Jelang penurunan suku bunga 🇺🇸 atau dikenal dengan Fed Pivot, Indonesia dan Malaysia menjadi negara tujuan utama investor asing.
Hal ini tercermin dari kenaikan indeks saham, net buy, dan penguatan kurs yang signifikan selama Agustus 2024 ini.
Mengapa 🇮🇩 dan 🇲🇾 menjadi Favorit?

Adalah Bloomberg, media dan penyedia layanan investasi bagi investor profesional, yang banyak memberitakan hal ini.

Secara teori, penurunan suku bunga adalah kebijakan yang sifatnya relaksasi bagi ekonomi (monetary easing). Bagi pasar modal, penurunan suku bunga akan membuat imbal hasil obligasi semakin kecil sehingga investor akan beralih ke saham.
Bagi investor global, jika imbal hasil di 🇺🇸 dan negara maju (develop market) menurun, supaya dapat imbal hasil yang lebih baik mereka akan ke negara berkembang (emerging market). Negara-negara di Asia kecuali Jepang, terutama di Asia Tenggara selama ini dikenal sebagai Emerging Market.
Masuknya dana global ke emerging market, tidak terbatas hanya saham, bisa juga ke obligasi karena imbal hasil yang lebih tinggi dari negara asalnya.
Emerging market ada banyak, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, China, Vietnam, India, Brazil dan sebagainya.
Why 🇮🇩 dan 🇲🇾?
Ketika dikatakan emerging market, dana global juga pilih-pilih, tidak berarti akan dibelikan semuanya. Alasan yang mendasari pemilihan suatu negara adalah data dan “story”. Data yang dimaksud lebih makro ekonominya seperti rasio hutang, defisit APBN, kurs, dan pertumbuhan ekonomi
Sementara kalau story-nya lebih ke isu-isu yang spesifik.
Contoh, sebelum 🇮🇩 dan 🇲🇾, ada Vietnam 🇻🇳.
Dimana karena khawatir dengan konflik perang dagang, produsen 🇨🇳 mulai memindahkan produksinya ke negara lain dan 🇻🇳 diuntungkan.
🇨🇳 sendiri karena ekonominya melambat, ditinggalkan.
Keberhasilan 🇲🇾 meyakinkan Google untuk membangun data center di Johor dan Tesla untuk membangun pabrik dan infrastruktur terkait mobil listrik dengan membebaskan semua pajak impor dan kewajiban mitra lokal adalah “story-nya”. Kalau Google dan Tesla aja masuk, yang lain juga ikut.
Sama seperti Warren Buffet waktu mengumumkan dia membeli saham Jepang, hal ini menarik minat investor global lain untuk ikutan atau menaruh perhatian. Sama seperti Taylor Swift yang konser sampai 6 hari, musisi internasional lain menjadikan Singapura sebagai tempat konser utama.

Nah kalau 🇮🇩, apa Story-nya?
Ternyata kita lebih ke data ekonomi yang bagus. Pertumbuhan ekonomi konsisten selalu 5%an, defisit APBN dan tingkat hutang yang terkendali. Inflasi yang rendah juga memberikan ruang yang lebar bagi Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga.
Sebenarnya data ini sangat konsisten selama pemerintahan Jokowi, hanya sempat meleset waktu pandemi. Itupun dalam waktu 2 tahun sudah kembali sesuai batasan wajar dan pemulihan Indonesia termasuk salah satu yang terbaik di dunia.
Namun story 🇮🇩 sempat negatif jelang transisi..
Kekhawatiran akan defisit APBN yang besar akibat program makan siang gratis sempat membuat “story” 🇮🇩 negatif di mata asing. Asing sempat net sell besar di saham dan obligasi gara2 isu ini, tapi setelah diklarifikasi dan mulusnya transisi pemerintahan, isu ini reda dengan sendiri.
Untuk Indonesia sendiri memang tidak ada “story” yang spesifik, saat ini. Hal ini ada positif dan negatifnya.
Positif, lebih fundamental. Seperti laporan keuangan saja, kalau laba bersih naik, tapi harga saham belum, maka itu hanya soal waktu karena valuasi makin murah.
Negatif, karena tidak ada story, agak “susah” untuk dijual. Alhasil kalaupun dana asing masuk, mungkin tidak terlalu deras dan kenaikannya mungkin tidak secepat yang ada storynya.
Belum ada penelitian, dengan masuknya dana asing, IHSG dan Yield ke obligasi akan ke berapa.
Tapi selama diberitakan terus menerus, data yang bagus ini juga akan jadi story sendiri bagi 🇮🇩. Ibarat, China lagi lesu, Jepang sudah mahal, India juga sudah naik tinggi, kenapa tidak bobot Indonesianya ditambah lagi. Kira-kira begitu cara pikir investor global.
Have a good day

Tinggalkan komentar