Bagaimana seekor kuda, seekor burung, dan satu kecelakaan kerja memicu pertarungan hukum yang membuka jalan baru dalam hukum perusahaan di Singapura.
Penggugat
Vikramathithan a/l Rasu – Vikram
Tergugat
AK Equine Pte Ltd – Equine (bergerak pelatihan dan jual beli kuda pacuan)

Awalnya sederhana:
Pemohon Vikram bekerja sebagai perawat kuda di Singapore Turf Club. 8 November 2021, ia naik kuda kembali ke kandang. Seekor burung terbang mengejutkan kuda Kuda naik, menendang, Vikram terlempar dan cedera.
Perusahaan tempatnya bekerja – Ekuine melaporkan insiden ke Kementerian Tenaga Kerja di bawah skema Work Injury Compensation Act (WICA). Berdasarkan perhitungan WICA, Vikram ditawari kompensasi S$11.207 (Rp 145 juta).
Tapi…
Vikram merasa nilai itu terlalu rendah. Ia menolak hasil WICA, mencabut klaim, dan memilih jalur gugatan perdata (common law claim) untuk ganti rugi penuh. Masalah muncul di sini.
Sebelum ia sempat menggugat, ia baru tahu: Equine sudah dibubarkan (struck off) pada 5 Februari 2024. Perusahaan sudah tidak ada secara hukum.
Lalu, bagaimana bisa menggugat?

Penyebab Ekuine dibubarkan juga karena alasan Force Major. Pada Juni 2023, pemerintah Singapura mengumumkan bahwa tanah tempat pacuan kuda (Singapore Turf Club) akan diambil kembali dan dibangun perumahan. Sehingga pacuan terakhir di Oktober 2024, menjadi alasan usaha Ekuine tutup.
Vikram buru-buru ajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi untuk “menghidupkan kembali” perusahaan agar bisa menggugat. Ia juga minta tambahan waktu karena gugatan nyaris daluwarsa (3 tahun sejak kejadian = 8 November 2024).
Di sinilah menariknya: Hakim menyatakan kasus ini penting secara hukum karena belum ada preseden soal pemberian limitation direction di Singapura.
Apa itu?
Limitation direction: Perintah pengadilan untuk mengabaikan sementara waktu tertentu saat menghitung batas waktu gugatan. Artinya: walau 3 tahun sudah lewat, periode saat perusahaan “mati” bisa tidak dihitung.
Syaratnya :
1.Gugatan memang tertunda karena perusahaan dibubarkan (kausalitas).
2.Adil untuk memberikan tambahan waktu (keadilan).
3.Gugatan punya dasar, bukan asal-asalan.
Pengadilan:
1. Vikram sudah niat menggugat, dibuktikan dengan surat tuntutan sebelum daluwarsa.
2. Perusahaan dibubarkan saat ia mau menggugat.
3. Tidak adil jika gugatan gagal hanya karena kendala administratif
Respon dari Ekuine:
Mereka bilang Vikram lambat, kurang serius, dan bahkan kalau digugat pun, klaimnya lemah. Tapi pengadilan tidak setuju. Hakim menilai Meski kasus belum tentu menang, tapi ada dasar untuk diadili. Bukan “gugatan kosong”.
Akhirnya…
Putusan Pengadilan :
1. Perusahaan dipulihkan (restored) agar bisa digugat.
2. Limitation direction dikabulkan: waktu dihitung seolah perusahaan tidak pernah bubar.
3. Vikram dapat tambahan 4-5 minggu untuk menggugat resmi.

Putusan ini penting karena:
1. Jadi preseden pertama limitation direction di Singapura.
2. Tegaskan bahwa hukum tidak boleh terlalu kaku sampai mengorbankan keadilan substantif.
3. Menunjukkan bahwa ketepatan waktu harus dipahami dalam konteks niat dan hambatan yang masuk akal.
Sewaktu bekerja, Ekuine menggunakan Tokio Marine sebagai penyedia jasa asuransi kecelakaan kerja, angka Rp 145 juta juga dari perhitungannya sesuai WICA. Sekalipun Ekuine yang sudah tutup digugat, jika dikabulkan, maka Tokio Marine juga menjadi pihak yang membayar kompensasi tersebut.
Akhir kata :
Seekor kuda, seekor burung, dan satu insiden kerja berhasil mengukir langkah kecil dalam hukum perusahaan & perburuhan Singapura.
Jika suka dengan materi ini, bisa like, repost atau komentar ya.
Have a nice day
Referensi kasus : https://t.co/7i6HwZSKWh

Tinggalkan komentar