Kasus Hukum 🇸🇬

Penggugat :
Pemilik Perusahaan inisial CIX

Tergugat :
Konsultan SDM Phoenix

Perihal :
CIX jual perusahaan SGD 60 juta (Rp 732 M), tapi menurut Phoenix seharusnya lebih kecil, CIX menuduh Phoenix memiliki konflik kepentingan dengan pembeli

Apa putusannya?

Kronologi kasusnya sebagai berikut:

CIX pemegang saham tunggal dan CEO dari perusahaan yang dijual. CIX dan pembeli membuat Sales Purchase Agreement (SPA) dengan 2 tahap:
1. Atas 62.5% saham dijual dengan harga tetap
2. Atas 37.5% dengan Valuasi berdasarkan benchmark pasar

Tidak dijelaskan perusahaan yang dijual bergerak di bidang apa, tapi valuasi benchmark pasar yang dimaksud ditentukan oleh remunerasi 6 personel kunci perusahaan. Untuk itu dalam SPA, ada pasal bahwa waktu eksekusi sisa saham, akan ditunjuk konsultan SDM yang disepakati 2 pihak.

Perhitungan valuasi akhir sebagai berikut:
– Jika nilai perusahaan > SGD 60 juta (Rp 732 M), maka pembeli akan membayar selisihnya
– Jika nilai perusahaan < SGD 60 juta, maka penjual akan mengembalikan selisihnya maksimal SGD 15 juta (Rp 183 M)

Nilai perusahaan dihitung dengan pendekatan rata-rata PATMI (Profit After Tax and Minority Interest). Laba Setelah Pajak dan Minoritas yg disesuaikan Benchmark Pasar (6 personel kunci) yang ditentukan oleh konsultan SDM Independen. Dalam Merger dan Akusisi, ini disebut Earn Out.

Klausul Earn Out cukup umum dalam transaksi akuisisi start up, terutama pembeli dan penjual tidak bisa sepakat harga. Jadi sebagian jalan dulu, sisanya tergantung kinerja ke depan yang indikatornya disepakati kedua pihak. Cuma memang harus sangat terukur jika tidak mau sengketa.

Kewajiban tahap pertama yang 67.5% telah diselesaikan, tidak disebutkan dalam putusan kasus, tapi kelihatannya SGD 60 juta (Rp 732 M) sudah dibayarkan oleh Pembeli ke Penjual. Seiring dengan berjalannya waktu, CIX menanyakan kelanjutan pembelian sisa saham Tahap 2 yang 37.5%.

Sesuai dengan SPA, Pembeli merekomendasikan Phoenix, lembaga konsultan SDM termasuk untuk remunerasi eksekutif dan non eksekutif. CIX merekomendasikan Falcon, perusahaan sejenis yang lain. Setelah diskusi, CIX setuju dgn Phoenix dengan syarat tidak ada konflik kepentingan.

Selanjutnya Phoenix membuat Declaration Conflict Of Interest (COI) yang menyatakan antara Phoenix dengan pembeli dan penjual tidak memiliki konflik kepentingan per 20 Oktober 2016 sebagai berikut :

Pada Desember 2016, Phoenix mengeluarkan laporan sesuai penugasan yang menjadi menjadi awal mula sengketa. Valuasi CIX sangat tergantung biaya remunerasi 6 personel kunci berdasarkan acuan pasar. Makin tinggi angka remunerasinya, maka PATMI dan valuasi makin rendah dan sebaliknya.

Laporan PATMI
Mengambil 28 sample Benchmark
Selanjutnya dibagi menjadi
Persentile 25
Persentile 50
Persentile 75

Phoenix tidak memberikan 1 angka benchmark, tapi beberapa berdasarkan persentil. Hal ini menjadi pemicu sengketa, karena Pembeli menggunakan 50 tapi Penjual maunya 25.

