Selama ini kita mengenal Obligasi Konvensional dan Obligasi Syariah atau Sukuk.
Sejak tahun 2017, ada lagi 1 tipe baru yaitu Obligasi Berkelanjutan atau Sustainable Bond.
Seperti apa jenis obligasi ini?
Bagaimana cara kerjanya?
Studi kasus ISSP.
BUKAN REKOMENDASI BUY SELL HOLD.

Hal ini diatur dalam POJK No 18/2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk EBUS Berlandaskan Keberlanjutan.
POJK ini merupakan revisi atas POJK No 60/2017 tentang tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan – Green Bond.
EBUS berlandaskan keberlanjutan dapat berupa:
a. EBUS Lingkungan;
b. EBUS Sosial;
c. EBUS Keberlanjutan;
d. Sukuk Wakaf;
e. EBUS Terkait Keberlanjutan; dan
f. EBUS berlandaskan keberlanjutan lainnya yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Di tahun 2024, PT. Steel Industry of Indonesia Tbk atau SPINDO dengan kode ISSP berencana menerbitkan obligasi berlandasarkan keberlanjutan.
Mengacu kepada keterbukaan informasi, maka masuk dalam kategori E yaitu EBUS Terkait Keberlanjutan.

Sesuai dengan penjelasan dalam POJK.
EBUS Keberlanjutan adalah Efek bersifat utang dan/atau Sukuk yang dana hasil penerbitannya digunakan untuk pembiayaan atau pembiayaan ulang kegiatan usaha berwawasan lingkungan dan kegiatan usaha berwawasan sosial.
EBUS Terkait Keberlanjutan adalah Efek bersifat utang dan/atau Sukuk yang penerbitannya dikaitkan dengan pencapaian indikator kinerja utama keberlanjutan tertentu.
EBUS Keberlanjutan fokus pada lingkungan dan sosial. Sementara EBUS Terkait Keberlanjutan di indikator tertentu.
Meski mirip2, jenis yang lebih dekat dengan upaya global untuk pengurangan emisi karbon adalah EBUS Terkait Keberlanjutan.
Karena ada target indikatornya, dalam peraturan disebut Indikator Kinerja Utama Berkelanjutan – IKU dan Target Kinerja Berkelanjutan – TKK.
IKU Keberlanjutan adalah indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja pencapaian atas aktivitas keberlanjutan yang dipilih.
TKK adalah tahapan pencapaian dari IKU Keberlanjutan yang menjadi komitmen penerbit yang dapat diukur dalam target waktu yang telah ditentukan.
Dalam prospektus tercantum IKK adalah pengurangan emisi karbon sebesar 1.099.332 kgCO2eq (istilah karbon) dari 2024-2030.
Kemudian TKKnya secara per tahun sesuai dengan tabel di samping dengan cara menggunakan pembangkit listrik bertenaga surya (solar cell)

Maksudnya pabrik ISSP yang tadinya menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, akan meningkatkan menggunakan juga pembangkit listrik bertenaga surya dengan bobot yang semakin besar. Dengan kombinasi ini, ditargetkan dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan.
Dengan tren pengurangan emisi karbon dimana2, aksi korporasi juga mendapat banyak dukungan baik dari regulasi lokal maupun internasional. OJK yang mewajibkan Sektor Jasa Keuangan untuk minimal sekian persen dalam portofolio adalah berkelanjutan.
Internasional bahkan ada penjamin.
Dalam kasus EBUS Terkait Keberlanjutan yang diterbitkan oleh ISSP pada tahun 2024, penjaminnya adalah Credit Guarantee and Investment Facility (CGIF) dari Asian Development Bank (ADB).
Artinya jika wanprestasi dan sesuai dengan ketentuan, maka bunga & pokok dijamin.

Dampak dari penjaminan, meskipun rating ISSP di Pefindo per Juni 2024 adalah idA, namun tetap diberikan rating tertinggi yaitu idAAA.
Dalam hal ini, rating yang digunakan adalah dari Asian Development Bank sebagai penjamin.
Besaran kupon, juga mengikuti standar dari idAAA.
Secara fitur, EBUS Berkelanjutan dengan obligasi konvensional tidak ada bedanya. Sama-sama ada kupon, sama-sama ada jatuh tempo, frekuensi pembayaran dan hal teknisnya pada dasarnya sama saja. Jadi perbedaan cuma pada tujuan khusus sehubungan dengan berkelanjutan saja.
Tren pengurangan emisi karbon ini memang ada plus minus. Plusnya bagi perusahaan yang mampu, bisa dapat keuntungan seperti biaya lebih murah dan akses pendanaan. Minusnya bagi yang tidak mampu, bisa dikenakan bea cukai dan pajak yang lebih tinggi, bahkan larangan ekspor.
Bagi negara seperti Indonesia, sangat penting juga untuk bisa ikut serta dalam tren pengurangan emisi karbon. Jika tidak, secara negara akan dianggap berisiko tinggi sehingga perusahaan dari negara tersebut mendapat penilaian yang kurang baik di pasar global.
HAVE A NICE DAY

Tinggalkan komentar