Pada artikel sebelumnya saya meminta tanggapan teman2 mengenai produk Unit Link. Sebab antara asuransi dan investasi murni atau Unit Link selalu menjadi pertanyaan dan perdebatan yang hangat mengenai apakah itu sebaiknya dipisah atau digabung. Sebagai seseorang yang berkarir di bidang pasar modal dan memasarkan produk investasi murni tentu apapun pendapat saya mengandung yang namanya conflict of interest. Oleh karena itu, saya akan mencoba untuk membahasnya dengan sharing pengalaman saya sendiri daripada berpendapat apakah ini sebaiknya dipisah atau digabung.
Sebab sama seperti teman2 disini, saya juga pernah ditawari secara gencar oleh agen asuransi. Dan pada kenyataannya saya juga memiliki produk yang anda sebut dengan nama unit link tersebut. Tertarik? Silakan ikut cerita ini lebih lanjut
Baik, cerita ini dimulai ketika ketika saya sedang kuliah di Universitas Tarumanagara. Pada waktu kuliah dulu, menjelang semester akhir, saya sempat di ajak ke salah satu perusahaan asuransi terkemuka di negara ini dan mengikuti training tentang kebutuhan asuransi pemasarannya. Waktu itu, terus terang saya sedang membutuhkan uang dan penghasilan dari kegiatan mengajar di kampus saja tidak cukup. Singkat kata saya hanya mencoba sebentar, dan.. kalau boleh jujur saya gagal jadi agen asuransi yang baik karena tidak berhasil menjual satu polispun. Tapi sedikit banyak saya pelajari tentang cara kerjanya.
Tidak lama setelah itu, saya diterima magang di perusahaan saya pertama kali yaitu Infovesta. Selama bekerja di situ sebagai riset dan juga merangkap penjual, saya banyak belajar tentang investasi, perencana keuangan dan asuransi. Ketika penghasilan saya perlahan2 sudah meningkat, saya memutuskan untuk berinvestasi di reksa dana terlebih dahulu. Hal ini sebetulnya salah karena secara konsep perencana keuangan, seseorang seharusnya memproteksi dirinya terlebih dahulu dari risiko baru selanjutnya berinvestasi. Bagi saya waktu itu, karena orang tua masih bisa membiayai dirinya sendiri, maka otomatis saya tidak memiliki tanggungan. Oleh karena itu, fokus saya hanya pada bagaimana meningkatkan nilai aset dengan berinvestasi sekaligus mendapatkan “feeling” bagaimana cara kerja dan kinerja reksa dana.
Setelah bekerja beberapa tahun, salah satu kerabat dari atasan menawarkan saya menawarkan produk asuransi murni. Timbang punya timbang akhirnya saya memutuskan untuk membeli asuransi tersebut. Sebagai informasi, premi asuransi tersebut adalah sekitar Rp 3 juta per tahun dengan uang pertanggungan Rp 1,4 M. Saya beli asuransi ini dengan pertimbangan adik saya waktu itu masih kecil dan masih dalam tanggungan orang tua. Pikiran saya suatu saat jika orang tua saya sudah tidak bekerja tentu saya akan mengambil alih tanggung jawab tersebut, bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan? Jadi inilah asuransi jiwa pertama kali yang saya beli. Tidak ada rumus khusus dalam membeli asuransi ini, saya cuma hitung apakah saya sanggup bayar preminya atau tidak, dan apakah nominal pertanggungannya saya anggap cukup. Dari kantor saya mendapat fasilitas asuransi kesehatan. Namun ketika saya coba klaim, memang tidak menanggung hingga 100%. Sebelum ada asuransi tersebut, biaya kesehatan boleh direimburse ke kantor.
Hidup berlanjut, saya menikah, berganti pekerjaan dan sekarang bekerja di Panin Asset Management. Setelah bekerja selama beberapa bulan, kembali saya mendapat tawaran asuransi dari salah satu kenalan di kantor. Karena sudah menikah, tentu tanggungan saya bertambah. Dari yang tadinya hanya adik, sekarang istri. Maka saya kembali memutuskan untuk menambah asuransi. Dari penawaran yang diberikan, uang pertanggungan kalau tidak salah sekitar Rp 2 M dengan premi sekitar Rp 6 juta per tahun. Memang lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio saya sebelumnya, namun mungkin ini ada kaitannya juga dengan umur dan kondisi kesehatan saya. Untuk asuransi kesehatan, memang saat saya baru masuk belum ada, namun diberikan penggantian dari kantor yang batasannya sekitar 1 kali gaji dalam 1 tahun.
Sambil berjalannya waktu, sama seperti juga teman2 disini, tentu pernah mendengar atau bahkan mengalami langsung dimana salah satu dari saudara, orang tua saudara, atau bahkan kenalan kita mengalami penyakit yang cukup parah dan menghabiskan cukup banyak uang. Ada yang beruntung karena punya uang yang cukup, tapi tidak sedikit yang sampai harus berutang atau menggadaikan hartanya karena penyakit yang tidak sembuh2. Dari sini timbul keinginan saya juga untuk memproteksi saya dari penyakit kritis. Oleh karena itu, saya menghubungi agen asuransi saya yang pertama dan berkonsultasi mengenai hal tersebut. Beberapa saat kemudian dia datang dan menawarkan upgrade dari asuransi yang saya miliki.
Upgradenya kurang lebih sebagai berikut, premi per tahun naik dari Rp 3 juta menjadi sekitar Rp 3,7 juta dengan Uang Pertanggungan tetap Rp 1,4 M. Jika terdiagnosa penyakit kritis, maka UP akan keluar 50% dan jika meninggal setelah itu akan keluar sisanya. Jika sembuh, paling tidak, ada uang Rp 700 juta untuk biaya pengobatan dan lain2. Saya setuju dan melakukan upgrade. Semua pembayaran asuransi dilakukan dengan kartu kredit.
Selang 1 tahun, lagi-lagi saya ditawari asuransi. Kali ini oleh teman saya yang sudah kenal sejak kuliah dan baru 1 tahun terakhir menggeluti dunia asuransi. Setelah memproteksi diri saya, langkah selanjutnya proteksi untuk istri. Terus terang saya memang sengaja untuk tidak membeli dari asuransi yang sama (2 agen sebelumnya) dan ingin mencoba asuransi yang lain untuk melihat pelayanan dan kualitas servisnya. Untuk ini, saya meminta dibuatkan polis untuk istri saya dengan premi sekitar Rp 6 juta per tahun. Fokus saya waktu itu lebih kepada perlindungan untuk penyakit kritis dan biaya untuk pengobatan dan rumah sakit (kesehatan). Jadi terus terang saya agak lupa dengan uang pertanggungannya. Perusahaan tempat teman saya bekerja ini tidak menjual asuransi murni, sehingga saya memperkecil porsi investasi dan fokus pada peningkatan uang pertanggungannya.
Tidak lama setelah itu, ada peningkatan fasilitas dari perusahaan dimana untuk karyawan dan keluarga karyawan diberikan fasilitas asuransi kesehatan. Asuransi ini secara spesifik mengcover biaya rumah sakit dan biaya operasi. Jadi fungsinya sama seperti bagian asuransi kesehatan yang saya beli dari teman saya sebelumnya. Tidak lupa juga dengan Jamsostek. Setiap perusahaan tentu mengikutkan karyawan pada program Jamsostek. Dimana dalam Jamsostek biasaya sudah terdapat asuransi kecelakaan kerja, asuransi kesehatan dan Jaminan Hari Tua. Sebetulnya ini juga agak mirip2 dengan unit link. Bedanya dia tidak memotong Jaminan Hari Tua kita seandainya kita tidak membayar. Dari perbincangan dengan rekan2 di industri lain, Jamsostek dikategorikan sebagai Asuransi
Jadi jika diringkas, asuransi yang saya punya baik yang saya bayar sendiri terdiri dari
| Asuransi | Premi | Uang Pertanggungan | Tertanggung | Keterangan Lain |
| Jiwa + Penyakit Kritis | Rp 3.7 juta Per tahun | Rp 1.4 M | Saya | Asuransi Murni |
| Jiwa | Rp 6 juta Per tahun | Rp 2 M | Saya | Asuransi Murni |
| Jiwa dan, Penyakit Kritis | Rp 6 Juta per tahun | Rp 400 Juta Penyakit Kritis | Istri | Unit Link |
| Asuransi Kesehatan Saja* | Kantor | Tergantung Kondisi | Saya + Istri | Asuransi Murni |
| Jamsostek | % dari Gaji | Kecelakaan, Kesehatan dan Hari Tua | Saya | Asuransi Sosial |
*Koreksi. Sebelumnya saya terkena penyakit sebagian besar masyarakat Indonesia dalam berasuransi yaitu tidak membaca polis dengan teliti. Setelah saya lihat ulang ternyata polis asuransi istri saya hanya menanggung risiko Jiwa dan Penyakit Kritis dan tidak ada perlindungan rumah sakitnya. Hal ini memang saya yang minta pada awal dan dibuatkan oleh agen asuransi. Dan ternyata dari kantor, keluarga diberikan asuransi kesehatan, sehingga unit link tersebut melengkapi perlindungan yang saya inginkan untuk keluarga saya.
Jadi dari seluruh asuransi yang dimiliki keluarga saya, hanya ada satu unit link. Dan apabila anda tanya apakah saya akan menutup unit link tersebut, antara ya dan tidak. Ya karena saya pikir asuransi kesehatan dari kantor sudah mencukupi untuk proteksi kesehatan, dan tidak karena pertama istri saya tidak memiliki perlindungan atas penyakit kritis dan kedua asuransi tersebut saya beli dari teman yang sudah dikenal bertahun-tahun. Kemudian karena saya pikir saya masih sanggup dengan biaya premi yang ada, maka akhirnya saya memutuskan untuk tetap melanjutkan unit link tersebut. Tentu keputusan ini masih bisa berubah tergantung situasi dan kondisi dan mudah2an saya tidak salah membaca polis asuransi dan manfaat asuransi yang saya dapatkan.
Demikian pengalaman saya dengan unit link, apakah sudah cukup menjawab pertanyaan anda apakah investasi dan asuransi harus dipisah atau tidak? Perlu diingat bahwa keputusan itu tidak hanya dilandasi dengan pertimbangan rasional, tapi juga emosional dan hubungan kita dengan orang-orang di sekitar kita. Semoga bermanfaat. Saya terbuka jika ada yang mau memberikan masukan.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Sumber data dan Foto : Istockphoto
Tinggalkan Balasan ke Firmansah Batalkan balasan