Berikut ini adalah salah satu artikel yang pernah saya buat. Melanjutkan pembahasan yang sempat dilakukan pada artikel http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2011/05/16/mengenal-metode-evaluasi-kinerja-reksa-dana/ dimana salah satu rasio analisis risk and return yang sebelumnya pernah saya bahas yaitu Sharpe Ratio, memiliki kelemahan dimana hasil dari rasio tersebut menjadi kurang tepat ketika digunakan dalam kondisi pasar yang bearish atau tingkat return dalam 1 tahun adalah negatif. Roy Safety First Ratio merupakan salah satu alternatif jawaban ketika Sharpe Ratio tidak bisa digunakan.
Roy Safety First Ratio (atau disingkat dengan Roy’s Ratio) merupakan suatu teknik manajemen risiko dalam memilih portofolio investasi berdasarkan besarnya kemungkinan instrumen tersebut akan memberikan kinerja di bawah tingkat return yang diinginkan. Sebagai ilustrasi, apabila terdapat 2 pilihan investasi, misalnya reksa dana A dan reksa dana B, dan target return investor adalah 20% per tahun, maka tentunya investor akan memilih reksa dana yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk membukukan return di atas 20% berdasarkan kinerja historisnya.
Perhitungan Roy’s Ratio sangat sederhana dan hampir sama dengan metode Sharpe Ratio yang selama ini umum dipergunakan yaitu
Perbedaannya dengan Sharpe Ratio adalah pada variabel return diinginkan. Pada Sharpe Ratio, variabel yang digunakan adalah Return Bebas Risiko seperti SBI, Deposito, sementara itu, pada Roy’s Ratio, return diinginkan yang dipergunakan bersifat subjektif dalam besaran tertentu seperti 20%. 30% dst atau tingkat return sama dengan return pasar. Dari sisi interprestasi, hasil kedua perhitungan ini sama, semakin tinggi rasio yang dihasilkan, maka semakin OPTIMAL pula kinerja risk and return dari suatu reksa dana.
Salah satu alasan digunakan metode ini karena pada tahun 2008, terjadi kasus dimana sebagian besar reksa dana membukukan nilai return negatif, dan setelah dilakukan evaluasi berdasarkan Sharpe Ratio, ternyata ditemukan hasil yang dapat memberikan kesimpulan yang menyesatkan. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat simulasi sederhana sebagai berikut ini:
Perbandingan Sharpe Ratio dan Roy’s Ratio
Tabel di atas menggambarkan perbandingan antara evaluasi menggunakan Sharpe Ratio dan Roy’s Ratio. Angka -15% untuk tingkat return yang diinginkan merupakan angka asumsi yang sifatnya subjektif. Pada saat kondisi pasar kurang bagus, menentukan tingkat return yang diinginkan sama dengan return pasar pada periode tersebut bisa memberikan gambaran yang lebih tepat dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja reksa dana . Dengan menggunakan metode Sharpe Ratio sebagai metode evaluasi, kita akan mendapatkan bahwa Reksa Dana B lebih optimal dibandingkan reksa dana A karena memiliki Sharpe Ratio yang lebih besar (-1 berbanding -2).
Apakah hal di atas tepat? Mari kita kaji secara lebih mendalam, Reksa Dana A dan Reksa Dana B masing-masing memiliki return -10%. Dengan demikian, secara logika, tentu saja reksa dana yang memiliki risiko yang lebih kecil (Standar Deviasi) akan dikatakan lebih optimal. Nah, dari standar deviasi masing-masing yang sebesar 10% untuk RD A dan 20% untuk RD B, sudah jelas sekali bahwa RD A lebih optimal, karena untuk tingkat return yang sama, risiko yang ditanggung lebih kecil dibandingkan reksa dana B. Hal di atas, ternyata tidak dapat tercermin dengan menggunakan Sharpe Ratio karena penilaian menunjukkan RD B yang lebih baik. Dengan menggunakan Roy’s Ratio kinerja reksa dana A yang lebih optimal dapat ditunjukkan dengan nilai 0.5 untuk RD A dan 0.25 untuk RD B.
Hasil penilaian di atas membuktikan bahwa evaluasi menggunakan Sharpe Ratio akan kurang tepat dan memberikan hasil yang menyesatkan dalam kondisi tingkat tingkat return negatif. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi terhadap metode penilaian, salah satunya adalah dengan menggunakan Roy Safety First Ratio. Selain rasio tersebut, ada pula rasio pengukuran serupa yang merupakan modifikasi dari Sharpe Ratio yaitu Sortino Ratio. Jika Roy Safety First Ratio melakukan modifikasi pada tingkat return, maka Sortino Ratio melakukan modifikasi pada penggunaan risiko. Dimana tingkat risiko yang digunakan bukanlah standar deviasi, akan tetapi Downside Standar Deviasi. Saya akan menjelaskan hal tersebut pada lain kesempatan lain jika dimungkinkan.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat bagi teman2 yang sedang melakukan evaluasi terhadap kinerja reksa dana khususnya yang mengambil periode ketika return reksa dana negatif baik untuk keperluan skripsi, penelitian ataupun untuk tujuan evaluasi untuk investasi.


Tinggalkan Balasan ke mawardi Batalkan balasan