Kalau dilihat-lihat, penurunan bursa beberapa hari terakhir ini + Kinerja Reksa Dana secara historis yang Tinggi + Penawaran Pinjaman yang sudah tidak mengenal waktu, jika ditarik garis merah dari ketiga hal tersebut, memunculkan suatu pertanyaan atau bahkan mungkin potensi investasi, apakah ada kemungkinan investor mendapat keuntungan dari berinvestasi di reksa dana menggunakan uang pinjaman? Alias investasi modal dengkul..
Penggunaan faktor pinjaman dalam investasi bukan hal yang baru. Kenyataannya penggunaan hutang dalam segala aspek bisnis dan investasi dapat dilihat dengan nyata. Sebagai contoh, perusahaan menerbitkan obligasi atau mengajukan kredit modal kerja di bank. Investor saham menggunakan fasiiltas margin trading dalam pembelian saham yang disediakan oleh perusahaan sekuritas. Bahkan ada istilah carry trade dimana investor hedge fund meminjam uang dari negara dengan bunga rendah untuk diinvestasikan pada negara dengan hasil investasi yang lebih tinggi. Bagaimana dengan reksa dana?
Ada 2 hal yang penting yang harus diketahui untuk bisa menjawab apakah strategi investasi reksa dana berdasarkan pinjaman merupakan strategi yang baik atau tidak. Pertama, darimana sumber hutang investor dan berapa besar biaya yang harus dibayarkan. Kedua, apakah keuntungan dari reksa dana bisa menutupi biaya tersebut. Pertimbangan kedua tidak hanya pada besaran return namun juga cashflow.
Tentu tidak sembarang orang bisa mendapatkan dan mampu menggunakan hutang (leverage). Pemberian hutang baik oleh bank, investor obligasi, dan perusahaan sekuritas tentu sudah diperhitungkan secara matang baik dari sisi kredibilitas maupun kemampuan si peminjam. Bagi investor / calon investor reksa dana, salah satu sumber pinjaman yang bisa dipergunakan untuk investasi adalah KTA atau Kredit Tanpa Agunan.
Syarat untuk mendapatkan KTA juga mudah, dengan pendapatan minimal Rp 2 juta per bulan, dokumen administrasi lengkap dari KTP, Slip Gaji, Fotokopi Rekening Koran dan NPWP (pinjaman >50 juta), seseorang bisa meminjam dari 4-5 kali gaji dengan maksimum biasanya hingga Rp 200 juta. Setelah disetujui biasanya peminjam akan dikenakan biaya provisi dan administrasi sekitar 2% – 3% dari nilai pinjaman.
Umumnya suku bunga KTA bervariasi, sekitar 18% – 22% per tahun dengan sistem suku bunga flat. Namun jangan gampang terjebak, secara rule of thumb, suku bunga efektif sekitar 2 kali lipat dari suku bunga flat. Artinya jika suku bunga flat sebesar 18% maka itu sama dengan suku bunga efektif 36%. Dan suku bunga efektif itulah yang sebenarnya dibayarkan oleh investor.
Suku bunga flat dan efektif
Sebagai ilustrasi perbedaan cara perhitungan suku bunga flat dan efektif adalah sebagai berikut. Katakan anda meminjam uang dari saya sebesar Rp 100 juta yang akan dilunasi dalam 2 tahun. Metode pembayaran adalah bunga dan pokok dicicil 1 kali per tahun dengan bunga 10% per tahun. Cara perhitungan suku bunga flat adalah Rp 100 juta + 2 tahun x 10% x Rp 100 juta = Rp 120 juta. Maka cicilan per tahun adalah Rp 120 juta / 2 = Rp 60 juta per tahun.
