Saham MSCI Pasti Dibeli Reksa Dana ETF? Studi Kasus ETF Blackrock

MSCI Standard pada November lalu sebagai berikut :

Tanggal Pengumuman : 5 Nov 2025
Tanggal Efektif : 25 Nov 2025
Saham masuk : BREN dan BRMS
Saham keluar : ICBP

Lantas pada tanggal berapa transaksi dilakukan?
Apakah ETF pasti bertransaksi sesuai itu?

Studi kasus ETF Blackrock

Sebagaimana praktek pada pengelolaan reksa dana indeks dan ETF yang berupaya meminimalkan tracking error atau selisih dengan indeks acuan, transaksi biasanya dilakukan H-1. Jika efektifnya MSCI di 25 Nov 2025, maka beli atau jual dilakukan pada 24 Nov 2025.

Kemudian dalam peraturan reksa dana indeks di Indonesia, diperbolehkan adanya kelonggaran dari sisi anggota dan bobot. Misalkan IDX30 ada 30 saham, reksa dana indeks dan ETF diperbolehkan beli 80% anggota saja, artinya dari 24-30 saham. Untuk bobot, ruangnya adalah 80-120%.

Misalkan saham BBCA dalam IDX30 adalah 10%, maka reksa dana indeks dan ETF diperbolehkan beli antara 8 – 12%. Kombinasi kelonggaran anggota dan bobot, akan menghasilkan selisih dengan indeks acuan atau disebut dengan tracking error. Adalah tugas MI untuk minimalkan angka tersebut.

Untuk MSCI yang menjadi acuan reksa dana indeks dan ETF global juga sama. Mereka memiliki diskresi dan ketentuan sendiri dalam pengelolaan portofolio sehingga tidak harus meniru 100% acuan saham yang diterbitkan MSCI, FTSE atau penyedia indeks lainnya.

Untuk MSCI Indonesia, saya menggunakan 2 ETF sebagai studi kasus yaitu iShares MSCI Emerging Market ETF (EM) dan iShares MSCI All Country World Index ETF (ACWI). Kedua reksa dana ini dikelola Blackrock – Manajer Investasi terbesar di dunia dan khusus 2 ETF ini juga terbesar di kelasnya.

ACWI

ETF yang kebijakannya berinvestasi pada saham medium dan large caps seluruh dunia yang diterbitkan oleh MSCI. Adapun nama, jumlah lembar, dan bobot pada tanggal 30 Okt 2025 dan 24 Nov 2025 sebagai berikut :

Bobot Indonesia naik dari 0.121% menjadi 0.1369%, bukan hanya karena harga saja, tapi seperti BBCA, BBRI, BMRI, TLKM, ASII, BBNI, TPIA dan CUAN mengalami kenaikan jumlah lembar. Menariknya bukan hanya BREN dan BRMS yang masuk, DSSA sudah masuk pada periode MSCI Agustus lalu tidak ada dalam portofolio, baru masuk di 24 Nov 25. KLBF masih stay dalam MSCI, tapi dalam portofolio sudah dikeluarkan. Jumlah saham Indonesia dalam ACWI naik dari 16 menjadi 18 saham dan AUM dari USD 28.12 juta menjadi 32.56 juta atau naik USD 4.44 juta ~ Rp 74.1 M.

Tidak ada referensi up to date mengenai total seluruh reksa dana indeks / ETF ACWI. Dari publikasi MSCI, akhir 2024 sebesar USD 386 Miliar vs iShares ACWI sekitar USD 24 Miliar atau 16x lipatnya. Asumsi semua melakukan hal yang sama, maka 16 x Rp 74.1 M setara inflow Rp 1.18 T.

EM

ETF yang kebijakan investasinya pada saham Medium dan Large Caps di Negara Berkembang yang diterbitkan MSCI. Bobot Indonesia lebih besar di EM daripada MSCI karena saingannya lebih sedikit. Posisi 30 Okt 25 vs 24 Nov 25 sebagai berikut :

Berbeda dengan ACWI yang lembar saham bluechip bertambah, di EM malah BBCA, BBRI dan BMRI berkurang lembar sahamnya dan hanya BRPT yang bertambah. Kemudian DSSA dari dulu Oktober sudah ada di EM, sehingga tidak muncul lagi di November. Kalau di ACWI, memang tidak ada di ICBP dan KLBF hilang, di EM kedua saham ini keluar dan menggantikan 2 yang masuk sehingga total saham tetap 18. Total KLBF dan ICBP sekitar USD 6 juta, sementara BRMS dan BREN sekitar USD 17 juta, plus minus yang lain bobot Indonesia naik dari USD 235.6 juta menjadi USD 254.1 juta atau bertambah USD 18.5 juta ~Rp 308 M. Bobot dari 1.12% menjadi 1.26%.

Berdasarkan publikasi MSCI, reksa dana indeks dan ETF acuan EM akhir 2024 USD 380 Miliar vs iShares MSCI EM sebesar USD 20.6 M atau setara 18.4 lipat. Jika semuanya melakukan hal yang sama, maka 18.4 x Rp 308 M = Rp 5.6 T. Jadi dari MSCI EM dan ACWI ada tambahan sekitar Rp 6.7 T.

Angka di atas vs data RTI yang 1 bulan per 26 November ada net buy asing Rp 7.82 T reguler market dan Rp 15.43 T all market. Tapi menurut saya, belum tentu semuanya kontribusi reksa dana acuan MSCI karena asing itu beragam. Yang benar-benar MSCI kurang dari 50% angka prediksi di atas.

Contoh untuk BRMS
EM beli USD 6.86 juta = Rp 114.5 M
Asumsi x 18.4 = Rp 2.1 T

ACWI beli USD 900rb = Rp 15 M
Asumsi x 16 = Rp 240 M

Total Rp 2.34 T

Jika melihat lonjakan grafik net buy asing di 24 Nov 2025, itu sekitar Rp 1.2 T sekitar 50% saja

Contoh BREN
EM Beli USD 9.86 juta = Rp 164 M
Asumsi x 18.4 = Rp 3 T

ACWI beli USD 1 juta = Rp 16.7 M
Asumsi x 16 = Rp 267 M

Total Rp 3.26 T

Jika melihat lonjakan grafik net buy asing di 24 Nov 2025 Rp 545 M tidak sampai 20%

Beberapa kemungkinan sebagai berikut :
1. Jumlah reksa dana indeks dan ETF tidak sebanyak referensi yang diterbitkan MSCI.
2. Manajer Investasi menggunakan diskresinya sehingga tidak meniru 100% acuan MSCI.
3. Wait and see ke periode berikutnya seperti DSSA.|
4. Kombinasi

Dalam konteks harga saham, transaksi dalam nilai jumbo bisa terjadi pasar reguler dan atau negosiasi sehingga tidak pasti naik. Kalau ingin cari untung, lebih baik fokus pada saham yang belum memenuhi tapi ingin masuk daripada yang sudah jadi anggota.

Have a nice day
BUKAN REKOMENDASI BUY SELL HOLD

Rudiyanto

Tinggalkan komentar

  1. avatar Tidak diketahui
  2. avatar Tidak diketahui
  3. avatar Tidak diketahui
  4. avatar Tidak diketahui
  5. avatar Tidak diketahui