Tahun 2011 bisa dikatakan tahun yang penuh gejolak dalam investasi saham. Mulai dari harga minyak, Timur Tengah, Rating AS hingga perkembangan ekonomi dan surat utang Eropa menjadi faktor utama ketidakpastian. Akibatnya lonjakan atau penurunan harga saham 3-4% dalam sehari seolah menjadi pemandangan yang biasa. Reaksi investor saham juga bervariasi, ada yang tetap buy and hold, ada pula yang cutloss sambil melihat situasi. Bagaimana degan perilaku investor reksa dana, khusunya investor reksa dana saham?
Dibandingkan dengan saham, investasi pada reksa dana saham cenderung lebih mudah ditebak. Sebab secara umum pergerakan IHSG dan reksa dana saham searah, sehingga pada saat IHSG naik, reksa dana saham juga naik. Yang membedakan hanyalah persentase kenaikannya. Sementara itu karena jumlah saham sangat banyak, ada saham yang pergerakannya terkadang berlawanan dengan arah dengan pergerakan IHSG.
Jadi ketika yakin IHSG akan bullish namun bingung harus membeli saham apa, maka reksa dana menjadi salah satu alternatif menarik. Potensi keuntungan yang lebih tinggi memang bisa didapatkan dari investor yang berinvestasi langsung pada saham, namun untuk bisa melakukan hal tersebut diperlukan keahlian yang tinggi. Meski demikian seiring dengan bertambah banyaknya reksa dana yang memiliki strategi fokus pada sektor tertentu, maka kemungkinan kita akan menemukan pergerakan reksa dana saham berlawanan arah dengan arah IHSG di masa depan juga semakin besar.
Kondisi ini menyebabkan ada sebagian investor menggunakan reksa dana saham sebagai alat untuk mencari keuntungan jangka pendek. Artinya meski reksa dana didesain sebagai instrumen jangka panjang, namun ketika pasar turun investor banyak melakukan investasi dan baru kemudian menjualnya ketika pasar naik meski belum terlalu lama dibeli. Sebagai contoh, mari kita lihat tabel berikut ini:
Perbandingan antara Kinerja Bulanan IHSG dan Jumlah Unit Penyertaan Reksa Dana Saham*
Kolom pertama pada tabel di atas menunjukkan performa bulanan daripada IHSG. Kolom kedua menunjukkan jumlah total dari seluruh Unit Penyertaan reksa dana saham yang diklasifikasikan menurut Infovesta dan kolom ketiga menunjukkan perubahan jumlah unit penyertaan dibandingkan bulan sebelumnya.
Unit Penyertaan adalah suatu indikator yang menunjukkan berapa banyak unit reksa dana yang telah diterbitkan oleh Manajer Investasi. Berbeda dengan Jumlah Dana Kelolaan, Unit Penyertaan bisa menunjukkan dengan jelas apakah investor melakukan pembelian atau penjualan pada reksa dana. Sebab Unit Penyertaan hanya bertambah ketika investor melakukan pembelian dan baru berkurang ketika investor melakukan penjualan reksa dana. Sementara indikator Jumlah Dana Kelolaan atau yang biasa dikenal dengan nama Asset Under Management bisa bias karena perubahan pada indikator ini juga bisa disebabkan oleh perubahan harga saham dan obligasi dalam portofolio investasinya.
Salah satu fakta yang menarik disini adalah perubahan unit yang terjadi pada bulan Januari, Mei, Juli dan Agustus. Khusus untuk Januari dan Agustus 2011, pertambahan jumlah unit penyertaan masing-masing adalah 1.1 milliar dan 2.7 miliar unit. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lain yang di bawah 1 milliar unit. Dengan asumsi rata-rata harga reksa dana sebesar 1000 saja, maka berarti ada dana mengalir ke reksa dana sebesar 1.1 triliun dan 2.7 triliun dalam 1 bulan. Uniknya pertambahan unit penyertaan ini justru terjadi ketika IHSG menunjukkan penurunan kinerja yang negatif.
Pada bulan Mei sendiri, pertambahan jumlah unit juga sebenarnya besar dengan angka pertumbuhan IHSG yang positif namun hanya 0,45%. Mungkin investor mengira akan terjadi koreksi pada bulan Mei namun ternyata pada akhir bulan ternyata kinerjanya masih tetap positif. Sementara itu ketika kinerja IHSG positif, pertumbuhan jumlah unit penyertaan justru tidak terlalu besar. Bahkan ketika IHSG membukukan kenaikan 6.23% pada bulan Juli, investor justru melakukan redemption yang mencapai hingga 1 milliar unit. Padahal dari bulan-bulan sebelumnya, jumlah unit selalu bertambah dan bukannya berkurang.
Melihat tren di atas, saya berpendapat bahwa terdapat sebagian investor yang menggunakan reksa dana sebagai alat investasi jangka pendek untuk memaksimalkan keuntungannya. Saya menduga hal ini disebabkan oleh pengalaman investor pada tahun 2008, dimana ternyata IHSG bisa kembali dengan cepat setelah terjadi penurunan yang sangat signifikan karena didukung oleh fundamental perekonomian yang kuat dan berorientasi domestik. Pelajaran ini membuat investor beranggapan ketika terjadi penurunan, merupakan saat yang tepat untuk melakukan pembelian.
Perilaku di atas mengimplikasikan bahwa:
- Arus dana masuk yang membesar ketika terjadi penurunan yang signifikan pada bursa akan menjadi semacam bantalan sehingga bisa mencegah penurunan lebih lanjut. Karena dana yang masuk selanjutnya akan digunakan oleh Manajer Investasi untuk membeli saham-saham lagi di bursa.
- Menguatnya peran investor domestik, karena mayoritas investor reksa dana merupakan investor domestik yang terdiri dari Dana Pensiun, Asuransi, Yayasan Kesehatan dan Investor perorangan. Memang masih ada investor asing, namun baik secara jumlah maupun nominal investasi masih lebih banyak didominasi oleh investor domestik.
- Bahwa Investor masih Percaya dengan kondisi perekonomian Indonesia tidak hanya sekedar teori di atas kertas namun juga terwujud dari semakin membesarnya unit penyertaan reksa dana. Dengan demikian meningkatnya investasi pada reksa dana saham bisa berdampak pula pada perkembangan pasar modal di Indonesia.
Ke depan, menurut saya perilaku investor reksa dana menggunakan reksa dana saham sebagai instrumen investasi jangka pendek masih akan terus berlanjut. Belum lagi jumlah dana kelolaan reksa dana masih berpotensi terus meningkat mengingat sebagian besar dana masyarakat masih ditempatkan di bank. Sebagai perbandingan Dana Pihak Ketiga Bank yang mencapai lebih dari 2400 triliun dan total dana kelolaan reksa dana baru sekitar 150 triliun.
Yang menjadi PR bagi para pelaku industri adalah bagaimana agar dana yang sudah masuk ini dapat dikembangkan secara optimal dan memperluas pemasaran produk agar dapat juga menjangkau investor yang memang menggunakan reksa dana saham sebagai instrumen investasi jangka panjang agar bobotnya lebih berimbang dan jumlah unit penyertaan tetap tumbuh dalam kondisi apapun.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat bagi pengembangan industri reksa dana Indonesia.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang.


Tinggalkan Balasan ke indrayana Batalkan balasan