Analisa Fundamental Melalui Laporan Keuangan (3) – Value Investing

Kalau diperhatikan, update di blog ini sudah absen sejak pertengahan November lalu. He he.. Mohon maaf sebelumnya, bukannya malas, tapi ada banyak sekali kegiatan baik dengan perusahaan, asosiasi dan Otoritas Jasa Keuangan sehingga saya tidak sempat menulis. Nanti akan saya sharing foto-foto kegiatan tersebut dalam kesempatan berikutnya.

Pada 2 artikel sebelumnya kita sudah membahas tentang dasar laporan keuangan dan cara membaca laporan arus kas. Kali ini, saya akan membahas analisa laporan keuangan menggunakan rasio keuangan. Lebih dalam lagi, bagaimana menggunakan rasio keuangan tersebut untuk menemukan perusahaan yang bagus. Strategi investasi Value Investing mengembangkan konsep tersebut lebih jauh, bagaimana membeli perusahaan bagus pada harga diskon.

Laporan Keuangan

Berikut ini ada kutipan yang teramat bagus dari Warren Buffet tentang Value Investing:

 

Our goal is to find an “Outstanding” business

at a “Sensible Price”,

not a “Mediocre” business at a “Bargain Price”

Warren Buffett

Pertanyaannya, bagaimana cara untuk membedakan perusahaan yang “Outstanding” dan “Mediocre” ? Dan bagaimana caranya untuk mengetahui harganya “Sensible” atau tidak? Apakah penurunan harga saham yang terjadi beberapa waktu ini sudah membuat perusahaan Outstanding dijual di harga Sensible atau bahkan Bargain?

Analisa Fundamental dengan laporan keuangan dapat membantu kita menjawab pertanyaan tersebut. Jika anda tertarik, silakan membaca terus blog ini.

Referensi Buku

Ada satu buku yang sangat bagus dalam menjabarkan penerapan value investing secara praktis. Buku tersebut dikarang oleh Phil Town dengan judul #1 Investment Rule. Menurut klaim dari penulis, buku ini merupakan intisari pemilihan saham yang dilakukan oleh veteran value investor seperti Benjamin Graham dan Warrent Buffet.

Buku ini sudah terbit beberapa tahun yang lalu, terakhir kali saya lihat masih dijual di toko buku Kinokuniya di Senayan City. Kalau sudah habis, barangkali bisa anda pesan secara online. Pembahasan yang saya lakukan di blog ini juga salah satunya mengacu pada buku tersebut.

Untuk melakukan strategi value investing secara sederhana menggunakan laporan keuangan, ada 2 langkah yang bisa anda lakukan sebagai berikut

Langkah Pertama : Mengenal Rasio Keuangan dan Outstanding Company

Dalam analisa laporan keuangan, dikenal istilah yang disebut Rasio Keuangan. Dalam interpretasinya, Rasio adalah hasil dari A dibagi B. Penerapan Rasio sangat banyak dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagai contoh, misalkan ketika disebut inflasi 8%, hal ini berarti diperoleh dari selisih dari kenaikan harga dibagi harga tahun sebelumnya. Contoh sederhana harga tahun lalu Rp 1000, harga tahun ini Rp 1080 atau terjadi kenaikan sebesar Rp 80, inflasi dihitung dari kenaikan harga Rp 80 dibagi harga tahun sebelumnya Rp 1000 sama dengan 0.08 atau 8%.

Jadi ketika disebut rasio, maka bayangkan saja merupakan perbandingan dari sesuatu. Ada banyak sekali rasio keuangan yang ada dalam laporan keuangan, baik dikemukan secara eksplisit ataupun tidak. Secara umum, rasio keuangan dapat dibagi menjadi:

  1. Rasio Profitabilitas : Return on Asset, Return on Equity, Net Profit Margin, Gross Margin, Earning Per Share – merupakan rasio yang menunjukkan tingkat keuntungan suatu perusahaan
  2. Rasio Management : Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Investory Turnonver, Day Sales Outstanding, Average Collection Period – merupakan rasio yang menunjukkan tingkat pemanfaatan aset yang ada diperusahaan (efektivitas dan efisiensi)
  3. Rasio Likuiditas : Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio – Merupakan rasio yang menunjukkan tingkat likuiditas suatu perusahaan (seberapa mampu perusahaan melunasi kewajiban jangka pendek)
  4. Rasio Pendanaan (Financing) : Debt Ratio, Debt to Equity Ratio, Times Interest Earned – Merupakan rasio yang menunjukkan kondisi pendanaan suatu perusahaan (pemanfaatan hutang)
  5. Rasio Permodalan : Book Value Per Share, Price Earning Ratio – Merupakan rasio yang menunjukkan permodalan suatu perusahaan dan valuasi perusahaan tersebut di pasar modal

