Panduan Menghitung Yield dan Harga Wajar Obligasi Melalui Microsoft Excel

Laptop showing a spreadsheet and a paper

Dalam investasi obligasi, dikenal dengan istilah Yield to Maturity (YTM). Secara sederhana, YTM adalah tingkat keuntungan tahunan yang diperoleh investor obligasi dari kupon yang dibagikan ditambahkan dengan selisih harga apabila memegang obligasi tersebut hingga jatuh tempo. Rumus untuk menghitung besaran YTM obligasi bisa ditemui dengan mudah di berbagai buku tentang investasi dan manajemen keuangan, namun permasalahannya rumus tersebut mengasumsikan kita berinvestasi pada tanggal perdana atau tanggal pembagian kupon.

Apabila pembelian dilakukan di antara tengah-tengah pembagian kupon, menurut saya perlu dilakukan penyesuaian terhadap rumus yang digunakan. Sayangnya sampai saat ini saya belum menemukan buku yang membahas tentang hal tersebut sehingga adalah lebih praktis untuk menghitung YTM obligasi menggunakan rumus yang tersedia dalam program Microsoft Excel. Selain menghitung YTM, Microsoft Excel juga dapat membantu penggunanya untuk menghitung harga obligasi berdasarkan tingkat keuntungan yang diharapkan.

Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung YTM dan Harga Obligasi menggunakan Excel. Continue reading “Panduan Menghitung Yield dan Harga Wajar Obligasi Melalui Microsoft Excel”

Advertisement

Apakah Investasi Obligasi Menarik Untuk Jangka Panjang ?

Uptrend stacks coins, dices cube with the word GO and calculator

Beberapa waktu yang lalu saya datang bersama tenaga pemasar bertemu dengan pengurus yayasan sebuah lembaga pendidikan yang berminat untuk investasi reksa dana. Karena berbentuk yayasan serta dana yang ada akan digunakan untuk membiayai usaha di bawah naugannya, kebijakan investasi dari yayasan tersebut sangat konservatif. Plus ada masukan dari komite investasi agar tidak boleh rugi.

Terus terang, jika ada kebijakan tidak boleh rugi, sebetulnya investasi reksa dana sudah tidak cocok lagi karena bahkan reksa dana pasar uang yang paling aman sekalipun masih bisa mengalami penurunan harga. Bersama team pemasar dan klien tersebut, kami berdiskusi tentang berbagai produk investasi hingga akhirnya sampai pada obligasi. Sebab dengan target bisa mendapatkan hasil di atas deposito dan tidak boleh rugi, maka pilihan hanya tinggal obligasi pemerintah saja.

Secara teori, investor pada umumnya percaya bahwa investasi obligasi dalam jangka panjang akan kalah dengan hasil investasi saham. Demikian juga reksa dana yang berinvestasi pada obligasi juga diyakini akan kalah dengan reksa dana saham dalam jangka panjang. Namun jika kita berbicara pengelolaan dana perusahaan seperti yayasan, dana pensiun, asuransi dan lembaga pengelola dana besar lainnya, penempatan dana paling besar justru selalu pada obligasi terutama obligasi pemerintah.

Apa yang membuat institusi tersebut menempatkan sebagian besar dananya di obligasi pemerintah? Apakah investasi obligasi menarik untuk jangka panjang ? Apakah dalam kondisi pasar seperti sekarang, berinvestasi di obligasi menjadi salah satu pilihan ? Continue reading “Apakah Investasi Obligasi Menarik Untuk Jangka Panjang ?”

Efek Penguatan Dolar Terhadap Emas, Properti dan Reksa Dana (3 – Akhir)

Artikel ini merupakan artikel terakhir dari 2 artikel yang sudah pernah saya tulis sebelumnya. Pada artikel pertama, saya membahas efek penguatan dolar terhadap emas dan properti pada artikel kedua. Pada artikel ketiga saya akan membahas efeknya terhadap reksa dana

Pada saat artikel ini ditulis, keadaan memang sedikit berbeda dibandingkan pada saat kedua artikel sebelumnya ditulis. Yang berbeda adalah jika kemarin Rupiah terus menerus melemah, sekarang pelemahan tersebut sudah agak berkurang dan menunjukkan tren penguatan. Hal ini juga tidak terlepas dari “Dramatisasi” kondisi politik di AS yang membuat mata uang mereka kurang bertaji. Namun karena kondisi negara kita yang dilihat dari Neraca Perdagangan masih mengalami defisit dan pertumbuhan ekonomi juga tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya maka penguatan Rupiah tidak terlalu kuat.

Dari kejadian ini saya melihat ada yang hal yang cukup menarik. Dulu, ketika kita masih di masa jaya dimana perekonomian kita baik dan pertumbuhannya juga masih tinggi-tingginya, kurs USD dan SGD terhadap Rupiah adalah sekitar 6000 dan 9000 an. Jadi kira-kira 1 USD = 1,5 SGD. Pada saat ini, karena hal-hal yang saya sebutkan di atas, Rupiah melemah terhadap mata uang asing namun ternyata rasionya berbeda terhadap masing-masing mata uang. Sebagai contoh 1 USD sekitar Rp 11000-an sementara 1 SGD sekitar 9000-an. Kalau dirasiokan berarti 1 USD = 1,22 SGD. bukan 1,5 SGD seperti pada masa lalunya.

Artinya mata uang tidak selalu bergerak searah dan USD bukan menjadi patokan atas segalanya. Bisa jadi suatu saat SGD menguat sedemikian rupa sehingga menjadi sekitar Rp 11000-an sehingga rasionya menjadi 1. Atau mata uang USD yang melemah sedemikian rupa sehingga kembali ke level 9000-an sementara mata uang SGD tidak bergeming.

Kondisi-kondisi di atas menimbulkan peluang untuk mengambil keuntungan atau dikenal dengan istilah “Arbitrage”. Orang-orang yang bekerja di divisi treasury bank biasanya sangat ahli soal kondisi tersebut dan mencoba mendapatkan keuntungan daripadanya.

Kembali ke topik utama, bagaimana efek dari penguatan dolar ini terhadap investasi reksa dana? Saya akan membahasnya secara spesifik dari 2 sudut pandang. Continue reading “Efek Penguatan Dolar Terhadap Emas, Properti dan Reksa Dana (3 – Akhir)”

Mengenal Obligasi Berkelanjutan

Suku bunga rendah, merupakan salah satu momentum bagi perusahaan / emiten untuk mendapatkan modal kerja dan modal ekspansi dengan cara meminjam uang ke bank atau menerbitkan obligasi. Bagi anda yang bekerja di divisi Corporate Finance atau Divisi Keuangan perusahaan, tentu selalu menjadi perdebatan tersendiri apakah pendanaan harus dicapai dengan meminjam uang dari bank atau meminjam uang dari publik melalui obligasi. Sebab sama2 pinjam uang, trus apa perbedaannya?

Bagi anda yang masih awam, secara mendasar, umumnya keunggulan dari meminjam uang ke bank adalah syarat peminjaman yang lebih fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Misalkan anda memiliki suatu proyek berdurasi 2 tahun dengan perkiraan kebutuhan Rp 100 M di tahun pertama dan Rp 100 M di tahun kedua. Dengan bernegosiasi di Bank, kita bisa mendapatkan komitmen pinjaman sebesar Rp 200 M, dengan distribusi Rp 100 M di tahun pertama dan Rp 100 M di tahun kedua, tentu dengan perhitungan bunga sesuai dengan dana yang didistribusikan. Risiko yang ditanggung adalah perubahan suku bunga. Seandainya selama masa pembayaran suku bunga naik, maka bisa jadi bunga pinjaman dinaikkan dan sebaliknya.

Sementara  keunggulan obligasi adalah pada suku bunga yang tetap. Misalkan anda menerbitkan obligasi dengan kupon 10% dan jatuh tempo 5 tahun, selama 5 tahun tersebut apabila terjadi kenaikan atau penurunan bunga, besaran kupon yang harus anda bayarkan tetap. Hal ini akan memberikan kepastian, namun kelemahannya adalah jika proyek anda, memiliki kebutuhan seperti contoh di atas, anda tetap harus menerbitkan obligasi senilai Rp 200 M pada saat pertama kali dan membayar bunga berdasarkan total tersebut meskipun setengahnya baru anda pakai tahun depan.

Hal di atas menyebabkan masing-masing opsi memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri sehingga tetap banyak peminatnya. Namun, sejak akhir 2010, keunggulan dari obligasi bertambah seiring dengan terbitnya peraturan BAPEPAM-LK IX.A.15 tentang Penawaran Umum Berkelanjutan. Dari peraturan tersebut, 2 tahun terakhir ini, dunia obligasi mulai diramaikan dengan varian baru yang dikenal dengan OBLIGASI BERKELANJUTAN. seperti apa obligasi ini?

Continue reading “Mengenal Obligasi Berkelanjutan”

Studi Kasus: Keputusan Jual Beli Obligasi

Sehubungan dengan adanya pertanyaan dari salah satu pembaca blog ini, yaitu bapak Syamsir Alam tentang apakah sebaiknya obligasi yang dimiliki saat ini dijual untuk diganti dengan obligasi yang baru, saya merasa kasus ini cukup menarik sehingga saya membahasnya secara tersendiri. Sebagai informasi, pertanyaannya adalah sebagai berikut (dalam 2 kesempatan)

Pak Rudi yth, saya mempunyai FR 040 jatuh tempo 25 Sept 2025 coupon 11% harga 144,5%, ytm 5,946%, mana yg lebih bagus sekarang (dengan mengabaikan risiko gagal bayar), saya tetap memegang FR ini atau menjualnya/menggantinya dgn obligasi corporate dgn ytm yg lebih besar, dan apa pertimbangannya? mohon bantuannya, sebelumnya diucapkan terima kasih – (Koreksi harusnya FR040 jatuh temponya 15 September 2025)

saya beli diharga 99,25 tgl 27-8-2009, harga diatas adalah harga saat ini, target returnnya ndak ada, akan diganti dengan obligasi Bank Nagari harga saat ini 106,25, kupon 9,875 ytm 7,52 jatuh tempo 13-1-2016, tersedia di pasar, dapat fasilitas bebas pajak, terima kasih atas pertimbangannya

Bagi anda yang berprofesi sebagai analis, Manajer Investasi, Divisi Investasi ataupun individu biasa yang tertarik dengan keuangan dan investasi, tentunya juga dapat membuat analisa versi anda tersendiri. Nanti hasil analisa kita selanjutnya diperbandingkan. Siapa tahu solusi yang anda berikan ternyata lebih baik?

Continue reading “Studi Kasus: Keputusan Jual Beli Obligasi”