Pada rapat Bank Sentral 🇺🇸 17-18 Desember 2024 yang lalu, diputuskan suku bunga turun 25 bps dari 4.5-4.75% menjadi 4.25-4.5%.
Penurunan suku bunga The Fed adalah sentimen positif yg dinanti-nantikan.

Tapi mengapa IHSG masih melempem dan Rp/USD malah 16rb++?

Secara year to date hingga 24 Desember 2024, transaksi investor lokal adalah 58% dan asing sekitar 42%. Meski demikian, asing masih menjadi penggerak IHSG karena meski transaksi lebih kecil, tapi terkonsentrasi pada saham-saham penggerak indeks.

Transaksi asing di:

TLKM 64%

BMRI 69%

BBRI 57%

BBCA 73%

Keempat saham tersebut berkontribusi sekitar 30-35% dari IHSG dan sekitar 55-60% dari IDX30 dan LQ45. Jadi kalau 4 saham ini naik, indeks naik dan sebaliknya. Dan kalau asing banyak sell, mereka turun dan sebaliknya.

Dalam 3 bulan terakhir (per 24 Desember 2024), asing melakukan net sell hingga Rp 37 T di pasar reguler dan Rp 3.6 T di pasar tunai dan negosiasi. Transaksi penggerak pasar adalah yang di pasar reguler, karena harga di Tunai dan Negosiasi tidak mempengaruhi harga penutupan

Net sell asing yang begitu banyak inilah yang menyebabkan harga saham penggerak indeks turun. Meskipun IHSG secara Year to date hingga 24 Desember 2024 “baru” minus 3.5%, tapi LQ45 yang lebih didominasi asing sudah minus 15%.

Pertanyaannya kenapa asing melakukan sell saham di 2024?

Penggerak dana asing di 2024 ini adalah “ekspektasi” penurunan suku bunga The Fed.
Playbook atau aturan mainnya adalah ketika suku bunga 🇺🇸 turun, berarti ekonominya sedang bermasalah, maka uang akan pindah dari negara maju (develop market) ke negara berkembang (emerging market).
Jadi untuk negara berkembang seperti 🇮🇩, penurunan suku bunga adalah sentimen positif yang dinanti-nantikan karena menjadi pertanda dana asing akan masuk. Tapi kini suku bunga sudah turun, tapi mengapa dana asing masih terus net sell? Untuk itu, kita mesti mempelajari ekspektasi.

Suku bunga 🇺🇸 turun 100 bps di 2024 dalam 3 kali (50 di September, 25 di November dan Desember). Hal ini sesuai ekspektasi yang diberikan Dot Plot pada September lalu yaitu 4.25-4.5%. Yang menjadi masalah adalah ekspektasi 2025 Versi September, prediksi turun 3.25-3.5%. Versi Desember, menjadi 3.75-4%.

Bukankah tetap turun? Apa masalahnya 2 kali (50 bps ke 3.75-4) atau 4 kali (100 bps ke 3.25-3.5)?
Untuk dana asing, ternyata 2 dan 4 kali ini sangat signifikan, karena mengindikasikan target inflasi masih sulit tercapai. Inflasi Core PCE 2024 yang diperkirakan 2.6 ternyata 2.8%.

Ditambah dengan Trump yang akan kembali menjabat dan belum apa-apa sudah mengancam tarif ke sana sini, menjadikan ada kekhawatiran.

Tarif —> Harga Barang dan Jasa Naik —> Inflasi Meningkat —> Suku Bunga turun lebih sedikit atau bahkan bisa batal turun

Kekhawatiran di atas dan keyakinan bahwa Trump akan membuat 🇺🇸 lebih kompetitif membuat dana asing yang tadinya ke emerging market, kini berbalik ke 🇺🇸.

Bagaimana dengan 2025? Apakah masih akan sama? Dana asing selalu come and go.

Jika ternyata Trump menepati janjinya untuk menurunkan tarif BBM dan Listrik sehingga Inflasi 🇺🇸 turun drastis, penurunan suku bunga bisa lebih dari 2x dan lebih cepat.

Valuasi saham yang tinggi juga bisa menyebabkan dana asing beralih ke emerging market yang saat ini sudah murah.

Ekspektasi pasar bisa berubah dengan cepat. Yang sudah terlanjur masuk waktu harga tinggi, meski tidak nyaman bisa menunggu pasar berubah. Yang belum, perlu lebih berani untuk kontrarian atau masuk waktu lagi turun secara bertahap sambil menunggu pasar naik.

Semoga bermanfaat

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui