Entah beruntung atau tidak, IHSG libur panjang di tengah pengumuman Tarif Resiprokal Trump. Indonesia kena tarif 32%.
Pasar saham Amerika Crash, diikuti Eropa dan Asia.
Indonesia selamat karena masih libur, entah kalau sudah masuk nanti.
Apa yang sebaiknya dilakukan?

Yang paling pusing tentu eksportir barang ke US. Bayangkan lagi enak-enak liburan, tahu-tahu tanggal 9 nanti barang ekspor ke AS kena tarif tambahan 32%. Misalkan ekspor Rp 1 M, maka setelah 9 April dikenakan tambahan 32%, Rp 320 juta.
Siapa yang mau menanggung biaya ini?
Kalau dipaksakan ke pembeli, ada 2 kemungkinan.
Pertama, tetap dibeli tapi besok-besok langsung ganti vendor.
Kedua, pembeli membatalkan pesanannya.
Kenaikan biaya 32% tentu di luar dugaan, biasanya tidak dianggarkan, belum tentu cashflow juga cukup. Belum tentu laku juga di konsumen.
Kalau ditanggung penjual, tinggal seberapa besar margin dia berkurang atau bahkan mungkin sudah rugi. Tidak semua barang punya margin sampai 30%an. Kalau ditanggung berdua, tentu harus negosiasi lagi sebelum ekspor barang jalan tanggal 9 April. Semuanya serba mepet.

Bagaimana kalau investor?
Untuk hari pertama tanggal 8 April nanti, tampaknya IHSG belum tentu akan selamat dari penurunan. Sekalipun indeks saham negara lain sudah rebound di 7 April, rasanya sedikit banyak akan berdampak ke IHSG juga.
Tapi ada satu hal menarik, di tengah koreksi bursa saham signifikan, harga obligasi Amerika Serikat malah naik. Yield 10 tahun Amerika Serikat yang sempat mendekati 4.8%, kini sudah di level 4%. Yield merupakan cerminan suku bunga, artinya investor US expect bunga akan turun.
Yield turun itu seperti bunga turun. Dari 4.8% di awal tahun 2025 ke 4% di April 2025 ini. Bahkan ketika tarif diumumkan, penurunan Yield lebih tajam – artinya harga obligasi naik. Indonesia juga menunjukkan tren yang sama, dari 7.3% menjadi 7% dan kelihatan bisa turun terus.

Artinya sekalipun IHSG turun waktu dibuka 8 April nanti, bisa jadi harga obligasi pemerintah dan reksa dana pendapatan tetap malah naik. Memiliki diversifikasi berimbang antara reksa dana berbasis saham dan reksa dana berbasis obligasi adalah salah satu cara untuk tetap tenang.
Di sisi lain, sebelum ada Tarif Resiprokal Trump ini, IHSG sudah turun dalam karena asing underweight. Saking murahnya saham bluechip, sekarang bertebaran saham dengan Dividend Yield di atas 5%, rekomendasi asing yang tadinya underweight / sell, kita menjadi netral / buy.
IHSG mungkin melanjutkan penurunan, tapi mudah-mudahan tidak terlalu dalam lagi. Apalagi beberapa hari terakhir sudah dalam tren rebound. Saran saya, tetap tenang, miliki portofolio yang terdiversifikasi, lakukan averaging down pada reksa dana yang isinya saham berkualitas.
Happy Day

Tinggalkan komentar