Di tengah perdebatan plus minus apakah Ppn harus naik dari
11% ke 12% atau tidak, akhirnya :
1. Ppn naik jadi 12% tapi dikalikan koefisien 11/12 sehingga tetap 11%.
2. Barang mewah tanpa koefisien sehingga 12%.
3. Stimulus yang dijanjikan tetap jalan.
Apa dampak ke pasar modal?

Dalam konteks pasar modal, efek Ppn bisa dibagi menjadi saham dan obligasi. Kalau saham, kenaikan Ppn akan membuat harga jual ke pembeli akhir naik. Ada emiten yang dapat menaikkan harga, tapi ada juga yang tidak.
Bagi yang mampu, kinerja terjaga. Kalau tidak? ya laba turun
Karena banyaknya emiten yang ada di bursa dengan bisnis yang beraneka ragam, cukup sulit untuk tahu efeknya positif atau negatif dari Ppn. Naik turunnya kinerja juga bisa dipengaruhi manajemen perusahaan, kondisi bisnis, peraturan pemerintah dan lainnya, bukan sekedar Ppn saja.
Kalau ke obligasi pemerintah, lebih bisa terukur dampak ke supply-nya. Penerbitan obligasi pemerintah biasanya dilakukan sebesar defisit APBN. Defisit APBN berasal dari perhitungan Pendapatan Negara dikurangi Belanja Negara.
Ppn dan PpnBM adalah Pendapatan. Bansos adalah Belanja
Berdasarkan pemberitaan,
PPN 12% (+) Pendapatan Rp 75 T
PPN barang mewah 12% (+) Pendapatan Rp 3 T
Stimulus PPN (-) Belanja Rp 38.6 T
Karena yang Rp 75 T batal, tapi stimulus tetap jalan maka Defisit bertambah
= Rp 3 T – Rp 38.6 T
= – Rp 35.6 T



Dalam konteks APBN, jika Rp 75 T itu sudah masuk dalam perencanaan namun tidak jadi, maka tetap harus ada gantinya, bukan defisit saja. Pilihannya tinggal Pajak Penghasilan dari Perorangan dan Perusahaan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBNP), atau ya terbitkan Obligasi (Hutang).
Kalau pilihannya adalah dari Pajak Penghasilan, maka Wajib Pajak harus bersiap-siap menghadapi pemeriksaan yang lebih ketat atau konfirmasi atas harta yang belum terlapor. Kalau PBNP, berarti seperti cukai dan bea impor ekspor bisa naik. Kalau Hutang, berarti obligasi bertambah.
Meski belum tahu apa pilihannya, sedikit banyak bisa menimbulkan persepsi bahwa pemerintah sedang butuh pendanaan dalam jumlah yang lebih besar. Akibatnya bisa jadi investor meminta imbal hasil (yield) lebih tinggi yang berdampak pada harga obligasi yang turun / stagnan.
Efek defisit APBN terhadap harga obligasi biasanya di awal-awal saja waktu penyusunan APBN dan perubahan. Ketika sudah berjalan, faktor ekspektasi akan inflasi, suku bunga dalam negeri dan Amerika Serikat yang lebih berdampak.
Semoga hari anda menyenangkan

Tinggalkan komentar