Secara khusus, tergantung industrinya, ada pula rasio-rasio yang spesifik seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) untuk perbankan, Risk Based Capital (RBC) untuk asuransi, Rasio Kecukupan Dana (RKD) untuk dana pensiun. Belum lagi rasio-rasio management yang digunakan untuk mengukur industri secara spesifik seperti Churning Rate, Cost per click, Pay per Click, dll. Beda industri, beda lagi artinya. Kemudian menurut saya lagi, persentase pertumbuhan, atau angka yang menunjukkan perubahan angka dari waktu ke waktu sebenarnya juga bisa digolongkan sebagai rasio. Sebagai contoh, penjualan tahun ini Rp 100 juta, penjualan tahun depan Rp 120 juta, sehingga rasio pertumbuhan penjualan adalah 20%.

Mengidentifikasi Outstanding Company dengan rasio keuangan “Big Five Number” Phil Town

Ada 3 cara untuk melakukan hal ini, cara pertama adalah menjadi karyawan di level manajemen pada perusahaan tersebut sehingga kita mengetahui seluk beluknya. Kedua, adalah menjadi seorang analis dan melakukan analisa mendalam terhadap perusahaan, tidak jarang seorang analis lebih paham perusahaan dibandingkan karyawan perusahaan itu sendiri, terlebih perusahaan tersebut adalah perusahaan besar dengan cakupan bisnis yang teramat luas. Namun kedua cara tersebut tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Nah, cara ketiga adalah cara yang relatif lebih mudah yaitu mengacu kepada buku yang dibuat oleh Phil Town. Dalam buku tersebut, suatu perusahaan dikatakan outstanding apabila memenuhi “Big Five Number” rasio keuangan  sebagai berikut:

  1. Return on Investment Capital (ROIC) di atas 10% dalam 10 tahun. ROIC dalam terjemahan saya adalah Return on Asset (ROA) yang dihitung dengan cara membagi Laba Bersih dengan Total Aset.
  2. Equity Growth di atas 10% dalam 10 tahun. Equity Growth bisa dihitung dari perkembangan nilai Ekuitas dari tahun ke tahun, atau bisa juga dari perkembangan Book Value Per Share.
  3. Sales Growth di atas 10% dalam 10 tahun.
  4. Earning Growth di atas 10% dalam 10 tahun. Earning bisa dilihat dari Earning Per Share ataupun Net Income.
  5. Free Cash Flow Growth di atas 10% dalam 10 tahun. Free Cash Flow didefinisikan sebagai sisa uang kas yang dapat digunakan oleh perusahaan baik untuk pengembangan bisnis ataupun dibagikan sebagai dividen.
  6. Debt. Dalam buku tersebut, besaran hutang tidak dibahas secara spesifik, namun idealnya perusahaan tidak berhutang secara berlebihan.

Penyesuaian Untuk Kondisi Indonesia

Untuk diterapkan di Indonesia, ada beberapa penyesuaian yang menurut saya harus dilakukan sebagai berikut:

  1. Saya pribadi lebih memilih menggunakan Return On Equity (ROE) sebagai indikator karena sebagai investor (equity stock holder) yang penting adalah Return On “Equity” bukan “Asset”.
  2. Untuk perusahaan Indonesia yang potensi pertumbuhannya masih sangat besar, angka yang pantas adalah 15% dan bukannya 10%
  3. Untuk Free Cash Flow, yang merupakan hasil dari Operating Cash Flow ditambah Investing Cash Flow, angkanya tidak selalu positif. Kalaupun angkanya negatif, tidak bisa dikatakan kurang baik karena bisa jadi perusahaan sedang dalam rangka ekspansi besar-besaran.
  4. Untuk data yang dianalisa, terkadang cukup sulit untuk menemukan data 10 tahun ke belakang. Untuk itu, data 5 atau 8 tahun rasa-rasanya sudah cukup.

Contoh : Analisa Astra Internasional dengan data 5 tahun terakhir:

1. Return On Equity Rata-rata dalam 5 tahun terakhir di atas 15% (Data Perusahaan 39.05% – Memenuhi )

Dihitung dengan cara membagi Laba Bersih dengan Rata-rata Nilai Ekuitas. Rasio ini sebenarnya juga sudah dipublikasikan dalam laporan keuangan perusahaan ataupun oleh Bursa Efek Indonesia. Berikut ini adalah cuplikan yang saya ambil dari Bursa Efek Indonesia.

Data Astra Internasional

Berturut-turut, data ROE adalah 46.44%, 41.11%, 42.65%, 33.98%, dan 31.06%. Jika di rata-ratakan berarti 39.05% (Dari total semuanya dibagi 5).

Untuk point no 2 – 4, angka tersebut tidak selalu tercantum dalam laporan keuangan sehingga harus dihitung secara manual. Untuk itu, diperlukan data Ekuitas (atau Book Value Per Share), Penjualan dan Net Income (atau Earning Per Share). Data yang saya peroleh adalah sebagai berikut:

ASII 2003 - 2007

ASII 2008 - 2012

Untuk menghitung tingkat pertumbuhan, maka metode yang digunakan bukan menggunakan rata-rata seperti perhitungan ROE di atas. Tapi menggunakan metode return geometrik atau tingkat pertumbuhan yang memperhitungkan faktor bunga berbunga. Data yang dibutuhkan juga sebetulnya tidak memerlukan data 5 tahun terakhir, cukup data pada akhir tahun 2007 dan data pada akhir 2012. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut Growth = (Nilai Tahun 2012 / Nilai Tahun 2007) ^ (1/5) – 1.

Penggunaan angka 5 karena data 5 tahun terakhir. Sementara ^(1/5) sama dengan artinya Akar Pangkat 5.

2. Equity Growth di atas 15% dalam 5 tahun (Data Perusahaan 27.21% – Memenuhi)

Perhitungan Equity Growth menggunakan Jumlah Ekuitas, yaitu sebesar 26.963 milliar pada tahun 2007 dan sebesar 89.814 milliar pada tahun 2012. Dengan rumus di atas, maka angka pertumbuhannya = (89.814 / 26.963) ^(1/5) – 1 = 27.21%.

Selain menggunakan nilai Ekuitas, bisa juga menggunakan nilai Book Value Per Share (terutama apabila anda ragu memasukkan Hak Minoritas atau tidak).

3. Sales Growth di atas 15% dalam 5 tahun (Data Perusahaan 21.79% – Memenuhi)

Data Net Revenue 2007 = 70.183, Data Net Revenue 2012 = 188.053. Tingkat pertumbuhannya = (188.053 / 70.183) ^ (1/5) – 1 = 21.79%

4. Earning Growth di atas 15% dalam 5 tahun terakhir (Data Perusahaan 28.07% – Memenuhi)

Data Net Income 2007 = 6.519, Data Net Income 2012 = 22.460. Tingkat pertumbuhannya = (22.460 / 6.519) ^ (1/5) – 1 = 28.07%

Apabila anda ragu dengan istilah comprehensive income bisa menggunakan Earning Per Share.

5. Free Cash Flow Growth di atas 15% dalam 5 tahun terakhir (Data Perusahaan -157% – Tidak Memenuhi)

Informasi mengenai free cash flow tidak tersedia untuk umum. Namun bisa dihitung. Cara yang paling sederhana untuk menghitung Free Cash Flow adalah dengan Operating Cash Flow + Investing Cash Flow. Selisih dari kedua cashflow tersebut, apabila positif berarti sisanya bebas dipergunakan perusahaan untuk apapun, apakah mau digunakan pembagian dividen atau disimpan. Sementara jika negatif, berarti perusahaan membutuhkan pendanaan dari pihak eksternal membiayai ekspansi dan operasionalnya. Idealnya memang selalu positif, artinya perusahaan bisa memenuhi seluruh kegiatan ekspansi dari keuntungan operasional. Namun tidak jarang kegiatan ekspansi membutuhkan investasi besar sehingga dibutuhkan pendanaan dari pihak luar. Dalam konteks ini, angka Free Cash Flow akan negatif.

Cash Flow ASII

 

Free Cash Flow 2007 = 11.244 + (3.030) =8.214

Free Cash Flow 2012 = 8.932 + (9437) = -505

Angka pertumbuhan =(-505 / 8214)^(1/5) – 1 =-157%

Definisi Outstanding Company

Jika kita mengacu pada rumus Phil Town secara saklek, maka Astra Internasional masih belum dapat digolongkan sebagai Outstanding Company karena tidak memenuhi rasio ke 5. Namun menurut saya, Free Cash Flow sekali lagi, angkanya bisa positif atau negatif tergantung seberapa “Agresif” perusahaan dalam melakukan kegiatan ekspansi. Sebab Ekspansi itu ibaratnya seperti menabung, kita keluar uang sekarang, baru hasilnya dinikmati kemudian. Jadi, buat saya sendiri, sepanjang Operating Cash Flow selalu positif, maka ASII adalah Outstanding Company.

Langkah Kedua : Menghitung Sticker Price dan Margin Of Safety (MOS) Price

Jika perusahaannya sudah Outstanding, langkah berikutnya tentu harga wajarnya berapa. Sebab prinsip dari value investing adalah membeli perusahaan luar biasa di bawah harga wajarnya. Dengan harapan, harga tersebut akan naik mendekati harga wajarnya. Menurut buku Phil Town, perhitungan harga wajar ada beberapa tahapan untuk menentukan Sticker Price dan MOS Price. Tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Current EPS (EPS saat ini). Pada bagian ROE di atas, diperoleh Laba Per Saham (EPS) adalah Rp 554.79

2. Penentuan tingkat pertumbuhan EPS pada periode yang akan datang. Pada Big Five Number poin 4, diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan EPS selama 5 tahun terakhir adalah 28%. Anda bisa menggunakan angka ini sebagai acuan atau menggunakan angka lain apabila anda yakin pertumbuhan laba Astra Internasional bisa lebih tinggi atau rendah dibandingkan angka tersebut.

3. Estimasi Price Earning Ratio di masa mendatang. Cara yang dia gunakan adalah membandingkan angka 20 atau rata-rata Price Earning Ratio saham tersebut selama 5 tahun mana yang lebih rendah untuk dijadikan sebagai estimasi. Angka 20 digunakan karena acuan pertumbuhan minimal yang dia gunakan 10%. Jika kita menggunakan angka 15%, maka menjadi 30. Angka rata-rata Price Earning Ratio selama 5 tahun, bisa diperoleh di website berbayar seperti infovesta.com atau dengan cara perhitungan manual meskipun website berbayar akan memberikan acuan yang lebih presisi. Sebagai contoh PE Ratio ASII selama 5 tahun dari 2007 – 2012 yang bersumber dari infovesta.com adalah sebagai berikut:

PE ASII 2007 - 2012Hingga desember 2012, rata-rata PE Ratio ASII adalah 13.7 lebih kecil dibandingkan asumsi 20 teori Phil Town ataupun 30 dalam asumsi saya. Sehingga angka yang digunakan adalah 13.7 kali.

4. Estimasi EPS di masa mendatang. Karena asumsi yang digunakan adalah 5 tahun, maka perkiraan EPS 5 tahun mendatang adalah sebagai berikut

EPS 5 tahun mendatang = EPS Saat ini x (1 + Asumsi kenaikan EPS) ^ 5

EPS 5 tahun mendatang = 554.79 x (1 + 28%) ^ 5 = 1.906

5. Nilai Saham di Masa Mendatang. Dihitung dengan menggunakan perkalian antara EPS 5 tahun mendatang dengan asumsi PE Wajar. (Teori Phil Town menggunakan periode 10 tahun)

Harga 5 tahun mendatang = EPS 5 tahun mendatang x Asumsi PE Wajar

Harga 5 tahun mendatang = 1.906 x 13.7 = 26.112

6. Sticker Price atau Minimum Acceptable Return. Merupakan harga wajar dari suatu saham. Dengan anggapan ketika anda berinvestasi di saham dan mengharapkan return 20%, maka harga 5 tahun mendatang tersebut akan didiskontokan ke harga hari ini. (Teori Phil Town menggunakan 15% dan periode 10 tahun)

Sticker Price = Harga 5 Tahun Mendatang / (1+20%)^5

Sticker Price = 26.112 / (1+20%)^5 = 10.493

7. Margin of Safety (MOS) Price. Merupakan harga yang digunakan oleh Value Investor dalam membeli saham. Jika harga pasar sama atau lebih kecil dibandingkan harga saham Margin of Safety, maka investor akan membeli saham tersebut. Secara sederhana MOS Price adalah Sticker Price dibagi 2 atau 50% dikalikan Sticker Price. Apabila anda merasa yakin dengan perusahaan tersebut, anda bisa menaikkan MOS Price sekitar 70% dari Sticker Price. Atau ketika anda ragu suatu perusahaan Oustanding atau tidak, anda bisa menggunakan acuan MOS Price sebesar 30%. Dengan menggunakan acuan Phil Town, maka harga yang aman untuk masuk adalah

MOS Price = Sticker Price x 50%

MOS Price = 10.493 x 50% = 5.246

Harga saham Astra Internasional Saat ini:

ASII 6 Des 2013

Karena harganya masih di atas MOS Price, maka meskipun perusahaan ini termasuk perusahaan Outstanding, tapi harganya masih belum Sensible. Lain ceritanya kalau anda menggunakan MOS 70%, yaitu sekitar 7000an sehingga harga sekarang sudah cukup untuk mengambil tindakan.

Demikian artikel kali ini, semoga tidak terlalu panjang dan terlalu sulit untuk anda pahami. Dan yang paling penting bisa bermanfaat bagi anda semua.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Sumber Data dan Gambar

  1. http://www.aaii.com/computerized-investing/article/rule-1-stock-screening.mobile
  2. http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/ListedCompanies/PerformanceSummary/ASII.pdf
  3. http://www.astra.co.id/index.php/investor_info/details/80
  4. http://www.astra.co.id/index.php/investor_info/annual_report
  5. http://finance.yahoo.com/q?s=asii.jk
  6. www.infovesta.com
  7. istockphoto

26 thoughts on “Analisa Fundamental Melalui Laporan Keuangan (3) – Value Investing

  1. @adi
    Siang Adi,

    Kalau analisa sektoral, itu lebih condong ke gaya investasi growth. Sebab jika fokusnya adalah Value investing, maka tidak terlalu penting sektor ini bagus atau tidak, tapi lebih penting perusahaannya bagus atau tidak dan valuasinya, terlepas dari apapun sektor perusahaan tersebut.

    Semoga menjawab pertanyaan anda, terima kasih.

    Like

  2. Salam kenal pak Rudi, saya masih awam sekali soal analisis fundamental dan ingin sekali belajar analisis fundamental.

    Ada yang saya ingin tanyakan nih pak Rudi.
    Pada bahasan menghitung Equity Growth, Sales Growth, Earning Growth disitu dikatakan menggunakan data 5 tahun terakhir, kalau menggunakan data 5 tahun terakhir apa bukan berarti data yang kita gunakan adalah data dari tahun 2008 – 2012 pak?

    Mohon maaf jika pertanyaannya cm sepele, saya agak sedikit bingung saja kalo data yang di gunakan dari tahun 2007 – 2012 berarti total data yang di gunakan adalah 6tahun bukan data 5 tahun.

    Terima Kasih pak Rudi

    Like

  3. Terima kasih Pak Rudi atas artikelnya yg sangat bagus, sangat bermanfaat, dan mudah dimengerti. Yang seperti ini tidak saya dapatkan di perkuliahan. Tampaknya saya memang harus lebih banyak baca buku yg ditulis oleh praktisi-praktisi dan juga butuh mentor untuk mengajarkan ilmu dan membimbing perkembangan saya.

    Terima kasih Pak Rudi. Bila Bapak ada waktu luang lagi, jangan ragu untuk membagikan ilmu-ilmu lainnya lagi.

    I appreciate this article very much.

    Like

  4. @Alvin
    Salam Alvin,

    Pengamatan yang bagus. Sebab memang penggunaan tahun antara growth dan ROE berbeda 1 tahun.

    Kurang lebih seperti ini, jika kamu ingin mengukur pertumbuhan 5 tahun terakhir dengan tahun terakhir 2012, maka 2012 – 5 = 2007. Sehingga digunakan data 2012 dan 2007. Sebab kalau dihitung 07 – 08 = 1, 08 – 09 = 2, 09 – 10 = 3, 10 – 11 = 4, dan 11 – 12 = 5.

    Sementara dalam kasus ROE, memang digunakan 2008 – 2012, karena masing2 sudah 1 ROE setiap tahunnya. Kalau pertumbuhan, karena masih harus dihitung maka digunakan 1 tahun sebelumnya.

    Semoga bisa menjawab pertanyaan anda. Terima kasih.

    Like

  5. @Febri
    Malam Pak Febri,

    Analisa di atas tidak bisa dipakai untuk reksa dana. Sebab penilaian terhadap kinerja reksa dana adalah penilaian terhadap “judgement” dan keahlian manajer investasi mengelola portofolio. Karena pengelolaan bersifat sangat aktif, maka fundamental isi portofolio bisa berubah dari waktu ke waktu. Sementara penilaian terhadap saham adalah penilaian terhadap baik buruknya fundamental dan mahal murahnya harga pasar saat ini.

    Demikian, semoga bermanfaat.

    Like

  6. Selamat siang bapak Rudi …
    saya Eka Setiawati mau tanya menganai cara menghitung Eps t + 1 , maskudnya seperti apa ya pa?

    Like

  7. Pak…artikel yang sangat bermanfaat…saya ingin bertanya…return 20% tersebut apakah
    selama 5 tahun atau per tahun

    Like

  8. Pak…hehe mau nanya lagi…Data yang bapak dapat di BEI itu dicari dimana ya pak…di website kah?…..kalo iya,website apa pak

    Like

  9. Pak mau nanya lagi…mohon maap ya pak…klo laporan keuangan tahunan 2015 itu diterbitkannnya pada bulan maret 2016 atau bulan maret 2015 ya?makasih pak

    Like

  10. Mantap sekali pak artikelnya,
    Perkenalkan saya Panji, investor newbie, ingin bertanya pak
    Bagaimana cara untuk menghitung nilai wajar dari sebuah perusahaan holding atau investment company?
    Terima kasih

    Like

  11. @reza
    Salam Pak Reza,

    Menjawab 2 pertanyaan anda:
    1. Websitenya ya website BEI.
    2. Terbitnya sekitar bulan Maret – April tahun berikutnya

    Semoga bermanfaat

    Like

  12. Dear Pak Rudiyanto,

    Pak, untuk menentukan PER, apakah cukup dengan PER quartalan saja? mengingat software aplikasi securitas hanya mencantumkan PER di Q1 sampai Q4 saja.

    lalu dari data PER tiap Quartal itu saya bikin grafik, saya mencari average value nya. nah, untuk menentukan PER euforia dan PER pesimis gmn pak? brp % saya ambil dari nilai average PER?

    Like

  13. @atmajayaterry
    Salam Pak Atmajaya,

    Price Earning Ratio dihitung dengan cara membagi harga dengan earning terbaru.
    Angka earning berubah setiap 3 bulan sesuai publikasi laporan keuangan, sementara harga, jika sahamnya likuid, akan berubah setiap hari.

    Jadi kalimat “menentukan” PER itu kurang tepat, yang lebih benar adalah “menghitung” PER. Dan untuk menghitungnya bukan mengambil data PER kuartalan tapi mengambil data earning kuartalan. Angka earning harus disetahunkan (Trail Twelve Month TTM) karena PER menggunakan basis tahunan dalam perhitungan.

    Kalau mau lebih “precise” atau lebih mencerminkan valuasi saham, sebaiknya menggunakan data PER Harian, bukan PER kuartalan. Batas antara Euforia, Optimis, Pesimis dan Krisis di atas menggunakan rata-rata plus minus 1 standar deviasi.

    Semoga bermanfaat

    Like

  14. Salam pak Rudi,
    Mohon bertanya pak. Spt’a dlm poin No. 6 dan No. 7 asumsi yg digunakan terlalu subjektif. Menurut bpk agar dlm membuat valuasi ini menjadi lebih objektif teorinya spt apa ya pak agar kita bisa setidaknya meminimalkan error dlm model valuasi yg kita buat. Thanks pak Rudi. Sehat selalu ^_^

    Like

    1. Salam bu Anni,

      Valuasi itu memang memasukkan unsur subjektivitas dari pihak yang melakukannya.
      Yang penting asumsi2 yang digunakan itu ditunjang dengan data2 sebanyak mungkin yang relevan.

      Terima kasih

      Like

Leave a reply to Rudiyanto Cancel reply