Membeli harga saham ketika harga sedang turun, atau ketika berada dalam dasar-dasarnya (bottom) dan kemudian menjualnya pada harga tinggi adalah impian setiap bagi setiap investor. Pertanyaan mengenai kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi di saham hampir selalu muncul dalam setiap kali kesempatan seminar. Ditanya ke pembicara atau ahli manapun, umumnya mereka akan menjawab tidak tahu dan akan menyarankan investor untuk investasi jangka panjang.
Saya juga demikian, biasanya saya menyarankan untuk periode investasi yang paling aman di saham adalah 7 tahun dengan memberikan data riset sebagai pendukung sebagaimana yang saya tulis dalam artikel Lama Investasi Yang Wajar Pada Saham, Tapi tetap saja, begitu ada kesempatan investor pasti akan mencoba melakukannya.
Sebagai contoh, waktu IHSG turun 1,3% tanggal 26 September lalu, saya melihat banyak jumlah investor yang melakukan transaksi pembelian lebih banyak daripada hari biasanya. Sebagian dari mereka mungkin kebetulan aplikasinya baru diproses pada tanggal tersebut, tapi saya yakin ada sebagian juga yang sudah menunggu-nunggu dari awal tahun tapi ragu2 terus begitu ada penurunan yang dianggap cukup dalam langsung ambil kesempatan. Ironis memang, di awal tahun khawatir soal Pemilu Legislatif, kemudian berlanjut khawatir soal Pemilihan Presiden, suku bunga the Fed dan khawatir hal-hal lainnya. Baru ketika IHSG sudah naik 20%, baru merasa sudah terlambat. Padahal IHSG baru turun 1.3%, tapi langsung buru-buru masuk karena takut ketinggalan lagi.
Terlepas dari faktor keragu-raguan yang membuat para investor menunda investasi, saya juga ingin menekankan bahwa ada istilah di pasar modal untuk investor yang membeli atau berspekulasi membeli ketika harga sedang turun yaitu “Catch The Falling Knife”. Maksudnya membeli harga saham yang sedang jatuh itu harus siap apabila sesudah dibeli harganya malah turun lebih dalam. Apabila kita adalah investor spekulatif yang cuma ikut-ikutan, maka bisa jadi kita panik dan melakukan cutloss lagi di harga yang lebih rendah. Sebab tidak ada jaminan harga yang sudah turun tidak akan turun lebih dalam lagi.
Jadi, kalau ketika harga saham sedang turun, dalam kondisi apa kita baru bisa beli supaya tidak terluka oleh pisau yang jatuh? Silakan ikuti terus artikel ini.
Minimal ada 3 syarat yang harus dipenuhi. Pertama, anda adalah investor dan bukan spekulator. Bagi spekulator, yang dimaksud dengan investasi jangka pendek adalah beli hari ini dan jual nanti siang serta untuk jangka panjang adalah jual minggu depan. Anda tidak akan dapat keuntungan secara konsisten dalam jangka panjang kalau mentalnya seperti ini dan bisa saya pastikan tangan anda akan lebih sering tertusuk pisau daripada menangkapnya dengan tepat.
Kedua, anda yakin bahwa saham atau reksa dana saham yang anda pilih adalah barang yang berkualitas bagus. Sehingga apabila harganya turun ini sifatnya hanya sementara saja. Perlu ada sedikit riset dan pengetahuan terhadap produk yang anda beli. Jangan berinvestasi pada kucing dalam karung yang tidak kamu ketahui kualitasnya.
Ketiga, yaitu masuk pada waktu yang tepat dan memiliki ekspektasi lama waktu yang wajar. Point ketiga inilah yang butuh sedikit riset dan hitung-hitungan. Mendefinisikan waktu yang tepat itu sangat sulit. Jangankan itu, mendefinisikan bahwa sekarang adalah kondisi saham turun saja sudah beragam. Apakah yang dimaksud turun adalah IHSG mengalami kerugian 5%, 10%, 15% atau 20% bahkan lebih? Dan dalam periode berapa lama penurunan tersebut terjadi? Ketika investasi sudah dilakukan, berapa lama minimal mesti anda pegang?
Definisi bahwa pasar saham itu turun atau crash selama ini sebenarnya tergantung bahasa riset dan wartawan. Tidak ada definisi yang pasti. Bahasanya juga canggih2. Kadang-kadang mereka pakai kata “Turun”, “Koreksi”, “Crash”, “Konsolidasi” atau bahasa2 lainnya. Untuk tujuan riset ini, definisi harga turun adalah kerugian IHSG minimal 5%, 10% dan 15% dalam waktu 1 bulan.
