Gara-gara peraturan Papan Pemantauan Khusus Tahap II atau Full Periodic Call Auction (FPCA) pada 25 Maret 2024, harga saham minimal di Bursa Efek Indonesia turun dari Rp 50 menjadi Rp 1.
Apakah peraturan ini positif atau negatif bagi investor?
BUKAN REKOMENDASI BUY SELL HOLD

Memang ada kehebohan, protes, bahkan petisi segala terkait kebijakan ini.
Ada juga pernyataan dari beberapa pejabat bursa untuk mengevaluasi kembali kebijakan tersebut.
Sebelum komen positif atau negatif, sebaiknya peraturannya kita pahami dulu.
Ada tahap 1 dan 2, apa bedanya?
Tahap 1 berlaku 12 Juni 2023 —> tidak heboh
Tahap 2 berlaku 25 Maret 2024 —> baru heboh
Kriteria papan pemantauan khusus ada 11, begitu ada salah satu dari 11 ini sahamnya akan dikasih notasi khusus X.


Berikut contoh saham dengan notasi X:

Di tahap 1, hanya berlaku no 7 yaitu rata2 transaksi harian kurang dari Rp 5 juta atau 10.000 lembar 6 bulan terakhir saja.
Transaksinya pindah dari pasar reguler (continuous call auction – CCA) ke pasar khusus (periodic call auction – PCA).
CCA

PCA

Dengan aturan baru ini, saham seperti BBRI, AALI, dll yang tidak masuk pemantauan khusus.
Pre Opening PCA
Jam 9-16.00 CCA
Pre Closing PCA
Sementara Saham Pemantauan Khusus semuanya PCA pada jam
9.55 – 10.00
10.55 – 11.00
11.55 – 12.00
14.55 – 15.00
15.55 – 16.00
(Hanya 5 menit)
Di CCA antrian jual beli harga berikut volumenya kelihatan.
Di PCA antrian tidak kelihatan hanya ada indikasi harga dan volume yang “kira2” akan done dan bisa berubah.
Cara transaksi di PCA ini mungkin masih awam bagi sebagian besar investor sehingga jarang dicoba.
Bagi investor institusi seperti reksa dana indeks, justru banyak bertransaksi di PCA terutama waktu penutupan karena harga jual / belinya akan sama dengan harga penutupan, tipe ordernya disebut Market On Close – MOC.
Hal ini agar kinerja reksa dana indeks dan indeksnya mirip.
Di tahap 1, saham yang pindah kebanyakan saham gocapan.
Di tahap 2, baru berlaku 11 kriteria. Jumlahnya sampai ratusan dan kena juga saham dengan harga di atas 50 sehingga investor kaget.
Contoh saham TOTO kena karena Free Float kurang dari ketentuan 7.5%

Antrian bid offer yang hilang, tidak familiar dengan sistem PCA yang menggunakan IEV dan IEP, dan harga yang terkecil Rp 1 bagi yang masuk Papan Pemantauan Khusus, menurut saya adalah penyebab kehebohan ini.
Sebab diasumsikan, Rp 1 sama seperti kehilangan hampir semuanya.
Dari sudut pandang investor institusi, menurut saya kebijakan ini baik.
Memang institusi bermacam2, ada yang bisa cutloss dan ada yang tidak.
Tapi bagi mereka, likuiditas atau kemudahan untuk dijual juga tidak kalah pentingnya.
Untuk apa Gocap Rp 50, tapi tidak bisa dijual??
Bagaimana bagi investor perorangan?
Nah ini lebih beda lagi karena beragam mulai dari yang awam baru belajar, tukang scalper harian, hingga investor long term seperti Lo Kheng Hong ada.
Kalau pendapat pribadi saya, menurut saya likuiditas itu juga maha penting.
Katakan saya ambil keputusan untuk spekulasi di saham ga jelas, harganya turun sampai Rp 50 udah gitu ga ada yang mau beli.
Di aturan lama, memang loss tidak bertambah dalam lagi, tapi tidak berguna juga kalau tidak bisa dijual.
Dengan aturan baru, jadi bisa dijual meski < Rp 50.
Bagaimana bagi perusahaannya?
Memang naik turunnya harga saham di pasar sudah tidak berdampak lagi bagi kinerja perusahaannya, kecuali mereka mau right issue, buyback, atau menjaminkan sahamnya sebagai jaminan.
Kalau di luar negeri, malah berpotensi jadi target hostile take over.
Sebagai analogi saham TOTO.
Desember 2023
Aset Rp 3.3 T
Ekuitas Rp 2.35 T
Jumlah lembar saham 10.32 Miliar
Jika harganya Rp 1, maka saya akan pinjam ke uang bank untuk beli semua sahamnya dan melakukan tender offer.
Kapan lagi Rp 10.3 M bisa akuisisi perusahaan beraset Rp 3 T?

Namun hostile take over ini cukup sulit untuk diterapkan di Indonesia karena pemegang saham pengendali dan afiliasinya pegang lebih dari 50%.
Aturan perwakilan direksi / komisaris berdasarkan persentase saham juga belum jelas.
Tapi positifnya perusahaan harus berpikir supaya tidak dikecam waktu RUPS dan tidak kena sanksi lebih lanjut karena notasi khusus, mungkin saja mereka akan Go Private, Right issue, buyback, atau menyelesaikan masalahnya sehingga likuiditas meningkat dan keluar dari notasi X.
Loss di saham itu memang tidak menyenangkan, tapi nyangkut tahunan tanpa bisa dijual, lebih parah lagi.
Dengan harga minimal Rp 1, ada peluang untuk dapat di harga super murah meski tetap harus jeli dengan perusahaannya
Jadi overall, menurut saya ini adalah kebijakan yang baik.
Tinggal sosialisasi perlu lebih gencar dengan contoh kasus yang mudah dipahami dan literasi investor ditingkatkan sehingga bisa memilih mau spekulasi di saham Papan Pemantauan Khusus atau investasi blue chip saja.
Bagaimana kalau harga min Rp 1 tapi modelnya CCA yang kelihatan bid dan offernya?
Ini juga ide bagus, tapi ada kelemahan yaitu bisa saja ada antrian tebal di bid / offer yang membuat investor terpengaruh dan nanti bisa tiba2 hilang.
Model PCA bid / offer palsu bisa done betulan.
Karena itulah untuk mencegah harga saham tiba2 naik / turun pas penutupan, digunakan transaksi model PCA juga.
Ini juga ide bagus, tapi ada kelemahan yaitu bisa saja ada antrian tebal di bid / offer yang membuat investor terpengaruh dan nanti bisa tiba2 hilang.
Model PCA bid / offer palsu bisa done betulan.
Karena itulah untuk mencegah harga saham tiba2 naik / turun pas penutupan, digunakan transaksi model PCA juga.
Bagaimana menurut anda?
Bisa sampaikan di kolom komen ya
Semoga hari anda menyenangkan

Tinggalkan komentar