Morgan Stanley, salah satu lembaga keuangan terkemuka di 🇺🇸 membuat prediksi bahwa mata uang US Dollar akan melemah sekitar 9% dalam 12 bulan mendatang.
Berapa prediksi kurs nilai tukar mata uang Rp terhadap USD nantinya?
Apakah ini good news atau bad news bagi 🇮🇩?

Dalam menilai penguatan / pelemahan USD, umumnya investor professional menggunakan US Dollar Index (DXY) yang merupakan indikator nilai tukar US Dollar terhadap 6 mata uang utama dunia dengan bobot sebagai berikut :

Semakin tinggi DXY, maka semakin kuat pula USD terhadap mata uang 6 negara tersebut dan biasanya akan tercermin juga ke mata uang negara lain termasuk Indonesia. Waktu Trump dilantik pada 20 Januari 2025 yang lalu DXY di 109.35, per 2 Juni sudah di 98.8 atau🔻-10%an

Walaupun sudah turun 10%an, Morgan Stanley malah memprediksi akan ada penurunan lanjutan lagi sekitar 9% ke angka DXY 91 dalam 12 bulan mendatang. Kurs Rp/USD 2 Juni 2025 di 16.245. Jika USD melemah 9%, maka perkiraan nilai tukar akan menjadi sekitar Rp 14.782 — Apa mungkin?🤨

Nilai tukar Rp terhadap USD tergantung pada 2 hal :
1. Penguatan / Pelemahan USD
2. Penguatan / Pelemahan Rp
Saat ini USD memang sedang dirundung banyak sentimen negatif. Mulai dari rating downgrade akibat UU pajak yang dianggap bakal memperbesar defisit, flip flop tarif dagang, rencana pemotongan suku bunga oleh The Fed, hingga prediksi pertumbuhan ekonomi 🇺🇸 yang akan mengalami perlambatan.
Bagaimana dengan Rp?
Sayang sekali, di mata investor asing, tampaknya investor masih ada sentimen negatif terutama sejak realokasi anggaran infrastruktur.
Dalam kondisi “normal” seperti pada periode Juni 24 – Maret 25, ketika DXY dan nilai tukar Rp / USD bergerak searah. Contoh waktu DXY melemah ke 100 pada Oktober 24, nilai tukar Rp USD menguat ke Rp 15.200an. Sebaliknya waktu naik ke 110, Rp USD melemah ke Rp 16.400an.

Memasuki Maret 2025, pada waktu DXY turun dari 107 ke 100an, Rp malah terus melemah dan sempat Rp 16.800an. Ada berbagai dugaan, mulai dari kebutuhan pembayaran dividen jumbo hingga sentimen negatif dari berkurangnya anggaran infrastruktur dan belum jelasnya fungsi Danantara.
Belakangan nilai tukar Rp memang sudah menguat, tapi mengacu ke grafik DXY 1 tahun terakhir, “seharusnya” sekarang nilai tukar itu di level Rp 15.000an. Kesimpulannya meski DXY melemah, ternyata masih ada juga sentimen negatif terhadap Indonesia sehingga penguatan Rp terbatas
Apabila nantinya DXY melemah sekitar 9% seperti prediksi Morgan Stanley, digabung dengan sentimen terhadap Indonesia yang belakangan ada perbaikan, mudah-mudahan nilai tukar Rp bisa kembali lagi ke level 15rb-an.
Apakah pelemahan DXY ini good news / bad news bagi pasar modal?
Nilai tukar Rp 16rb-an sudah mulai diterima sebagai “new normal”, apabila menguat ke Rp 15rb-an, tentu ada masa penyesuaian. Seperti biasa, yang ekspor akan lebih dirugikan, sementara yang impor akan lebih diuntungkan. Positifnya ketika Rp menguat, penurunan BI Rate bisa agresif.
Penurunan BI Rate secara historis positif untuk pasar modal, baik untuk saham, obligasi, dan reksa dana. Bagi Trump yang sedang memaksa perusahaan untuk basis produksi di dalam negeri 🇺🇸, pelemahan DXY akan “membantu” karena membuat barang impor semakin mahal.
DXY yang lemah juga akan membuat ekspor minyak 🇺🇸 semakin kompetitif. Sejak menjadi produsen minyak terbesar dunia, Trump memang aktif “jualan” minyak. Indonesia saja sampai berencana mengalihkan impor minyak dari Singapore ke USA sebagai bagian dari negosiasi tarif dagang.
Happy Always

Tinggalkan komentar