Langkah-langkah yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan data return 1 bulan setiap hari IHSG dari tahun Juli 2004 – Sept 2014 sesuai ketersediaan data dari http://www.infovesta.com
Apabila anda tidak memiliki akses ke http://www.infovesta.com, maka anda juga bisa menggunakan informasi yang ada di website Panin AM sbb http://www.panin-am.co.id/FundsAndPerformance.aspx
2. Mendefinisikan bahwa pasar turun adalah dengan 3 kategori yaitu minimal negatif 5%, 10% dan 15% dalam waktu 1 bulan.
Contoh: dengan menggunakan kategori minimal 10%, maka ketika kamu melihat return 1 bulan -10%, -12% dan seterusnya merupakan kesempatan untuk membeli. Apabila menggunakan kategori minimal 15%, maka pembelian baru dilakukan apabila return satu bulan minimal -15% atau lebih kecil (-17%, -20%, dstnya)
3. Melakukan simulasi, seandainya pada saat terjadi penurunan sebesar minimal 5% dalam 1 bulan investor melakukan pembelian berapa hasil investasinya 100 hari kerja dan 200 hari kerja yang akan datang. Penentuan 100 dan 200 hari kerja adalah untuk mencari ekspektasi berapa lama investasi yang wajar setelah melakukan pembelian.
Contoh : Misalkan 1 Januari 2005 terjadi -10% untuk return 1 bulan, maka setelah dilakukan pembelian dipegang selama 100 dan 200 hari kerja.
4. Melakukan rekapitulasi terhadap data yang dikumpulkan. Tujuan dari rekapitulasi data adalah untuk mengetahui berapa besar kemungkinan investor mengalami keuntungan / kerugian karena melakukan hal di atas dan berapa rentang keuntungan / kerugian yang dialaminya.
Hasil riset saya untuk simulasi investasi selama 100 hari kerja sebagai berikut
| Keterangan | Minimal 5% | Minimal 10% | Minimal 15% |
| Frekuensi Harga Turun | 311 | 124 | 41 |
|
Diinvestasi Selama 100 Hari Kerja |
|||
| Kemungkinan Rugi | 36% | 38% | 37% |
| Kemungkinan Untung | 64% | 62% | 63% |
|
Persentase Untung / Rugi |
|||
| Kerugian Terbesar | -51% | -33% | -30% |
| Rata-rata | 5% | 7% | 10% |
| Keuntungan Terbesar | 57% | 55% | 38% |
Berdasarkan tabel di atas, apabila “horison” atau lama waktu investasi anda adalah 100 hari setelah pasar mengalami penurunan, maka mau pasar turun minimal 5%, 10% atau 15%, potensi anda untuk mengalami kerugian adalah mendekati 40%. Dalam situasi terburuk, setelah 100 hari kerja, anda masih bisa mengalami kerugian dari 30 – 50% lagi. Berdasarkan angka-angka tersebut, menurut saya secara pribadi, periode investasi “selama” 100 hari kerja ke depan setelah pasar mengalami penurunan, masih bisa dikategorikan sebagai tindakan spekulasi.
Apabila investor bersedia memperpanjang periode investasi menjadi 200 hari kerja ke depan bagaimana? Berdasarkan hasil riset, sebagai berikut :
| Keterangan | Minimal 5% | Minimal 10% | Minimal 15% |
| Frekuensi Harga Turun | 303 | 124 | 41 |
|
Diinvestasi Selama 200 Hari Kerja |
|||
| Kemungkinan Rugi | 21% | 15% | 7% |
| Kemungkinan Untung | 79% | 85% | 93% |
|
Persentase Untung / Rugi |
|||
| Kerugian Terbesar | -56% | -48% | -41% |
| Rata-rata | 20% | 29% | 58% |
| Keuntungan Terbesar | 115% | 115% | 115% |
Dengan memperpanjang horison investasi menjadi 200 hari kerja, potensi kerugian ternyata masih ada namun mengecil. Semakin dalam penurunannya maka semakin kecil pula potensi mengalami kerugiannya setelah 200 hari. Jadi meski masih bisa disebut berspekulasi, paling tidak kemungkinan anda mengalami keuntungan 200 hari kerja setelah pasar turun minimal 5%, 10% atau 15% dalam 1 bulan adalah 8 banding 10.
Hanya saja, perlu diingat bahwa apabila yang terjadi adalah situasi terburuk, dimana anda masuk dalam kategori investor apes. Potensi kerugian yang mungkin dialami bisa mencapai -41% sampai -56%. Tinggal apakah rata-rata keuntungan 20 – 58% dan kalau sedang hoki bisa untung sampai 115% cukup membuat anda tergiur untuk ikut berspekulasi atau tidak..
Jadi, kalau lama waktu investasi anda pendek, membeli ketika harga sedang turun sekalipun tidak membebaskan anda sepenuhnya dari risiko penurunan harga. Tangan anda masih bisa berdarah karena menangkap pisau yang jatuh. Sepanjang anda siap dengan risiko tersebut, silakan melatih tangan anda. Jika tidak, ya balik ke cara konvensional saya yaitu investasi jangka panjang.
Kelemahan dari cara ini adalah dibutuhkan kesabaran dan nafas panjang untuk melakukan strategi ini. Sebagai contoh, penurunan IHSG di atas 15% dalam 1 bulan baru terjadi 41 hari dalam 10 tahun terakhir (asumsi 1 tahun 250 hari kerja = 2500 hari kerja) atau kurang dari 2%nya. Bisa jadi uang anda 98% waktu terparkir di deposito dan kehilangan momentum kenaikan harga apabila saham dalam keadaan bullish.
Demikian sharing kali ini semoga bermanfaat bagi anda semua.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Sumber Gambar : istockphoto
Sumber Data : http://www.infovesta.com


Tinggalkan Balasan ke indrayana Batalkan balasan