Sejak awal tahun, BI Rate yang dikira akan turun, bahkan bisa turun beberapa kali, malah dinaikkan dari 6% menjadi 6.25% pada 25 April yang lalu.

Alasannya adalah demi menjaga kestabilan nilai tukar Rp yang sudah menembus angka Rp 16.000++ / USD

Apakah kurs Rp / USD bakal turun?

Mengapa dikatakan kalau bunga naik, diharapkan kurs Rp / USD bisa turun?
Bukankah secara teori, kalau bunga naik, seharusnya harga obligasi yang turun?

Secara teori, suku bunga memang benar dampaknya hanya ke obligasi.
Terhadap kurs, memang itu sifatnya harapan saja.

Jadi ketika mata uang dikatakan melemah atau menguat, penyebabnya adalah supply dan demand.
Ketika ada demand yang besar terhadap USD dan orang menukarkan Rp ke USD, maka USD akan menguat dan sebaliknya ketika ada demand yang besar terhadap Rp, maka Rp menguat.

Darimana supply dan demand mata uang tersebut berasal?

Banyak, mulai dari ekspor impor barang dan jasa; hasil investasi seperti bunga, kupon dan dividen; transaksi surat berharga pasar modal, dan penanaman modal langsung.

Apa hubungannya dengan BI Rate?

Dengan BI Rate naik, maka diharapkan perbankan akan menyesuaikan suku bunga deposito dan kreditnya.
Dengan bunga deposito yang lebih tinggi, diharapkan masyarakat mau menempatkan dananya di bank karena imbal hasil lebih menarik sehingga potensi ditukar jadi USD lebih kecil.
Dengan BI Rate naik, harga obligasi turun.. misal dari 100 ke 98.
Kupon obligasi FR – Fixed Rate kuponnya tetap, sehingga dengan potensi dapat membeli pada harga yang lebih murah diharapkan investor tetap di Indonesia.
Tapi yg sudah beli duluan, harganya ya turun juga.
Sekitar 15-20% dari pembeli surat utang negara baik yang konvensional ataupun berbasis syariah adalah investor asing.
Kondisi di atas juga diharapkan membuat mereka bersedia untuk tetap di Indonesia atau bahkan menambah kepemilikannya.

Bagaimana dengan saham?
Efek suku bunga terhadap harga saham itu relatif sulit untuk diukur.
Selain kondisi makro seperti suku bunga, ada juga fundamental, serta fear and greed yang mempengaruhi harganya.
Secara umum, kenaikan bunga memang negatif terhadap saham tapi sementara.

Terhadap sektor riil, terus terang lebih sulit lagi.
Suku bunga memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan investor asing untuk jadi buka usaha atau tidak, tapi birokrasi, peluang usaha, infrastruktur, dan keberanian dalam berwirausaha lebih dominan.
Jadi efek suku bunga lebih ke pasar keuangan saja.

Apakah saat ini aliran investor asing sedang masuk, keluar, atau hold di Indonesia?
Di obligasi, year to date hingga 22 April ini kepemilikan asing di obligasi turun dari Rp 842 T menjadi Rp 797 T atau net sell sekitar Rp 45 T.

Di saham dengan periode yang sama memang masih net buy, tapi dari Maret 2024 yang sudah sempat net buy sekitar Rp 30 T, di April 2024 turun tinggal Rp 11 T.
Artinya dalam 1 bulan terakhir, asing menarik dana sekitar Rp 19 T dari pasar saham.
Ketika asing menjual saham dan obligasi, Rp dikonversi jadi USD.
Makanya permintaan terhadap USD jadi tinggi sehingga membuat nilainya menguat.
Kemudian pembagian dividen jumbo yang jadwalnya antara Maret hingga Mei nanti, juga menambah demand USD jika pemegang sahamnya asing.

Apakah kenaikan BI Rate ini bisa membuat asing berhenti net sell dan malah jadi net buy di saham dan obligasi?
Dalam jangka pendek amat sulit, bahkan negara seperti Turki dan Argentina yang menaikkan bunga bank sentralnya menjadi puluhan persen, mata uangnya tetap melemah.
Bagi investor asing, keputusan jual beli saham dan obligasi juga dipengaruhi banyak hal mulai dari analisa fundamental, perbandingan dengan negara lain, data inflasi, dan atau kebijakan investor di institusinya.
Suku bunga hanya 1 dari sekian banyak faktor tersebut.

Apakah nilai tukar Rp bisa segera menguat?
Tapi grafik di bawah menunjukkan justru Rp itu menguat di level Rp 14.000-15.000++ malah ketika BI Rate turun / tetap seperti di 2020-2022.

Ketika BI Rate naik di 2023-2024 ini, justru nilai tukar Rp malah di kisaran Rp 15.000-16.000++.

Jadi fungsi suku bunga naik itu malah lebih ke menahan supaya nilai tukar Rp tidak melemah makin dalam, kalau menguat, bonus.
Mengapa? Karena yang terjadi itu bukan Rp melemah tapi USD menguat.
Sebab tidak ada masalah di 🇮🇩, inflasi terkendali, Pilpres mulus, anggaran Surplus

Kenapa USD menguat?
Data inflasi tidak sesuai harapan sehingga rencana penurunan bunga bisa tertunda.
Meski anggaran pemerintah 🇺🇸 dan inflasinya sedang kurang baik, sebagai negara Adidaya, US Dollar akan tetap jadi mata uang utama dan nilainya tergantung bunga 🇺🇸 naik / turun.

Setelah kenaikan BI Rate ini, bagaimana proyeksi nilai tukar Rp / USD ?
Menurut wawancara Bloomberg dengan Bank Indonesia, diperkirakan stabil Rp 16.200 di April – Juni, rata-rata Rp 16.000 di Juli – September, dan rata-rata Rp 15.800 di Oktober – Desember.

Perlu diketahui, instrumen bukan hanya BI Rate saja, ada juga yang lain seperti bond buyback, menggunakan cadangan devisa, dan lainnya.

Bagaimana menurut anda?
Apakah masih percaya bahwa ada peluang nilai tukar turun ke bawah

Rp 16.000 di 2024 ini?
Komen Ya

HAVE A NICE DAY

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui