Pilpres 🇺🇸 memasuki babak baru.

Biden memutuskan untuk mundur dari pencalonan dan merekomendasikan wakilnya, Kamala Harris.
Di atas kertas, kemungkinan menang Trump masih lebih tinggi.

Dengan perang dagang dan proteksionismenya,
apakah Inflasi akan kembali tinggi? – Trumpflation

Istilah ini belakangan muncul karena peluang kemenangan Trump lebih besar, apalagi setelah upaya pembunuhan yang gagal tersebut. Oleh media massa, Trump dikatakan akan memberlakukan kebijakan proteksionisme (perlindungan) terhadap produk dalam negeri.
Caranya? Tarif dan bea masuk.

Dari berita ini, Trump berencana mengenakan tarif 10% untuk semua impor dari luar negeri dan khusus dari China, tambahan bea 60%. Menurut perhitungan ekonom, tarif dan bea masuk ini akan menambah pengeluaran sekitar USD 1700 (Rp 27.2 juta) per tahun.

Terjadinya kenaikan harga kebutuhan barang dan jasa bagi rumah tangga di 🇺🇸 akibat kebijakan tarif Trump ini yang disebut sebagai Trumpflation. Inflasi ini bisa terhindar, apabila importir mengurangi keuntungannya, artinya tarif ditanggung perusahaan, tapi cuan berkurang.

Tindakan Trump menaikkan tarif dan bea masuk, kemudian dibalas dengan negara lain inilah yang dikenal dengan Perang Dagang atau Trade War. Memang tidak ada peluru atau bom yang meledak, tapi efeknya dirasakan dalam bentuk kenaikan harga barang dan jasa yang menguras dompet.

Secara teori, trade war akan menyebabkan meningkatnya inflasi. Ekonom dan terutama kompetitor Trump mengangkat isu ini, jangan sampai inflasi yang susah payah diturunkan dengan Fed Rate 5.25% naik kembali. Yang jadi pertanyaan, apakah di era Trade War dulu tingkat inflasi tinggi?

Berdasarkan data dari Investopedia, di Era Donald Trump yang ada Trade War dari 2017-2021, tingkat inflasi “hanya” 1.9%.

Angka ini terendah ke 4, dibandingkan Obama, Eisenhower, dan JFK.

Malahan di era Biden dari 2021-2023, rata-rata inflasi di 5.7%

Angka inflasi seperti ini mungkin sulit untuk dipahami oleh orang awam, biasanya orang menggunakan patokan yang lebih gampang dilihat seperti harga bensin, tarif listrik, dan belanja bulanan. Dimana untuk hal ini, memang terjadi kenaikan yang cukup tinggi di era Biden.

Mengapa tidak ada perang dagang di era Biden, tapi inflasi malah lebih tinggi?
Menurut saya ada banyak faktor, mulai dari supply disruption karena pandemi, keterlibatan pada perang Rusia – Ukraina yang menyebabkan harga komoditas melambung, hingga proses peralihan energi bersih.

Maksudnya energi bersih, masyarakat dan perusahaan dihimbau untuk mengurangi emisi karbon dengan penggunaan energi terbarukan dan carbon tax, namun di sisi lain harganya lebih mahal. Analoginya seperti yg pakai pertalite dipaksa harus pertamax, lebih bersih yes, tapi lebih mahal.

Jadi inflasi tinggi tidak semata-mata karena perang dagang saja,
bisa juga karena faktor luar.


Apakah nantinya inflasi jika Trump menang akan naik?
Mari kita lihat, mudah-mudahan tidak.
Sebab bisa negatif, kalau inflasi naik menyebabkan bunga 🇺🇸 tidak jadi turun.

HAVE A NICE DAY

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui