Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia hari ini, salah satu pertanyaannya adalah Yield Surat Utang Negara (SUN) sudah menembus 7%.
Apakah hal ini akan berdampak ke asing yang net sell, nilai tukar Rp yang melemah, dan sebagainya?
Mengapa kenaikan SUN dianggap negatif?

Yield yang dimaksud disini adalah Yield to Maturity – YTM.
YTM artinya tingkat imbal hasil tahunan yang diperoleh investor obligasi hingga jatuh tempo dari Kupon dan Selisih Harga.
Dalam pasar modal, ketika bicara Yield SUN, spesifiknya adalah yang seri 10 tahun.
Untuk tahun 2024, seri 10 tahun yang dimaksud adalah:
– FR100
– Kupon 6.625%
– Jatuh Tempo 15 Feb 2034
Setiap tahunnya obligasi 10 yang dianggap sebagai Benchmark ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
Tahun depan, serinya bisa beda lagi.
Ketika Yield SUN 10 thn dikatakan 7%, maka karena kuponnya “cuma” 6.625% maka supaya investor bisa dapat 7% tahunan, harganya at discount di 97%.
Selisih 3% selama hampir 10 tahun plus Kupon 6.625% setara dengan return tahunan 7%.
Itu arti 7% bagi investor yg beli FR100 harga 97.
Bagi pemerintah, misalkan hari ini melelang obligasi FR100, maka harga lelang dari investor adalah 97.
Meski kuponnya cuma 6.625%, tapi atas Rp 100 obligasi yang diterbitkan, pemerintah cuma dapat dana Rp 97.
Lelang obligasi = penerbitan hutang baru, biasanya tiap 2 minggu.
Jadi semakin tinggi obligasi, bisa dikatakan makin sedikit uang yang didapat atau semakin mahal biaya yang dikeluarkan untuk menerbitkan hutang yang baru.
Murah bagi investor = makin mahal bagi pemerintah.
Bagi Manajer Investasi apa artinya Yield SUN 7% ??
Manajer Investasi itu pada dasarnya adalah investor juga, cuma bentuknya badan hukum dan mengelola portofolio reksa dana.
Investor tentu maunya kalau beli itu di harga obligasi sedang murah-murahnya.
Apakah 7% sudah murah? Untuk menilai mahal murah ada beberapa pendekatan
1. Selisih dengan Yield SUN 10 tahun USA
Per 21 April 2024
Yield SUN 🇮🇩 7%
Yield SUN 🇺🇸 4.65%
Selisih 2.35%
Secara historis, paling lebar pernah di 7.60% atau 760 basis poin dan rata2 di sekitar 5%.
Tapi angka ini kurang akurat karena menurun drastis 3 tahun terakhir ini.

Kenapa disebut kurang akurat? Karena jika Yield SUN 🇺🇸 sekarang 4.6% dan selisih yang wajar adalah rata-rata 5%, maka Yield SUN 🇮🇩 baru wajar di level 9.6%.
Kondisi ini bukan tidak pernah terjadi, tapi butuh krisis ekonomi dan kondisi negatif luar biasa, baru Yield SUN 🇮🇩 9%++
2. Pendekatan Historis
Dari data CNBC Indonesia 5 tahun terakhir, terdapat beberapa kali kejadian Yield SUN 🇮🇩 10 tahun di atas 7%.
2019 dan 2020 sempat 8% waktu pandemi
2022 sempat 7.5% waktu perang Russia – Ukraina
2023 sempat 7% waktu suku bunga 🇺🇸 naik

Namun jika dilihat 3-6 bulan setelah itu Yield kembali turun kembali.
Jadi kalau menggunakan paham support resistence, bisa dikatakan untuk SUN
7% Resistance
7.5% Strong Resistance
8% Super Duper Strong Resistance
Resistance itu artinya mau naik lagi sudah susah dan bisa turun.
Bagi yang pakai pendekatan historis, artinya Yield SUN saat ini sudah di level yang tinggi sehingga berpotensi turun.
Kondisi saat ini, pendekatan historis lebih masuk akal dibandingkan spread.
Kalau spread, harus lihat kondisi 2 negara, bisa jadi 🇮🇩 sedang lebih baik dari 🇺🇸
Bagi Manajer Investasi reksa dana pendapatan tetap yang membeli obligasi, harapannya adalah Yield turun setelah dia beli.
Karena kalau Yield turun, maka harga obligasi akan naik.
Bagi investor reksa dana pendapatan tetap, Yield 7% adalah entry point yang menarik.
Apakah kamu sependapat?
Silakan sampaikan di kolom reply dan komentar ya
Semoga hari anda menyenangkan

Tinggalkan komentar