Persentile secara sederhana itu misalkan ada 100 data, diurutkan dari terendah ke tertinggi, kemudian diambil yang ranking 25, 50, dan 75. Dengan persentil 25, pembeli harus menambah karena di atas 60. Dengan persentil 50, penjual harus mengembalikan sebagian ke pembeli.

Karena perselisihan tersebut, Pembeli dan Penjual masuk ke Pengadilan Arbitrase pertama kali pada Juni 2017. Baru pada Juni 2020, pengadilan Arbitrase memenangkan Pembeli dengan penggunaan median / persentil 50 sebagai acuan. Penjual tidak puas dan mengajukan pembatalan putusan

Pengajuan pembatalan putusan Arbitrase ditolak pada Desember 2020.

Agustus 2021, Penjual mengajukan banding dengan menyatakan ada tindakan korupsi oleh Phoenix, yang kembali ditolak pada Oktober 2021. Pada bulan yang sama setelah putusan, Penjual Gugat Phoenix ke pengadilan.

Sebagai informasi Pengadilan Arbitrase berbeda dengan Pengadilan Biasa. Pengadilan Arbitrase memutus sengketa bisnis, sementara Pengadilan memutus kasus perdata dan pidana. Dalam hal ini, setelah Penjual kalah di Arbitrase, dia gugat di Pengadilan biasa

Januari 2022, Arbitrase mengeluarkan putusan kedua yang mempertegas putusan pertama dengan tambahan detil perhitungan.
Desember 2022, Penjual mengajukan arbitrase baru dengan dugaan ada penipuan.
Juli 2023, Putusan Arbitrase keluar, valuasi final ditentukan SGD 61.7 juta (Rp 753 M)

Meski tetap persentil 50 sebagai acuan, tapi ada penyesuaian sehingga nilainya di atas SGD 60 juta yaitu SGD 1,7 juta (Rp 20.7 M). Dengan demikian, pembeli wajib membayar tambahan ke Penjual senilai angka selisih tersebut.
Mei 2024, gugatan Penjual ke Phoenix (tahun 2021) ditolak.

Juni 2024, Pembeli dan Penjual berdamai tapi angkanya tidak dipublikasikan. Meski demikian, atas gugatan Penjual ke Phoenix yang ditolak Mei 2024 itu, Penjual mengajukan banding kembali pada Januari 2025 yang menjadi pembahasan kali ini. Dasarnya sama yaitu conflict of interest.

Dasar yang digunakan sama seperti gugatan dia waktu di arbitrase :
– Waktu membuat Deklarasi COI di Oktober 2016, ternyata pada September 2016 ada email Pembeli ke Phoenix yang mengindikasikan adanya hubungan bisnis.
– Pada 2019, Phoenix menolak permintaan data oleh Penjual.

Argumen Phoenix :
Bahwa memang ada hubungan bisnis, tapi tidak substansial sehingga tidak melanggar Deklarasi COI. Permohonan data yang ditolak karena permintaan pada waktu itu, sesuai perjanjian hanya bisa info dari pembeli. Tuduhan ini seharusnya dilakukan pada Arbitrase.

Argumen tersebut diterima oleh pengadilan, bahkan sebetulnya waktu Pengadilan Arbitrase sekalipun, tuduhan dari Penjual sudah ditolak. Kalau dilihat dari Timeline, putusan hukum ini lama dari 2017-2025 dan berjalan di 2 pengadilan yaitu umum & arbitrase, dengan tuduhan berulang.

Atas banding Penjual, ditolak oleh pengadilan.

Ditambahkan Penjual harus membayar biaya Indemnity yaitu kompensasi atas strategi litigasi penjual yang membuat Phoenix harus sidang berulang-ulang, sehingga meski menang, tapi bayar mahal, sebesar SGD 100.000 (Rp 1.2 M) ke Phoenix.

Bagaimana pendapat anda untuk kasus ini?
Sampaikan di kolom komentar ya

Link kasus : https://t.co/XnRrZidBMP

GOOD DAY

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui