Kasus Hukum di 🇸🇬
Pembagian Harta Gono Gini Perceraian
Menurut Istri : Seharusnya sesuai kontribusi
Menurut Suami : Seharusnya fifty fifty
Besaran Harta Gono Gini dalam sengketa:
antara SGD 7.8 juta – 11.4 juta (Rp 93.6 M – 136.8 M)

Istri berusia 62 tahun.
Suami berusia 64 tahun.
Menikah 1998.
Pernikahan bertahan selama 34 tahun 8 bulan, berdasarkan keputusan cerai yang dijatuhkan pada September 2022. Mereka telah pisah rumah berturut-turut selama 4 tahun dan punya 3 anak, A, B, dan C berusia 33, 30, dan 25 tahun.
Istri bekerja sebagai Direktur dengan gaji bulanan SGD 32.541 (Rp 390 juta).
Suami saat ini pengangguran. Terakhir bekerja 1997 di bank. Setelah itu melakukan berbagai bisnis dan usaha antara lain:
– Laundry antar jemput 1998, bertahan 1 tahun
– Jual mie goreng 2000, 2 bulan
– Wedding Organizer 2004, 4 thn
– Pengajar Futures & Option 2008 tanpa bayaran, 4 thn
– Pembicara tamu 🇲🇾 tentang keuangan 2012 dengan honor MYR 200-300
(Rp 700rb – 1 juta) per kali, 6 thn
– Director di company gaji SGD 2200 (Rp 26.4 juta), bonus SGD 5000 (Rp 60 juta) 1x, 2020
Berdasarkan angka di atas, terlihat jelas bahwa kontribusi suami secara keuangan jauh di bawah Istri, di pengadilan Suami juga mengakui peranannya lebih sebagai Bapak Rumah Tangga.
Di 🇸🇬 , ada 2 dasar hukum ketika memutuskan pembagian gono gini.
- Ketika suami dan istri sama-sama bekerja, maka pembagian lebih didasarkan atas kontribusi masing-masing pihak dalam hal ini, besaran gajinya.
- Ketika Single income family, maka pihak yang tidak bekerja juga dianggap setara karena mengurus rumah dan anak juga termasuk kerja.
Istri menggunakan dasar hukum no 1 dengan usulan pembagian 80 : 20 sesuai kontribusi masing-masing, awalnya 87% tapi direvisi.
Suami menggunakan dasar hukum no 2 dengan usulan pembagian 50 : 50 karena dia yang menjaga rumah dan merawat anak selama istri bekerja.

Kenapa angkanya beda ?
Suami bilang nilainya SGD 11.4 juta.
Istrinya bilang SGD 7.8 juta.
Rupanya dari harta gono gini, ada properti yang masih dalam KPR. Suaminya mau dihitung sesuai harga pasar, tapi istri bilang harus dikurangi cicilan KPR dulu. Kemudian ada lagi investasi.
Di 🇸🇬, investasi bisa dilakukan secara back to back.
Misalkan modal Rp 1 M, semuanya dibelikan obligasi negara. Dengan sistem back to back, obligasi tersebut dijaminkan ke bank dan kamu bisa mendapat limit tambahan misalkan Rp 500 juta.
Jadinya investasi Rp 1.5 M hutang 500 juta.
Sama seperti case properti yang masih dalam KPR, atas aset investasi suaminya klaim Rp 1,5 M sementara istrinya bilang cuma Rp 1 M.
Angka yang digunakan pengadilan adalah versi istri yaitu SGD 7.8 juta (Rp 93.6 M) yang terdiri dari rumah, properti, aset investasi, BPJS dsbnya.
Selanjutnya yang menjadi titik krusial, apakah Suami dianggap Bapak Rumah Tangga (single income family) atau Bukan (Dual Income Family) ?
Disini ada banyak hal yang diklarifikasi pengadilan :
Versi istri
1. Suami BUKAN Bapak Rumah Tangga karena :
– Di rumah ada pembantu.
– Punya banyak bisnis / usaha, sehingga menjaga anak bukan pekerjaan utamanya.
– Sering bolak balik ke 🇲🇾.
2. Istri tidak hanya pencari nafkah saja dengan membiayai semuanya, tapi juga ibu rumah tangga, mengurusi semuanya mulai dari belanja bulanan, renovasi rumah, perbaikan alat yang rusak, mencari pembantu, hingga merencanakan jalan-jalan keluarga.
3. Istri juga mengklaim bahwa anak juga dia yang urus, dari jalan2 tiap weekend dan sepulang kerja.
Intinya pekerjaan sebagai Bapak dan ibu, dirangkap Istri.
Versi Suami
1. Dia adalah “Bapak Rumah Tangga” yang komit terhadap pekerjaan mengurus rumah, mulai dari membangunkan anak, ganti pampers, menjaga anak ketika istri lembur, mengurus taman, mengawasi pembantu, dan mengganti peralatan rumah tangga yang rusak.
2. Terhadap penghasilannya yang jauh lebih kecil dibandingkan Istri, hal ini karena dia mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk menjaga anak sehingga tidak punya waktu untuk berkarir dan menghasilkan uang.
Suami juga punya hubungan baik dengan anak pertama dan ketiganya.
Kesaksian anak
Anak pertama dan ketiga merupakan pihak yang mendukung bapak.
Dalam kesaksian mereka, Suami dideskripsikan sebagai bapak yang mendukung dan sayang kepada anaknya mulai dari jemput sekolah, tempat curhat, mengurusnya ketika sakit dan cedera, hingga masak bersama.
Anak kedua dan ketiga juga memberikan pernyataan bahwa ibunya, selain sebagai eksekutif, juga berusaha keras untuk memberikan perhatian dan quality time ke anaknya.
Ada juga momen2 kebersamaan di antara mereka yang membuat mereka merasa Istri adalah ibu yang menyayangi anak.
Kejadian lain
Ketika anaknya masih kecil, Suami sempat dipenjara selama 6 bulan karena melanggar hukum. Selama itu, istrinya tetap menjaga ketiga anak dan berbohong bahwa bapaknya pergi dinas ke luar negeri selama 6 bulan.
Ada juga suatu waktu ketika, Suami membawa “anak angkat” yang waktu itu umur 18 tahun untuk tinggal bersama keluarganya sampai dia mandiri. Istri agak kurang senang, tapi kenyataannya mereka tinggal bersama hingga 8 tahun meski sempat pindahan dan sudah punya kerja tetap.
Dengan mempertimbangkan semua fakta dan kesaksian di atas, Pengadilan menggunakan pendekatan Single Income Family. Pasangan dianggap berkontribusi meski tidak secara keuangan, rasio diputuskan Suami 40 dan Istri 60 dari total Harta Gono Gini sekitar Rp 93.6 M
Atas aset yang sudah atas nama masing-masing, tidak berubah.
Dari SGD 7.8 juta:
– SGD 3.43 juta Joint Name Rumah
– SGD 4.27 juta Istri – Tabungan, Investasi dan BPJS
– SGD 87rb Suami – Tabungan dan BPJS
Supaya tercapai rasio 40 : 60, dibicarakan antara Suami dan Istri.
Hakim mengapresiasi bahwa meski berpisah, mereka tetap bertanggung jawab membesarkan anak dengan baik dengan masing-masing menjalankan tugasnya.
Bagaimana menurut anda? Apakah putusan ini adil?
Sampaikan dalam komentar ya
Referensi: https://www.elitigation.sg/gd/s/2024_SGHCF_24
HAVE A NICE DAY

Tinggalkan komentar