebih keras, lebih giat dan lebih smart untuk bisa mendapatkan kenaikan penghasilan.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog

Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh

New Blog : www.ReksaDanaUntukPemula.com

Sumber Gambar : Istockphoto

33 thoughts on “Mengelola Keuangan Dengan Prinsip 10 – 20 – 30 – 40

  1. Salam pak Rudi,

    Tulisan pak Rudi ini sangat bermanfaat, Pak, karena simpel sehingga praktis, dan relevan untuk semua kelompok pendapatan.

    Pak Rudi, mohon pendapatnya. Saya pernah membandingkan nilai UP asuransi unit link yang hampir seluruh preminya dialokasikan untuk biaya asuransi jiwa, dibanding reksadana (misal RD pendapatan tetap). Tampak jika seseorang berusia awal 30-an menyisihkan sebagian pendapatannya untuk as.jiwa dibanding reksadana, maka pada tahap yg sekitar 30-35th pertama, nilai UP lebih besar dari perkiraan nilai investasi. Namun pada tahun-tahun kemudian, nilai perkiraan investasi melebihi nilai UP.

    Hal yang lebih ekstrim terdaji jika pembandingnya adalah RD Saham. Dimana nilai UP hanya bisa mengungguli investasi RD pada 20-25th pertama.

    Padahal, usia harapan hidup rata2 lebih dari 65th. Jika demikian, bisakah dikatakan bahwa reksadana sebenarnya memiliki juga fungsi “proteksi” dari asuransi, yang bahkan lebih bernilai dari asuransi pada tahun2 usia lanjut?

    Maksud saya, selama ini buku2 keuangan selalu menekankan bahwa asuransi jiwa lebih penting, dan dana yang ada harus disisihkan pertama2 untuk asuransi jiwa, barulah investasi.

    Bagaimana pendapat pak Rudi bijakkah jika seseorang imgin mendapat manfaat “Proteksi” dari reksadana saja dan tidak membeli asuransi jiwa? Memang nilai reksadana pada tahun-tahun awal akan sangat kecil dibanding UP asuransi jiwa dengan asumsi dana yg disisihkan sama (apakah sebagai investasi berkala atau premi berkala), namun nilai investasi reksadana jauh-jauh mengungguli UP pada tahun2 yang lebih lanjut.
    Terima kasih sebelumnya, Pak Rudi.

    Like

  2. Maaf ralat, maksud saya adalah bahwa UP asuransi jiwa mengungguli RD pendapatan tetap hanya HINGGA tahun ke 30-35,

    Dan pada kasus reksadana saham, UP asuransi jiwa mengungguli RD saham hanya HINGGA 20-25th.

    Asumsi return masing2 RD adalah 8% dan 15%

    Like

  3. @Budi
    Selamat malam pak Budi,

    Terima kasih atas apresiasinya.

    Terkait pertanyaan anda, menurut saya fungsi dari asuransi adalah untuk memproteksi orang dari risiko ketidakpastian seperti masuk rumah sakit, perawatan penyakit kritis dan meninggal.

    Apa yang diproteksi? Kalau masuk rumah sakit atau perawatan penyakit kritis ya orang tersebut. Jangan sampai harus berutang untuk membayar seluruh biaya tersebut dan malah tambah sakit lagi karena pusing memikirkan tagihan rumah sakitnya. Kalau menurut saya, UP yang wajar untuk penyakit kritis adalah sekitar Rp 300 – 500 juta. Besar atau kecil memang relatif, tapi setidaknya untuk kasus penyakit kritis yang membutuhkan perawatan seumur hidup seperti gagal ginjal sehingga harus cuci darah, setiap bulan setidaknya dibutuhkan Rp 5 – 7 juta, UP di atas dapat cukup untuk beberapa tahun. Sambil jalan, penderita atau keluarga penderita dapat memikirkan jalan keluarnya dari pendapatan yang diterim setiap bulannya.

    Zaman sekarang ini, berkat BPJS Kesehatan yang dicanangkan oleh Presiden SBY dan dilanjutkan oleh Presiden Jokowi, jika anda tidak keberatan masuk rumah sakit umum dan ikut antri, tanpa asuransi pun bisa tetap dilindungi. Tapi ya, harus mengikuti aturannya seperti ke Puskesmas terlebih dahulu dan tidak bisa dapat kamar VIP.

    Kalau meninggal, yang diproteksi adalah keluarga dari orang yang ditinggalkan. Ibaratnya secara finansial keluarga tersebut masih sama dengan ketika sebelum tertanggung meninggal. Untuk berapa lama? Kalau menurut saya sekitar 10 – 15 tahun pengeluaran. Misalkan suatu keluarga memiliki pengeluaran Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun, maka uang pertanggungan asuransi jiwa yang wajar adalah Rp 1,2 M sampai dengan Rp 1,8 M.

    Misalkan ada seseorang yang memiliki profil di atas dan kebetulan saat ini dia sudah punya deposito senilai Rp 2 – 2,5 M di bank, menurut saya bahkan dia tidak perlu punya asuransi jiwa, kesehatan dan penyakit kritis. Sebab jika terjadi risiko sakit atau kematian, bisa menggunakan uang tersebut dan keluarganya sudah terlindungi.

    Tapi jika yang bersangkutan tidak punya aset sama sekali atau punya tapi nilainya kecil, menurut saya asuransi itu sebaiknya dimiliki. Sebab jika tidak mati, masuk rumah sakit atau terdeteksi penyakit kritis selama 20 – 35 tahun ke depan memang lebih menguntungkan di reksa dana, tapi bagaimana jika di tengah-tengah terjadi “sesuatu yang tidak diharapkan” ?

    Demikian semoga bermanfaat

    Like

  4. Pak Rudi, apa bedanya dalam tulisan ini, antara cicilan produktif dg investasi, Pak?
    Jika saat ini sdg tidak ada cicilan, apakah bisa alokasinya diubah ke investasi? Atau sebaiknya kemana dari keempat pembagian di atas?

    Like

  5. @Tony
    Selamat Malam Pak Tony,

    Cicilan itu berarti kita berutang dan menyicil ke bank.
    Kalau menyicil ke reksa dana tiap bulan itu bukan cicilan produktif, tapi investasi.

    Kalau saat ini tidak ada cicilan, selamat pak. Kalau kondisi finansial anda bagus, dalam arti tempat tinggal sudah ada, biaya nikah sudah ok, pendidikan anak sudah tidak jadi soal, dan pensiun sudah mantap, maka menurut saya bisa anda tingkatkan kualitas hidup dengan alokasi yang lebih banyak ke biaya hidup. Tapi jika sudah cukup juga dan tidak tahu mau diapakan, saran saya anda bisa meniru perilaku para orang terkaya di dunia yaitu dengan mengamalkannya.

    Semoga bermanfaat

    Like

  6. Hallo Pak Rudi,

    Saya karyawati swasta, lajang 26 tahun, dengan THP per bulan 6 juta. Setelah dikurangi dengan biaya kos, kiriman ke ortu dan amal sedekah, biaya transportasi dan kehidupan sehari2, saya bisa berinvestasi 2 – 2,5juta/bulan, walaupun sering tidak rutin. Saya mempunyai investasi reksa dana berbasis saham dan saham skrg 33juta. Untuk asuransi kesehatan sudah dpt dri kantor plus JHT dan JP dari BPJS Ketenagakerjaan dan saya belum memiliki cicilan krn saya sangat berharap cicilan pertama saya nantinya adalah cicilan rumah pertama.
    Menurut Bapak, bagaimana saya bisa mempersiapkan kapasitas saya agar pada umur 30 tahun nanti saya bisa membeli rumah yang layak (bukan RSSS)?Apakah saya perlu pindah tempat kerja untuk mendapatkan income yang lebih? Atau saya harus mengganti gaya berinvestasi saya?

    Terima kasih sebelumnya.

    Like

  7. @Tri
    Salam Ibu Tri,

    Terima kasih telah berbagi disini.

    Terlepas dari tujuan keuangan anda utk bisa beli rumah 4 tahun yang akan datang, bisa berinvestasi Rp 2 – 2.5 juta per bulan dengan gaji Rp 6 juta per bulan adalah sesuatu yang sangat luar biasa.

    Dengan pendapatan Rp 15 juta sekalipun, orang yang tinggal di kota metropolitan di Jakarta belum tentu sanggup menabung sejumlah uang yang anda sisihkan setiap bulannya. Apalagi itu sudah termasuk porsi ke orang tua, amal dan sedekah.

    Terkait rencana anda beli rumah, boleh tahu sudah ada rumah / apartemen yang anda taksir dan dicek harganya berapa? Nanti saya bantu hitungkan.

    Kalau pindah tempat kerja untuk pendapatan yang lebih baik adalah pilihan. Yang perlu menjadi pertimbangan antara prospek kerja di tempat anda sekarang, dukungan atasan, lingkungan kerja, peluang untuk maju, biaya tranportasi dan lain2 di tempat kerja baru, dan sebagainya. Yang paling baik tentu saja tetap bekerja di tempat yang kita nyaman dengan penghasilan yang kita inginkan.

    Soal gaya investasi, anda itu sudah luar biasa. Kalau bisa, pada saat pendapatan meningkat nanti porsi investasi juga bisa bertambah sesuai proporsinya.

    Terima kasih

    Like

  8. Dear Pak Rudiyanto,

    Terima kasih atas tanggapannya.

    Sebagai karyawan yang bekerja di Jakarta, saya cukup merasakan tekanan hedonisme yang tinggi di ibukota ini. Saya berusaha siasati dengan misalnya nonton movie buy 1 get 1 dgn cc ataupun sesekali makan di tempat mewah dengan promo melalui voucher ataupun dgn cc.

    Mungkin Bapak tidak setuju dengan saya, tpi bagi saya hrga properti (rumah/apartemen) di Jakarta sudah sangat cukup mahal sekali. Saya tidak tahu apakah ini sudah bubble? Bagi kalangan seperti saya, mungkin apartemen/rumah yang bisa saya beli ada di kota penyangga.

    Saya sempat cek, kalau harga rumah tipe 45 di Depok harga pasarannya sekitar 500 – 600 Juta saat ini (berharap nantinya commuting ke tempat kerja di Jakarta akan smakin lancar dengan selesainya double track KRL Manggarai, ataupun nanti MRT&LRT kita akan selesai).
    Menurut Bapak, bagaimana saya mempersiapkan untuk pembelian rumah ini?
    Krn setahu saya pemerintah baru menyentuh kalangan MBR gaji maksimal 4 juta untuk rumah tapak atau maksimal 7 juta untuk rumah susun melalui KPR Sejahtera dengan DP ringan. Sedangkan saya berharapnya memiliki landed house agar bisa diwariskan ke keturunan saya nantinya, tapi gaji saya sudah diatas 4 juta.

    Apakah menurut Bapak kedepannya harga properti terutama rumah akan turun harganya, misalnya pemerintah ikut campur tangan aktif dalam kebijakan pengendalian harga atau bagaimana yah?

    Terima kasih sebelumnya.

    Like

  9. @Tri
    Salam Ibu Tri,

    Kalau dengan gaji Rp 6 juta dan bisa investasi 2 – 2.5 juta per bulan itu lebih luar biasa lagi. Kalau tidak tinggalnya dengan orang tua rasanya tidak akan dapat penghematan sebesar itu.

    Kalau mengenai harga rumah, tergantung juga. Kalau dibilang mahal, memang benar. Tapi rasanya kalau bubble sih tidak. Yang ada mungkin sulit untuk naik, tapi mau turun juga susah. Jadi sudah menjadi kenyataan yang harus kita hadapi bahwa kalau pendapatannya tidak bisa menembus Rp 20 – Rp 30 juta per bulan baik dari gaji maupun komisi, adalah sangat sulit untuk bisa punya rumah idaman di Jakarta.

    Dengan gaji segitu juga sebenarnya masih tetap susah. Sebab harganya memang sudah tidak masuk akal. Jadi bisa saja seperti di luar negeri, kontrak untuk jangka waktu yang lama atau tinggal di rumah mertua indah.

    Kembali ke tujuan keuangan anda, katakan anda ingin punya rumah seharga Rp 600 juta 4 tahun mendatang. Dengan asumsi anda berinvestasi di reksa dana campuran dengan asumsi return 14%, maka jumlah investasi bulanan yang diperlukan adalah sekitar Rp 9.5 juta per tahun. Dimana dengan kondisi anda sekarang, itu tidak cukup.

    Kalau misalkan anda mau beli rumah tersebut dengan cicilan, dengan asumsi setelah 4 tahun harga masih sama, dan syarat DP adalah 30% (termasuk biaya notaris dll), maka yang bisa harus disisihkan adalah 30% dari Rp 9.5 juta atau 2.85 juta.

    Jika anda mampu menyisihkan Rp 2.85 juta per bulan selama 4 tahun atau total Rp 136.8 juta ditambah dengan hasil pengembangan reksa dana campuran dengan asumsi 14%, hasilnya diperkirakan menjadi Rp 184 juta. Angka ini seharusnya sudah cukup bagi anda untuk bisa DP rumah senilai Rp 600 juta. Nilai ini belum memperhitungkan investasi reksa dana senilai Rp 30 jutaan yang sudah ada miliki.

    Kalau selama 4 tahun ini penghasilan anda meningkat, tentu nilai yang bisa disisihkan menjadi lebih besar. Hal ini akan membantu anda untuk lebih cepat memperoleh rumah idaman.

    Jadi daripada berfokus pada apakah harga rumah akan turun atau tidak, lebih baik berfokus pada bagaimana meningkatkan penghasilan dan nilai investasi untuk mengejar kenaikan harga kebutuhan tersebut.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  10. Pak Rudi,
    portofolio keuangan saya seperti ini:
    1. Biaya hidup = 26,44%
    2. Cicilan rumah = 37,40%
    3. Unit Link (Asuransi + Investasi) = 13,03%
    4. BPJS Kesehatan (Asuransi) = 2,06%
    5. Reksa Dana (Investasi) = 21,07%

    Dari portofolio keuangan diatas, memang rasio Cicilan/Utang (Rumah) masih diatas 30%. Dengan penghasilan gaji tetap sekarang, saya harus mendapatkan tambahan penghasilan tetap sebesar 1 juta rupiah supaya rasio Cicilan/Utang saya turun ke 30%.

    Yang masih dilema buat saya adalah tentang Unit Link yang sudah berjalan sejak MARET 2011. Nilai investasi posisi 21 Sept 2016 sekitar 18jt-an, jumlah setoran total sekitar 33jt. Disatu sisi memang ada PROTEKSI (Asuransi Jiwa), tapi sekarang saya sudah punya BPJS Kesehatan. Walaupun BPJS Kesehatan bukan asuransi jiwa, tapi setidaknya untuk proteksi kesehatan sudah bisa diandalkan untuk saya. Proteksi Unit Link untuk ASuransi Kesehatan juga hanya untuk Rawat Inap saja, sementara untuk Rawat Jalan tidak di-cover.

    Setelah sekitar 14 bulan rutin menabung (mencicil) Reksa Dana Saham (RDS), saya lihat return sangat bagus. Saya ikut dua RDS, yang satu kinerjanya bagus (18%) sementara yang satu lagi biasa saja (7%). RDS yang dua ini saya alokasikan untuk DANA DARURAT.

    Rencananya saya pengen sekali menutup Unit Link dan mengalihkan nilai investasi (18jt-an) ke RDS. Sehingga nilai investasinya bisa maksimal. Nilai investasi yang maksimal ini bisa saya gunakan untuk meng-cover biaya PENSIUN dan Pelunasan Biaya Haji (masa tunggu 15 tahun).

    Menurut Pak Rudi gimana sebaiknya, apakah tepat jika Unit Link saya tutup dan dialihkan ke RDS (jangka panjang). Saya ikut RDS dengan cara mencicil rutin setiap bulan.

    Terima Kasih

    Like

  11. @Chev
    Selamat malam Pak Chev,

    Terima kasih atas sharing kondisi dan rasio keuangan anda disini.

    Untuk unit link, sebenarnya jika anda merasa bahwa proteksi kesehatan sudah bisa tercukupi dari BPJS Kesehatan maka unit link tidak dilanjutkan tidak apa2. Meski demikian, tidak dilanjutkan bukan berarti harus ditutup.

    Uang Rp 18 juta yang sekarang menjadi nilai tunai akan dipotong premi asuransi. Besarnya premi asuransi bukan senilai cicilan, tapi besarnya bisa 30% – 50% nilai cicilan. Dengan demikian, uang anda akan berkurang pelan2 sampai habis. Selama proses pemotongan tersebut, nilainya bisa naik turun lagi sesuai naik turunnya harga saham dan obligasi.

    Referensi pemotongan premi bisa anda baca contoh kasusnya di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/06/04/my-experience-with-unit-link-2/

    Apa manfaatnya? Selama nilai tunai masih mencukupi, anda masih bisa mendapat manfaat proteksi asuransi jiwa dan rawat inap. Memang uangnya habis, tapi paling tidak, kita terlindungi manfaat asuransi selama beberapa tahun mendatang. Anggap saja uang ini uang hilang.

    Memang kelihatannya kalau uang tersebut dicairkan dan masuk ke reksa dana, hasil keuntungannya bisa maksimal. Tapi namanya orang, tetap perlu proteksi asuransi jiwa. Apalagi anda sudah atau akan berkeluarga dan menjadi tulang punggung keluarga. Ketika terjadi kemalangan, nilai pertanggungan tersebut sedikit banyak akan bermanfaat bagi keluarga.

    Dengan berhenti berinvestasi pada unit link, berarti autodebet bulanan anda bisa dialihkan dari asuransi ke reksa dana. Memang tidak sebesar kalau ada Rp 18 juta di awal, tapi tidak apa2, kalau kerjanya baik penghasilan bisa meningkat dan nilai investasi bisa ditingkatkan lagi.

    Semoga bermanfaat

    Like

  12. Makasih atas tanggapannya, Pak Rudi.

    Saya sudah baca link-nya. Jalan tengah yang ada dipikiran saya adalah dengan mengurangi cicilan per bulan. Selama ini cicilan Rp. 505.650,-. Dan ditahun ke-6 ini terlihat nilai invest nya lebih meningkat karena saya sudah tidak bayar lagi Biaya Akuisisi (kemungkinan).

    Jika cicilan dikurangi menjadi sekitar 200-250, apa masih memungkinkan revisi spt itu? Pertimbangannya untuk menjaga nilai invest supaya “tidak hangus”, syukur-syukur masih bisa meningkat walaupun tidak semaksimal RDS. Jadi yang cicilan 200-250rb ini untuk menutup Biaya Asuransi + Biaya Administrasi bulanan.

    Terima Kasih

    Like

  13. Saya anggap nilai invest yg ada di UL ini seperti RD Pasar Uang atau RD Pendapatan Tetap aja. Mungkin return-nya UL ada dikisaran itu.

    Like

  14. @Chev
    Salam Pak Chev,

    Yang anda lakukan itu terus terang mirip dengan yang saya lakukan. Kalau anda baca cerita saya di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/06/04/my-experience-with-unit-link-2/, terus terang saya juga menurunkan nilai premi ke nilai paling minimal sebab saya masih butuh manfaat asuransinya.

    Mengenai itu mau dianggap reksa dana pasar uang atau pendapatan tetap, saran saya sebaiknya jangan berharap terlalu banyak agar tidak kecewa nantinya.

    Semoga bermanfaat

    Like

  15. Dear pak Rudi, saya karyawan swasta menikah 1 anak (1,5 thn) dan istri IRT. Dg THP 18.5 jt/bulan. Saat ini saya barusaja membeli rumah dipropinsi tempat saya bekerja, dimana ini menghabiskan seluruh dana darurat dan tabungan. Saya berencana ingin memiliki rumah dipropinsi asal saya dg kisaran harga 500-700 dan saya juga berkeinginan membeli motor sport seharga 70an juta. Untuk saat ini asuransi, kendaraan dan bbm ditanggung kantor. Saat ini memiliki cicilan 4,5/perbulan dg sisa waktu 1thn. Mohon pencerahan pengaturan keuangan yg tepat nya pak. Terimakasih.

    Like

  16. @Tatang H
    Selamat malam Pak Tatang,

    Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat karena berhasil memiliki rumah, punya penghasilan di atas rata-rata dan dikarunia momongan. Semoga sehat, bahagia dan sejahtera selalu.

    Kalau tentang pengaturan keuangan, bisa dibagi yaitu bagaimana mengalokasikan penghasilan bisa dibaca di atas. Dengan konsep 10-20-30-40 berarti dengan dana anda bisa dibagi sebagai berikut :

    10% Kebaikan = Rp 1,85 juta
    20% Masa Depan = Rp 3,7 juta
    30% Cicilan = Rp 5.55 juta
    40% Kebutuhan = Rp 7.4 juta

    Karena dana darurat anda habis, saran saya anda bisa mengumpulkan dana darurat kembali secara bertahap hingga 6 bulan pengeluaran mengingat anda sudah berkeluarga. Dengan asumsi kebutuhan bulanan keluarga anda Rp 7.4 juta per bulan, maka dikalikan 6 sama dengan Rp 44.4 juta. Paling tidak dana darurat sekitar Rp 35 – 40 juta mesti terkumpul dulu.

    Setelah itu baru anda mengumpulkan dana untuk rumah kedua dan atau hobi motor sport anda. Tapi perlu saya ingatkan juga bahwa anak anda sebentar lagi akan masuk sekolah dan biaya sekolah sekarang tidak murah.

    Dengan nilai gaji anda, seharusnya untuk menyicil rumah dengan nilai 500 – 700 juta selama 10 tahun bukan nilai yang besar setelah cicilan Rp 4.5 juta anda selesai. Yang agak membutuhkan nilai cukup besar adalah DP, tapi perkiraan saya nilai bonus tahunan anda akan cukup untuk membeli motor sport atau mencukupi sebagian besar untuk DP Rumah kedua. Tinggal prioritasnya yang mana saja.

    Perlu saya ingatkan juga bahwa yang namanya Rumah itu butuh perabotan, perlengkapan, perawatan dan yang paling penting semua itu butuh uang. Sama juga dengan motor anda, harganya tidak sekedar Rp 70 juta tapi juga perawatan, pajak dan asuransi tiap tahunnya.

    Paling ideal adalah anda berdiskusi dengan istri anda dan jika memungkinkan datang ke perencana keuangan untuk hal tersebut.

    Semoga bermanfaat

    Like

  17. Salam Kenal pak Rudi
    Semoga selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan
    perkenalkan pak Nama Saya Karan
    Umur saya 32thn dan sudah menikah pnya anak 2. umur 5 thn dan 3 thn
    Istri saya dan saya bekerja dengan penghasilan 28 jt per bulan atau 400jt per tahun ditambah THR dan bonus.
    mohon sarannya gimana kami bisa mengatur pengeluaran kami agar bisa membeli rumah dengan harga sekitar 1.5M.
    sekarang penghasilan kami tiap bulan selalu habis namun dana darurat tidak ada.
    sekarang saya hanya mencicil mobil dengan cicilan 3.4jt per bulan smp awal 2019
    untuk ongkos bensin dan toll serta telpon selular juga smua di tanggung kantor
    dan Kartu kredit per bulan 5jt pembayaran.
    untuk asuransi kami sekeluarga sudah ada dan bayar 2.2jt per bulan
    BPJS juga ada dari kantor.
    mohon sarannya pak bagaimana mengatur keuangan keluarga saya agar impian kami punya rumah sesuai yang kami mau bisa tercapai. terimakasih banyak atas saran dan informasi yang bisa diberikan kepada saya.
    sekali lagi terima kasih banyak

    Like

  18. @karan
    Selamat malam pak Karan,

    Terima kasih atas doanya.

    Mengacu pada artikel di atas, dengan pendapatan 28 juta per bulan, maka bisa dibagi menjadi

    Rp 2.8 juta = Kebaikan
    Rp 5.6 juta = Masa Depan
    Rp 8.4 juta = Cicilan
    Rp 11.2 juta = Kebutuhan

    Sedangkan yang terjadi pada anda
    Kebaikan = mungkin belum diinformasikan, saya anggap belum dianggarkan
    Masa Depan = Rp 2.2 juta (asuransi)
    Cicilan = Rp 3.4 juta (cicilan mobil)
    Kebutuhan = Rp 22.4 juta (termasuk cicilan kartu kredit Rp 5 juta)

    Mengingat pengeluaran mobil dan telepon sudah ditanggung kantor, menurut saya pengeluaran hingga Rp 22,4 juta termasuk agak boros. Ada baiknya anda bisa memulai mencatat kemana saja pengeluaran Rp 17,4 juta tersebut. Dari situ, barulah ketahuan biaya apa yang sebenarnya tidak perlu dikeluarkan sehingga bisa dihemat.

    Mengingat besarnya cicilan kartu kredit anda, maka asumsi saya hutang anda cukup besar. Kalau saya jadi anda, begitu mendapat bonus dan THR, semuanya akan saya pakai untuk melunasi hutang kartu kredit. Mungkin akan membatalkan rencana mudik anda tahun ini, tapi lebih penting untuk bebas hutang daripada konsumtif tapi terjerat hutang konsumtif (meskipun kita sanggup membayarnya)

    Baru setelah hutang kartu kredit lunas, maka ajak istri anda diskusi dan buatlah rencana pengeluaran dengan baik. Mungkin rencana yang dilakukan bisa seperti ini :

    Kebaikan : tidak usah langsung Rp 2,8 juta, mulailah dari Rp 500rb per bulan. Pelan2 baru dinaikkan kalau sudah agak mampu. Dalam pendapat saya, uang yang diberikan ke orang tua, juga masuk pos ini.

    Masa depan : upayakan untuk bisa menyimpan dana darurat sebesar Rp 3.4 juta per bulan, jika ditambah asuransi Rp 2.2 juta sehingga menjadi Rp 5.6 juta.

    *Khusus untuk asuransi, coba dicek lagi, ini asuransi apa dan untuk siapa. Jika ini asuransi kesehatan, kemudian anda sudah mendapat asuransi kesehatan yang bagus dari kantor serta membayar BPJS Kesehatan, menurut saya bisa anda review kembali.

    Jika ini asuransi jiwa, pastikan uang pertanggunannya setara 10 tahun biaya hidup atau minimal di atas Rp 2 M dan yang diasuransikan itu anda dan istri, bukan anak. Sebab yang wajib diasuransikan adalah anggota keluarga yang menjadi sumber penghasilan. Jika uang pertanggunannya kurang dari itu, bisa direview kembali.

    Jika ini asuransi yang dibeli dengan tujuan menjadi sekian di masa yang akan datang, artinya anda mengharapkan uang anda berkembang, silakan cek kembali saldonya sekarang. Biasanya banyak orang kecewa. Ingat beli asuransi itu untuk perlindungan, bukan untuk investasi.

    Cicilan : Sesuai rasio, harusnya anda bisa menyicil 8.4 juta per bulan. Dikurangi dengan Rp 3.4 juta cicilan mobil yang sudah ada, berarti bisa cicil untuk DP rumah senilai Rp 5 juta lagi. Uang ini bisa ditempatkan di reksa dana pendapatan tetap selama 3 tahun, atau reksa dana campuran selama 4-5 tahun.

    Dengan asumsi tidak ada hasil pengembangan saja, berarti untuk DP Rumah anda bisa menabung Rp 60 juta per tahun. 3 tahun sama dengan Rp 180 juta dan 5 tahun sama dengan Rp 300 juta. Jika ada investasinya berkembang tentu nilai berpotensi di atas angka tersebut. Jika anda masih awam soal investasi, disimpan pada reksa dana pasar uang uang aman atau deposito perbankan juga tidak apa2.

    Apabila ada developer properti yang menerima cicilan per bulan Rp 5 juta dengan catatan developer tersebut terpercaya dan rumahnya juga sesuai dengan harapan, bisa dipertimbangkan untuk dicicil ke developer tersebut.

    Kebutuhan = total dari Kebaikan Rp 500rb + Masa Depan Rp 5.6 juta + Cicilan Rp 8.4 juta = Rp 14.5 juta. Dari gaji bulanan gabungan, tersisa Rp 13.5 juta untuk kebutuhan hidup, dikurangi cicilan kartu kredit Rp 5 juta tinggal Rp 8.5 juta.

    Apakah Rp 8.5 juta cukup untuk biaya hidup 1 keluarga per bulan dengan dua anak? Itu pertanyaan yang relatif, tapi banyak orang dengan gaji kurang dari itu juga masih bisa bertahan. Jika tidak cukup, maka anda perlu duduk berdua dengan istri untuk membicarakan bagaimana agar bisa cukup.

    Bonus dan THR fokus untuk melunasi hutang. Jika sudah lunas, simpan sebagian besar untuk modal KPR. Setidaknya anda butuh Rp 500-600 juta untuk properti senilai Rp 1.5 M. Sekalipun cicilan mobil sudah lunas, anda perlu mempertimbangkan cicilan untuk KPR lagi di masa mendatang, oleh karena itu, sekarang sebaiknya lebih banyak menabung dan atau berinvestasi.

    Cobalah untuk menerapkan hal tersebut selama 3-6 bulan ke depan dan lihat apa yang terjadi.

    Semoga berhasil dan semoga tujuan keuangan anda tercapai.

    Terima kasih

    Like

  19. Saya bujang pak… gaji 4.8 juta.. cicilan saya 2.6 juta sebulan apa tidak apa2 ya pak… apa masih sehat terima kasih….

    Like

  20. @Anastasius
    Selamat malam bu Anas,

    Rasionya cicilannya 2,6 / 4,8 = 54%.
    Menurut saya terlalu tinggi. Jika saya jadi anda, caranya adalah mengontrol pengeluaran dan berupaya mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.

    Semoga bermanfaat

    Like

  21. Selamat pagi pak. Salam kenal saya marta. saya masih single dan tinggal dengan ortu.

    Saat ini gaji tetap saya di angka 8-8.5 juta per bulan, selain itu ada pendapatan tidak tetap minimal 600rb-1juta perbulan. Di luar itu saya juga ada 2 rumah yang dikontrakkan dengan nilai masing-masing 32 juta dan 10juta per tahun.
    Saat ini saya sedang mencoba investasi lagi di apartemen dengan harga beli 325jt, perkiraan KPA 15 tahun dengan cicilan 3 jutaan perbulan.
    Rincian pengeluaran saya perbulan kira2 sbb:
    1. Tabungan haji 20%
    2. Kebaikan 10%
    3. Asuransi jiwa 6%
    4. Kebutuhan hidup 20%
    5. Sisanya hanya masuk tabungan saja
    Untuk dana darurat saya sudah punya dalam bentuk emas&dinar emas.

    Yang ingin saya tanyakan, saya berencana melunasi apartemen yang saya beli tahun ini maksimal dalam 3-4 tahun ke depan. Saat ini saya ada cash di tabungan sekitar 30juta.
    Menurut bapak bagaimana strategi investasi yang harus saya lakukan ya pak? dan produk investasi apa yang sebaiknya saya pakai

    Terima kasih

    Like

  22. @marta
    Salam Ibu Marta,

    Terima kasih atas informasi keuangannya yang lengkap sehingga memudahkan untuk melakukan analisa.

    Dalam konteks pelunasan apartemen, besaran cicilan setiap bulan adalah Rp 3 juta atau Rp 36 juta per tahun. Sementara dari pendapatan kontrak rumah anda adalah Rp 32 juta dan Rp 10 juta atau totalnya Rp 42 juta per bulan.

    Dengan membayar cicilan apartemen menggunakan uang dari pendapatan kontrakan anda, menurut saya itu sudah cukup. Memang ada kelebihan Rp 6 juta, menurut saya itu perlu disingkirkan karena yang namanya Rumah itu butuh perawatan. Setiap tahun sekali, bisa dipertimbangkan seperti mengecat ulang atau membeli kulkas atau furniture lainnya yang bisa meningkatkan pendapatan dari sewa rumah anda.

    Kecuali bunga pinjaman KPA anda sangat tinggi di atas 10%, menurut saya tidak perlu dilakukan pelunasan lebih cepat. Sebab KPA merupakan cicilan produktif yang digunakan untuk berinvestasi. Kebetulan saat ini tren suku bunga juga sedang turun.

    Dalam konteks Apartement digunakan untuk investasi, berarti akan disewakan lagi. Saya perlu mengingatkan bahwa yang namanya apartemen itu ada biaya tetap yaitu air, listrik dan sinking fund. Besaran sinking fund itu tergantung sama luas apartement. Untuk harga apartemen yang anda sebutkan, perkiraan gabungan ketiga biaya di atas bisa sekitar Rp 800rb – Rp 1 juta per bulan. Fokusnya adalah bagaimana hasil sewa dari apartemen tersebut bisa menutup semua biaya di atas dan memberikan penghasilan.

    Namun jika anda tetap berkeinginan untuk melunasi ini dalam 3-4 tahun, sesuai dengan profil risiko produk, jenis reksa dana pendapatan tetap atau campuran bisa menjadi pertimbangan anda.

    Secara perencanaan keuangan yang perlu anda lengkapi :
    1. Dana darurat setara 3-6 bulan pengeluaran. Jika nilai dalam bentuk Emas dan Dinar Emas belum mencukupi bisa ditambahkan dengan tabungan atau reksa dana pasar uang. Sebaiknya pisahkan tabungan untuk dana darurat dengan tabungan untuk kebutuhan hari-harian. Jangan semua dana darurat dalam bentuk emas juga, setidaknya 1-2 bulan bisa dalam bentuk tabungan.

    Angka kebutuhan hidup 20% anda menurut saya bisa serendah itu karena anda masih tinggal dengan orang tua dan sebagian dari pengeluaran rumah tangga ditanggung mereka. Namun alangkah baiknya jika memang kita berkecukupan, biaya listrik, air, pembantu atau biaya lainnya bisa kita tanggung sehingga meringankan beban mereka. Untuk itu saya asumsikan biaya hidup anda 50% atau setara 4 juta per bulan. Dikalikan 6 = 24 juta. Jika nantinya sudah berkeluarga, angkanya bisa 6 – 12 kali, tentu sebagian dari ini bisa menjadi tanggungan suami juga.

    Dengan asumsi dana darurat Rp 24 juta, berarti dari Rp 30 juta di tabungan, sebanyak Rp 6 juta bisa dipisahkan lagi untuk kebutuhan investasi. Namun jika dana dalam bentuk Emas dan Dinar Emas tersebut sudah di atas Rp 24 juta, maka dana tabungan dari Rp 30 juta tersebut mau digunakan untuk investasi tidak apa2. Hanya saja saran saya, jangan semua dana darurat itu bentuknya emas. Sebaiknya dipisahkan sedikit.

    2. Bisa dicek apakah tempat kerja anda mendaftarkan ke BPJS Kesehatan dan ada fasilitas asuransi kesehatan atau tidak. Jika belum, atau ada tapi menurut anda belum mencukupi bisa dipertimbangkan untuk mengambil asuransi kesehatan komersial. Tapi seharusnya

    3. Untuk strategi investasi, jika memang niat anda melunasi apartement dalam waktu cepat dan dana darurat berbentuk emas lebih dari Rp 24 juta, maka Rp 30 juta tersebut bisa anda gunakan untuk pelunasan dipercepat. Jadi tidak perlu diinvestasikan.

    Kelebihan dana anda setiap bulan tersebut, dikumpulkan saja di tabungan, ketika nilainya sudah setara 3 kali cicilan KPA, baru anda bayarkan ke bank untuk pelunasan dipercepat juga. Referensinya bisa dibaca di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/09/12/dapat-bonus-mending-buat-investasi-reksa-dana-atau-bayar-kpr/

    4. Jika anda sependapat dengan saya kalau pembayaran KPA tidak perlu dipercepat karena bisa menggunakan dana dari kontrak rumah, maka investasi dari kelebihan dana anda setiap bulan bisa dimasukkan ke reksa dana sesuai peruntukkan.

    Misalkan untuk tujuan pensiun dengan jangka > 5 tahun bisa ke reksa dana saham
    Untuk tujuan biaya pernikahan (katakan) 3-5 tahun bisa ke reksa dana campuran
    Untuk pengembangan dana jangka pendek yang dananya akan digunakan (katakan) 1-3 tahun bisa ke reksa dana pendapatan tetap
    Untuk kebutuhan dana darurat bisa ke reksa dana pasar uang

    Pembeliannya bisa dilakukan secara berkala mengikuti pendapatan anda.

    Semoga bermanfaat

    Like

  23. Selamat pagi pak , saya bagus .saya sudah menikah umur saya baru 25 tahun dan mempunyai anak 2 ,saya masi tinggal sama orang tua ,,Pengasilan rata rata keluarga kami 50 jt-75 jt per bulan.dan
    pengluaran saya per bulan rata rata 40 jt meliputi
    Biaya hidup 10 jt
    Cicilan bank perusahaa 17 jt
    Kpr 7 jt
    Cicilan kendaraan 6 jt

    Dan saya punya pasif income per bulan 4 jt

    Pertanyaan saya apakah pengluaran bulanan saya masih normal ,,?

    Like

  24. @bagus sugianto
    Selamat malam pak Bagus,

    Untuk penghasilan rata-rata antara 50-75 juta per bulan dan pengeluaran rata-rata 40 juta per bulan menurut saya relatif tinggi untuk keduanya, apalagi untuk usia anda yang masih relatif muda.

    Apabila anda membuka usaha sendiri, menurut saya omset bisnis dan pengeluaran terkait kegiatan usaha jangan sampai tercampur, paling tidak ada pembukuan yang jelas.

    Penjualan dari kegiatan usaha bukan penghasilan. Akan tetapi, gaji / dividen yang dibayarkan kepada anda hasil dari usaha itulah yang disebut penghasilan. Demikian juga pengeluaran untuk bahan baku, biaya entertain yang anda jalan seharusnya terpisah dari pengeluaran keluarga.

    Terus terang saya berpikir demikian karena di atas ada informasi pembayaran cicilan bank perusahaan 17 juta sebagai pengeluaran pribadi anda. Jadi menurut saya itu tercampur jadi satu.

    Idealnya pengeluaran antara untuk usaha dan keluarga itu dipisah karena jika tidak, akan kesulitan untuk :
    1. Mengukur apakah usaha yang dijalankan itu sebenarnya untung atau tidak. Apalagi jika usaha tersebut membutuhkan pengeluaran terkait produksi dan bahkan pinjaman ke bank
    2. Cashflow yang positif setiap bulan itu memang terlihat bagus, tapi jika konteksnya itu ada hutang, apakah pada saat pokoknya sudah jatuh tempo kita memiliki uang untuk membayarnya?

    Biaya hidup dengan 2 anak kecil setiap bulan menurut saya masih termasuk wajar untuk kelas menengah untuk ukuran kota besar seperti di Jakarta. Dan itu juga masih lebih kecil dari 40% x katakanlah 50 juta = Rp 20 juta.

    Semoga bisa menjawab pertanyaan anda, terima kasih

    Like

  25. Selamat malam pak,saya syima saya seorang mahasiswi yang kuliah sambil bekerja,gaji saya tiap bulan 3,2 juta,uang kuliah saya 1 semester 3,5 juta,dan saya juga memberi sedikit gaji saya pada orang tua saya,saya kost juga,saya mau bertanya saya tiap bulan selalu tidak bisa menabung,bagaimana cara saya mengatur keuangan saya dan saya bisa juga berinvestasi?
    Terimah kasih pak

    Like

  26. @Syima
    Salam bu Syima,

    Hebat sekali sudah bisa punya penghasilan tetap walaupun masih kuliah. Gaji Rp 3.2 juta itu relatif di bawah UMR, tapi kalau bisa kuliah sambil kerja menurut saya sudah bagus.

    Sebagai perbandingan, waktu zaman masih kuliah, memang saya juga kerja sambilan, tapi hasilnya bahkan tidak ada setengah UMR pada waktu itu.

    Perihal cara mengatur keuangan dan investasi, menurut saya prinsip 10-20-30-40 tersebut bisa diikuti, tapi jika kesulitan untuk mengalokasikan 20% untuk masa depan, persoalannya adalah di nilai pendapatan yang masih kurang.

    Sebab pengeluaran, kalau sudah pas2an, mau dikurangi lagi juga repot.

    Untuk meningkatkan penghasilan, anda bisa coba untuk meningkatkan kinerja agar lebih mendapat apresiasi dari perusahaan. Dan saat ini sudah jauh lebih mudah untuk memulai usaha dibandingkan dulu dengan adanya toko online. Mungkin anda bisa mencoba mencari penghasilan tambahan dari situ.

    Untuk investasi, menurut saya dipaksakan saja menabung 100-200rb setiap bulan dan kalau ada penghasilan tambahan, baru dinaikkan lagi nilai tabungannya.

    Semoga bermanfaat

    Like

  27. Selamat sore pak,. Saya frizka ibu rumah tangga
    Saya diberi uang bulanan oleh suami hanya untuk keperluan makan sebwar 4 juta/bulan..

    Tapi saya sll merasa kurang dan tidak bisa menabung..
    Bagaimana solusinya ya pak..?

    Like

  28. @Frizka marinda putri
    Selamat pagi bu Frizka,

    Besar atau kecilnya angka Rp 4 juta per bulan itu menurut saya sangat relatif. Sebab UMR di Indonesia rata-rata masih di bawah angka tersebut, dan harus digunakan tidak hanya untuk kebutuhan makan tapi juga pengeluaran lainnya.

    Kalau memang dirasakan kurang dan penghematan sudah dilakukan pada segala pengeluaran, maka saran saya anda bisa coba mencari penghasilan baru.

    Mungkin dengan usaha sampingan, buka toko online, kerja partime dan sebagainya.

    Semoga berhasil

    Like

Leave a comment