Dibalik stimulus jumbo pemerintah 🇨🇳 yang lalu, berbagai lembaga internasional sejak tahun lalu memberikan pandangan atau peringatan bahwa ada gejala ekonomi 🇨🇳 berpotensi mengalami “Japanization”.
Apa maksudnya?
Dampaknya positif / negatif?

Tahun 1980an, 🇯🇵 adalah ekonomi terbesar kedua di dunia setelah 🇺🇸, sama seperti posisi 🇨🇳 saat ini. Merk-merk legendaris seperti Sony, Toshiba, Toyota, Nissan menjadi merek dikenal berbagai negara. Paska kalah di perang dunia kedua, 🇯🇵 berbenah dan itu adalah hasil kerja kerasnya.
Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada tahun 1980an berdampak pada kenaikan harga saham dan properti yang luar biasa. Didukung dengan kebijakan bunga rendah, memicu investasi-investasi yang spekulatif. Kenaikan yang terlalu tinggi ini menciptakan bubble economy yang pecah di tahun 90an.
Era moneter longgar dan bunga rendah ternyata menciptakan banyak perusahaan zombie 🧟♂️. Omset dan prospek usaha seadanya, tapi bertahan hidup mengandalkan pinjaman murah dari perbankan. Dari sudut pandang pemerintah, mengurangi pengangguran jadi mungkin tutup sebelah mata juga.
Kalau 5-10 tahun terakhir ini performa saham 🇯🇵 yang diwakili Nikkei 225 terlihat luar biasa, ternyata level all time high ini sudah pernah tercapai di 1989. Artinya butuh 35 tahun bagi Indeks saham 🇯🇵 untuk kembali ke all time highnya.

Crash signifikan pada tahun 1990an dikenal juga sebagai lost decade atau dekade yang hilang. Pemicunya adalah masyarakat dan perusahaan 🧟♂️ yang terbiasa kebijakan moneter longgar dan bunga rendah, karena angka inflasi yang meningkat, Bank Sentral 🇯🇵 (BOJ) menaikkan suku bunganya.
Secara maximum drawdown, dari titik tertinggi sekitar 38rb++ di 1989, di 2000 waktu krisis dotcom dan 2008 krisis subprime mortgage sempat 8000an. Artinya setelah hampir 30 tahun, beli reksa dana indeks Nikkei, modalnya tinggal 20%.
Baru setelah reformasi pasar modal, dimana Bursa Efek 🇯🇵 “memaksa” perusahaan untuk memperbaiki tata kelola, sentimen Warren Buffet yang masuk ke saham 🇯🇵, kebijakan moneter longgar, suku bunga 0%, dan booming sektor Teknologi, Nikkei All Time High lagi.
Mengapa 🇨🇳 diberikan peringatan, agar tidak terjadi seperti 🇯🇵 di tahun 1990an?
1. Gagal bayar perusahaan properti raksasa 🇨🇳 seperti Evergrande, Country Garden, dan lainnya.
Bobot properti di 🇨🇳 hampir 2x dibandingkan 🇯🇵 dalam hal kontribusi ke PDB.
Selain berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja, permintaan akan material dan komoditas, properti juga menjadi salah satu bentuk masyarakat menyimpan hartanya. Penurunan harga, properti tidak terjual, dan pembangunan berhenti tengah jalan menciptakan banyak masalah.
2. Sebagai upaya mendorong properti, pemerintah berupaya menurunkan suku bunga KPR melalui Loan Prime Rate
Biasanya LPR ini Yieldnya mendekati suku bunga obligasi negara 30 tahun.
Hal ini sudah dilakukan 🇯🇵 puluhan tahun yang lalu.
Malahan yield 30 tahun 🇯🇵 dan 🇨🇳 sudah sama.

Penurunan suku bunga KPR memang membuat properti lebih terjangkau secara cicilan. Tapi sebagaimana di kota besar dunia, bunga KPR ini dimanfaatkan untuk meningkatkan harga. Akibatnya bunga KPR murah tapi harga properti tidak terjangkau penghasilan rata-rata masyarakat – sama saja.
3. Masalah demografi penduduk.
Dulu 🇨🇳 terkenal dengan single child policy. Artinya anak 1 saja.
Saya pernah bertanya ke tour guide waktu jalan-jalan ke sana dulu, kalau anak kedua tetap boleh, tapi biaya untuk mengurus surat jadi jauh lebih mahal sehingga tidak terjangkau.
Perkembangan ekonomi yang pesat menyebabkan pendapatan membaik, tapi di satu sisi biaya hidup juga meningkat. Belum karena rasa kompetisi yang tinggi, anak-anak tidak hanya sekolah formal saja tapi juga diberikan berbagai les berbiaya tinggi, bagi yang mampu.
Bagi yang pas-pasan, karena tekanan ekonomi dan mungkin cara pikir YOLO yang lebih mementingkan sendiri, selain cenderung untuk childless, tingkat fertilitas juga turun. Hal ini terjadi juga di berbagai kota besar di 🇯🇵 , Eropa, dan kota besar lain terutama di kelas menengahnya.
Makanya dalam program stimulus jumbo yang diumumkan kemarin, diberikan juga subsidi bulanan untuk keluarga dengan 2 anak atau lebih.
Dari yang saya lihat, pemerintah 🇨🇳 menyadari betul masalah yang dihadapi negaranya dan program stimulus jumbo itu salah satu penanganannya.

Japanization dengan menggunakan tahun 80-90an sebagai referensi adalah hal negatif. Hal ini membuat 🇯🇵 turun dari peringkat ekonomi terbesar kedua dunia karena PDB stagnan selama bertahun-tahun. Jika hal ini terjadi pada 🇨🇳 akan berdampak negatif juga terutama harga komoditas.
Namun sebagai negara eksportir produk manufaktur utama dunia, jika terlalu digenjot, akan mematikan ekonomi lokal di negara tujuan ekspornya karena harga yang sangat bersaing.
Setiap masalah selalu punya dua sisi
HAVE A HAPPY ☀️ DAY

Tinggalkan komentar