Dibandingkan metode akuntansi pembukuan untuk saham dan reksa dana, metode akuntansi untuk obligasi memiliki keunggulan yaitu mampu membentuk mindset investor. Kita sering berbicara bahwa investasi reksa dana saham dan saham untuk jangka panjang, namun pada kenyataannya masih terdapat banyak investor yang horison investasinya sangat pendek. Salah satu penyebabnya menurut saya adalah adalah pembukuan akuntansi yang dicatat mengikuti harga pasar. Ketika harga pasar berubah (baik itu naik tinggi ataupun turun tajam), investor bisa segera melihat perubahan nilai kekayaannya, akibatnya ketika melihat nilai kekayaan yang berubah dengan cepat, otomatis akan mempengaruhi investor untuk melakukan cutloss atau profit taking.
Sebaliknya, obligasi yang menjadi underlying asset reksa dana pendapatan tetap dimana diperuntukkan untuk investor dengan horison investasi jangka pendek, malah memiliki metode akuntansi yang membuat investor lebih fokus pada pencapaian tujuan jangka panjang daripada fluktuasi harga dalam jangka pendek. Seperti apa metode akuntansi untuk obligasi dan bagaimana metode ini membentuk mindset investor?
Metode pencatatan untuk obligasi dapat dibagi menjadi 3 yaitu
1. Metode Hold to Maturity (HTM)
HTM adalah metode akuntansi yang digunakan oleh investor yang sejak membeli obligasi sudah memutuskan untuk memegangnya hingga jatuh tempo. Karena obligasi umumnya memiliki jangka waktu jatuh tempo yang panjang (di atas 1 tahun), maka investor sudah memiliki mindset untuk investasi jangka panjang.
Mindset investasi jangka panjang menjadikan investor tidak lagi memperhatikan fluktuasi harga yang terjadi di pasar. Oleh karena itu, dalam pembukuan, obligasi tidak dicatat pada harga pasar melainkan menggunakan Harga Amortisasi. Secara sederhana, konsep harga amortisasi mirip dengan konsep penyusutan. Ketika suatu obligasi dibeli pada harga 110, maka setiap tahun akan disusutkan sejumlah nilai tertentu hingga menjadi 100 pada saat jatuh temponya. Sebaliknya ketika obligasi dibeli pada harga 90, maka setiap tahun akan dinaikkan sejumlah nilai tertentu hingga menjadi 100 pada saat jatuh temponya. Sebagai ilustrasi, silakan lihat gambar berikut:
Sebelum berlakunya standar akuntansi IFRS, perhitungan amortisasi untuk obligasi yang diperjualbelikan pada harga premium atau diskon menggunakan metode garis lurus. Dengan berlakunya metode bunga efektif. Selengkapnya mengenai perbedaan kedua metode tersebut dapat dibaca dengan mengklik link amortisasi premium dan diskonto dengan bunga efektif ini.
2. Metode Trading
Metode Trading mencatat obligasi pada harga pasar. Dengan mencatat obligasi pada harga pasar, maka nilai kekayaan investor bisa naik atau turun mengikuti perubahan harga yang berlaku. Keuntungan atau kerugian yang belum terealisasi (misalnya beli di harga 110 sekarang harganya 105), selisih harga tersebut langsung dibukukan pada laporan rugi laba karena diasumsikan obligasi akan dijual dalam jangka waktu dekat. Jadi sejak awal mindset investor ketika membeli obligasi adalah untuk trading jangka pendek.
3. Metode Available For Sale (AFS)
Metode AFS dan trading pada dasarnya sama yaitu mencatat obligasi pada harga pasar. Sehingga fluktuasi harga pasar langsung mempengaruhi nilai kekayaan investor. Perbedaan dengan trading adalah metode AFS ini dibuat untuk investor yang mindset-nya masih bingung, apakah obligasi ingin dipegang hingga jatuh tempo atau ditradingkan. Karena belum ada keputusan itulah, ketika ada keuntungan atau kerugian yang belum terealisasi, maka selisihnya tidak dicatat pada laporan rugi laba, melainkan pada modal (equity). Selanjutnya mengikuti perkembangan harga, investor bisa memutuskan apakah nantinya obligasi yang bersangkutan mau ditransaksikan atau dipegang hingga jatuh tempo.
Pada umumnya, institusi yang menggunakan ketiga metode di atas adalah Asuransi dan Perusahaan umum. Sementara Dana Pensiun hanya bisa menggunakan Trading dan HTM karena tidak memiliki Equity dalam struktur laporan keuangannya. Satu hal yang menarik dari sistem pembukuan untuk akuntnasi obligasi adalah sejak membeli obligasi pertama kali, investor sudah “dipaksa” untuk menentukan sikapnya. Apakah obligasi tersebut mau dipegang hingga jatuh tempo (HTM), ditransaksi jangka pendek (trading), atau mengambang dan baru diputuskan sesuai situasi pasar (AFS).
Cara di atas sangat efektif dalam membentuk mindset investor. Sebab ketika diputuskan untuk mengikuti harga pasar, berarti investor dianggap sudah menyiapkan diri terhadap risiko flukutasi harga yang terjadi. Ketika diputuskan untuk dicatatkan pada harga amortisasi, berarti investor sudah bertekad untuk berinvestasi jangka panjang dan tidak perlu khawatir lagi dengan fluktuasi harga yang terjadi di pasar.
Karena perbedaan karakteristik, metode akuntansi ini tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada saham dan reksa dana. Namun MINDSET, apakah mau berinvestasi jangka panjang atau pendek, sangat dibutuhkan investor reksa dana agar tidak terjebak pada pertanyaan market timing dan fluktuasi jangka pendek. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semua.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Tinggalkan Balasan ke Rudiyanto Batalkan balasan