Cara perhitungan ini sederhana dan dimengerti oleh banyak orang. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Ketika membayar cicilan pertama yang terdiri dari Rp 50 juta pokok dan Rp 10 juta bunga, maka sisa hutang adalah tinggal Rp 50 juta (Rp 100 juta – Rp 50 juta). Maka pada tahun kedua seharusnya cicilan tinggal Rp 55 juta yang berasal dari Rp 50 juta pokok dan Rp 5 juta bunga (10% x Rp 50 juta sisa hutang). Kenyataannya kita membayar Rp 60 juta atau Rp 5 juta lebih banyak. Jadi secara matematis bunga yang dibayarkan lebih dari 10%
Sementara dengan cara perhitungan bunga efektif 10%, maka cicilan per tahun adalah Rp 57.62 juta atau total pembayaran Rp 115.24 juta. Rinciannya cicilan tahun pertama Rp 10 juta bunga dan Rp 47.62 juta pokok, sisa hutang menjadi Rp 52,38 juta. Pada tahun kedua, dicicil lagi sebesar Rp 57,62 juta. Selisih antara cicilan dan sisa hutang adalah Rp 5.24 juta, itu sebenarnya adalah bunga 10% dari sisa hutang tahun pertama. Metode perhitungan bunga efektif inilah yang sebenarnya dipakai, sementara suku bunga flat hanya marketing gimmick saja.
Dengan asumsi suku bunga efektif pinjaman KTA berkisar antara 36% – 44% per tahun, bagaimana dengan kinerja reksa dana? Kinerja IHSG selama 5 tahun terakhir berikut dengan rata-rata reksa dana saham yang diukur dengan Infovesta Mutual Fund Index adalah sebagai berikut
Dengan melihat track record historis IHSG selama 5 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2008, tingkat return lebih tinggi dibandingkan rata-rata, suku bunga efektif KTA. Jika dilihat dari rata-rata kinerja reksa dana, hasilnya beragam, pada tahun 2009 tingkat return reksa dana saham sekitar 11% lebih baik dibandingkan IHSG namun pada tahun 2010 ternyata tingkat 17% di bawah IHSG. Apalagi secara statistik, jumlah reksa dana yang mampu mengalahkan IHSG semakin sedikit dari waktu ke waktu. Selain itu, bukan hanya tingkat return yang harus diperhatikan, namun juga periode pembayaran. Pembayaran bunga dan pokok dilakukan setiap bulan. Artinya setiap bulan investor harus melakukan redemption lagi untuk membayar bunga dan pokok pinjaman. Karena tanggal pembayaran sudah ditetapkan, mau pasar naik ataupun turun penarikan harus tetap dilakukan. Keuntungan investor diperoleh dari sisa dana setelah pembayaran cicilan terakhir dilakukan.
Sebagai contoh anggap kita meminjam uang melalui KTA Rp 100 juta di akhir tahun dengan tenor 1 tahun. Selanjutnya uang tersebut dipotong biaya provisi 3% sehingga yang bisa dimanfaatkan hanya Rp 97 juta. Dana tersebut kemudian diinvestasikan ke reksa dana sekaligus pada akhir tahun. Dengan menggunakan salah satu tabel simulasi KTA diperoleh informasi bahwa besarnya cicilan per bulan dengan pinjaman di atas adalah sekitar Rp 9.750.000. Hasil investasi reksa dana kemudian di tarik setiap akhir hari kerja bulan sebesar Rp 9,75 juta untuk membayar cicilan KTA. Biaya penarikan dianggap 0. Hasil simulasi adalah sebagai berikut:
Hasil investasi setelah disesuaikan dengan cashflow pembayaran adalah sebagai berikut:
Ternyata meskipun return reksa dana dan IHSG lebih besar dibandingkan suku bunga efektif (kisaran 42% per tahun) seperti pada tahun 2007, ternyata masih bisa membukukan arus kas negatif alias rugi. Dalam 5 tahun terakhir secara akumulasi, ternyata kerugian yang didapat lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diterima. Berdasarkan angka di atas, bisa disimpulkan bahwa strategi investasi reksa dana melalui KTA bukanlah ide yang baik. Namun bukan berarti tidak bisa dijalankan. Strategi ini mungkin akan berhasil apabila secara konsisten investor bisa memprediksi secara tepat reksa dana saham mana yang kinerjanya di atas rata-rata. Sebaliknya jika pilihannya salah, tingkat kerugiannya bisa lebih besar.
Akhir kata, artikel ini tidak bermaksud menyarankan kepada anda untuk berinvestasi modal dengkul dengan mengandalkan pinjaman. Namun memberikan gambaran jika dijalankan dengan kurang baik hasilnya bukan untung malah buntung beserta risiko-risiko yang dihadapinya. Semoga bermanfaat
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang.







Tinggalkan Balasan ke Eko Putro Batalkan balasan