Memasuki hari 41 shutdown, rekor terlama sebelumnya 35 hari, mulai menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
S&P500 juga merespon positif dengan +1.54% 10 November yang lalu.
Sejak awal tahun, S&P500 sudah naik 16%++, menimbulkan kekhawatiran apakah saham USA sudah Bubble dan berpotensi pecah?

Kenaikan harga saham USA yang sangat tinggi beberapa tahun ini memang menimbulkan kekhawatiran apakah berpotensi seperti gelembung pecah. Sebagai gambaran, untuk return 5 tahun 10 November 2025 :
NVDA +1.396%
META +128%
GOOGL +227%
MSFT +133%
TSLA +226%
APPL +125%
AMZN +58%
Belakangan, Michael Burry, yang terkenal karena berhasil prediksi krisis 2008 dan mendapat keuntungan besar waktu itu, mengingatkan bahwa harga saham AI terlalu tinggi. Dia membeli put option (opsi jual) yang nilainya naik tinggi kalau harga saham crash.
Akibat inflasi US yang terus meningkat, Gubernur Bank Sentral USA juga mengingatkan bahwa penurunan suku bunga pada bulan Desember nanti bisa saja ditangguhkan. Meski ekspektasi pasar masih yakin bahwa bunga akan tetap turun karena tingkat pengangguran yang memburuk.

Terlepas dari valuasi saham tech USA yang tinggi, tingkat pertumbuhan labanya juga tinggi. Seperti NVDA yang laba 1 tahun terakhir naik lebih dari 100% Google, Meta (IG, Whatsapps), dan Microsoft juga mencatat kenaikan laba puluhan persen




Kemudian ada Amazon yang juga hampir naik 100%, Apple yang naik 20%, dan cuma Tesla yang labanya turun di 2024. Untuk Q3 2025 sudah agak naik, dan mungkin juga jadi alasan Elon Musk memutuskan untuk tetap fokus ke perusahaan lagi




Jadi anggapan saham USA bubble karena kenaikan harga tidak ditopang fundamental, kurang tepat, karena laba bersih juga naik. Tapi kalau kenaikan harga sahamnya terlalu tinggi, itu bisa jadi, dan hal ini hanya bisa bertahan apabila laba bersih periode mendatang tumbuh tinggi juga.
Kalau begitu apa yang secara historis pernah membuat saham USA crash tajam? Berdasarkan data 5 tahun terakhir, ada 2 kejadian yaitu 2022 – Suku Bunga Fed naik dan 2025 – Trade War USA & Chin. Di tengah-tengah ada koreksi-koreksi kecil, tapi yang besar ya 2 kejadian itu.

Untuk itu, apabila ada kejadian seperti perusahaan yg pertumbuhan laba meleset dari ekspektasi, shutdown, penemuan teknologi baru yang berpotensi menggantikan market leader saat ini, dan lainnya, “rasanya” masih belum cukup kuat untuk memicu crash. Tapi kalau turun 1-2 hari bisa.
Jadi selama tidak ada kenaikan suku bunga fed, bagi investor yang mau masuk ke saham USA melalui Panin Global Shariah Equity Fund, menurut saya masih bisa. Secara historis, penurunan terdalam adalah -4.7% dalam 1 bulan. Jika koreksi mendekati angka tersebut, bisa jadi momentum.

Tentunya perlu diperhatikan juga bahwa risiko penurunan harga tidak cuma 1 bulan minus 4.7%, tapi “lamanya” penurunan selama suku bunga naik di 2022 bisa berlangsung hingga 2 tahun. Jadi horison investasi juga harus lebih panjang.
Semoga bermanfaat

Tinggalkan komentar