Dalam pasar modal, ada istilah Bullish dan Bearish.

Bullish – saham naik

Bearish – saham turun

Namun ada lagi istilah lain yaitu Dovish dan Hawkish. Kalau Bullish – Bearish adalah AKIBAT, maka Dovish dan Hawkish adalah SEBAB.

Penjelasannya sebagai berikut:

Kebijakan Dovish dan Hawkish mengacu kepada kebijakan bank sentral. Kalau Bank Sentral menurunkan suku bunga, melonggarkan syarat pemberian kredit, menurunkan Giro Wajib Minimum disebut Dovish.

Dove = Merpati = Jinak

Artinya kebijakan cenderung sifatnya positif untuk ekonomi.

Sebaliknya kalau Bank Sentral menaikkan suku bunga, mengetatkan syarat pemberian kredit, menaikkan Giro Wajib Minimum disebut Hawkish.

Hawk = Elang = Galak

Artinya kebijakan cenderung negatif untuk ekonomi.

Bagaimana dengan cetak uang? Itu hawkish atau dovish?

Yang mencetak uang itu bukan pemerintah, tapi Bank Sentral. Caranya pemerintah menerbitkan surat hutang, kemudian dibeli bank sentral melalui uang yang dicetak, kebijakan ini disebut juga Quantitative Easing (QE).

Lawan dari QE adalah QT – Quantitative Tightening = Hawkish. Waktu surat utang pemerintah yang dibeli dengan cetak uang jatuh tempo, bank sentral tidak lagi melakukan roll over, alias pemerintah harus melunasi. Tapi kalau roll over terus maka dikategorikan QE = Dovish.

Kenapa Bank Sentral harus mengambil kebijakan yang cenderung negatif untuk ekonomi? Bukankah semakin dovish semakin baik karena ekonomi akan tumbuh?

Pertumbuhan ekonomi positif itu punya efek samping yaitu inflasi tinggi. Analoginya sektor properti, kebijakan KPR dan bunga. Misalkan Bank Sentral menurunkan syarat KPR jadi 0%, bunga KPR 2%, dan kebijakan GWM bank dilonggarkan (artinya bank bisa memberikan kredit lebih banyak), maka diharapkan sektor properti akan meningkat. Harapannya permintaan properti akan semakin meningkat dan ekonomi tumbuh.

Namun di sisi lain, karena dimudahkan, permintaan properti membludak. Kondisi ini akan dimanfaatkan developer properti dan pemilik rumah untuk menaikkan harga jual dan sewa. Efek sampingnya, milenial mengeluh rumah tidak terjangkau, gaji tidak cukup untuk bayar kontrakan, inflasi tinggi. Ketika inflasi terlanjur tinggi, maka untuk turun terpaksa bunga dinaikkan dan syarat pemberian kredit diperketat. Ada juga waktu-waktu dimana ekonomi lesu, sehingga bunga perlu diturunkan agar ekonomi tumbuh kembali.

Seperti Thanos, Bank Sentral harus seimbang inflasi dan growth

Kebijakan bank sentral yang Dovish dan Hawkish ini efeknya tidak hanya ke ekonomi, tapi juga ke pasar modal (khususnya harga obligasi). Ada 2 kebijakan yang langsung berdampak pada harga obligasi yaitu:

  1. Suku Bunga Naik Turun
  2. Quantitative Easing dan Quantitative Tightening

Sederhananya:

Suku bunga naik – harga obligasi turun

Suku bunga turun – harga obligasi naik

QE – harga obligasi naik

QT – harga obligasi turun

Berdasarkan kondisi pasar di Desember 2023, diperkirakan bunga di USA akan turun di 2024 karena angka inflasi sudah semakin mendekati target.

Apakah itu berarti harga obligasi akan naik di 2024? Bisa saja.

Tapi dunia nyata terkadang kompleks, sebab bisa saja Bank Sentral menjalankan kebijakan yg Dovish dan Hawkish sekaligus dimana waktu bunga turun, kebijakan cetak uang QT dikurangi karena jumlah utang terlalu besar.

Kemudian terkadang kebijakan bank sentral antar negara berbeda, sebagai contoh sejak inflasi naik tinggi di 2022, Bank Sentral USA menaikkan suku bunga dari 0-0.25% menjadi 5.25-5.5% total naik 5.25%. Bank sentral Indonesia naik juga, tapi dari 3.5% menjadi 6% total naik 2.5%.

Akibatnya harga obligasi tidak bergerak sesuai pergerakan suku bunga saja, tapi juga kebijakan yang lain seperti QE-QT, kebijakan bank sentral negara lain, ekspektasi bunga ke depan bukan saat ini saja, surplus defisit APBN dan lainnya. Dalam kasus tertentu, fear and greed juga.

Bagaimana dengan harga saham?

Dovish dan Hawkish secara teori berdampak pada asumsi risk free perhitungan harga wajar saham dan indeks menggunakan pendekatan discounted cash flow dan CAPM. Jika bunga naik, maka harga wajar turun dan sebaliknya bunga turun, harga wajar naik. Namun perlu diketahui, tidak semua investor menggunakan metode DCF dan CAPM, yang pakai teknikal, news, weighting indeks, bahkan ikut bandar atau influencer juga banyak. Kebijakan yang lain seperti QE-QT menjadi sentimen positif-negatif, namun ada ratusan sentimen dalam saham.

Jadi terhadap saham, kebijakan Dovish – Hawkish bank sentral sifatnya sementara saja dan bahkan ada kemungkinan tidak berdampak sama sekali. Dalam perspektif pasar modal, berdampak langsung atau tidak, yang diharapkan adalah kebijakan yang Dovish.

HAVE A NICE DAY

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui