Akhir minggu lalu, Pekan Reksa Dana Nasional yang diselenggarakan oleh APRDI di Mal Central Park Jakarta resmi berakhir. Sebagai salah satu Manajer Investasi yang berpartisipasi di acara tersebut, saya melihat bahwa jalannya acara cukup sukses dimana bisa dilihat dari jumlah peserta yang hadir dan tentu saja investor yang mengisi formulir pembukaan rekening di tempat. Saya sempat datang dan jaga stand selama 2 hari (meskipun tidak seharian) serta sempat pula mengadakan Diskusi Reksa Dana yang dihadiri oleh para pengunjung dan nasabah. Dari hasil interaksi saya dengan nasabah, saya menyadari bahwa ternyata salah satu pertimbangan investor dalam membeli reksa dana adalah Harga reksa dana tersebut. Saya banyak ditanya, beli yang mana pak? yang harganya sudah puluhan ribu atau yang harganya masih ribuan?
Apakah benar bahwa harga reksa dana bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam membeli reksa dana?
Bagi anda yang sudah membaca blog ini dari pertama kali, tentu sudah pernah membaca artikel tentang Reksa Dana Mahal dan Reksa Dana Murah. Namun entah tidak ngeh, atau memang belum sempat dibaca, saya selalu ditanya atau mendapat pernyataan bahwa investor cenderung lebih menyukai reksa dana yang harganya lebih murah dibandingkan yang harganya lebih mahal. Dimana definisi mahal itu ya harga atau sering dikenal dengan NAB/Up reksa dana. Jadi ketika diberikan suatu katalog yang berisi daftar reksa dana dari A – Z, kebanyakan akan berfokus pada reksa dana dengan harga lebih rendah dibandingkan reksa dana dengan harga yang lebih mahal. Beberapa melihat award / penghargaan yang diterima, namun sangat sedikit yang melihat performancenya.
Apakah benar bahwa harga reksa dana mempengaruhi kinerja reksa dana? saya akan menjawab dengan ilustrasi sebagai berikut:
Studi Kasus Pertama
Pada 30 Desember 2009, harga Panin Dana Maksima adalah 24.281,59 sementara Panin Dana Prima adalah 1.424,21. Dengan logika dimana jika harganya lebih murah, maka potensi kenaikannya lebih banyak. Tentu investor akan lebih memilih Panin Dana Prima dibandingkan Panin Dana Maksima. Pertimbangan lain, karena harga yang lebih murah, maka unit penyertaan yang diperoleh juga lebih banyak. Sebagai contoh: Panin Dana Prima pada harga 1.424,21 dengan dana Rp 1 juta akan mendapat 702.14 unit. Sementara Panin Dana Maksima dengan harga 24.281,59 dengan dana Rp 1 juta baru dapat 41.18 unit. Namun investor lupa, jika dia menjualnya satu tahun kemudian maka yang ia peroleh adalah 702.14 unit x 2319.25 = Rp 1.628.438 pada Panin Dana Prima dan 41.18 x 49.072,06 = Rp 2.020.787 pada Panin Dana Maksima.
Investor mungkin lupa atau tidak tahu bahwa sebenarnya dia bisa menjualnya unitnya sebagian-sebagian dalam bentuk unit ataupun nominal. Sebagai contoh, jika pada Akhir Desember 2010, investor Panin Dana Maksima hanya membutuhkan uang sebesar Rp 1 juta. Maka, ia tinggal mengisi formulir redemption dengan instruksi penjualan Rp 1 juta. Selanjutnya unit akan berkurang sebesar Rp 1 juta / 49.072,06 = 20.38 unit. Sehingga unit tersisa adalah 41.18 – 20.38 = 20.8 unit. Yang jika dikalikan pada harga pasar akhir desember 2010 49.072,06 menjadi senilai Rp 1.020.699. Tidak seperti saham yang harus dijual dalam kelipatan lot, investor reksa dana bisa menjual reksa dana dalam nominal yang selanjutnya akan dihitung sesuai dengan jumlah unitnya.
Studi Kasus Kedua
Pada studi kasus ke dua yang terjadi adalah kebalikan dimana Panin Dana Maksima dengan NAB/Up permulaan yang lebih tinggi dibandingkan Panin Dana Prima, ternyata memiliki kenaikan harga yang lebih kecil. Berlawanan dengan studi kasus sebelumnya. Dari grafik di atas, terlihat bahwa Kenaikan Panin Dana Prima selama 1 tahun adalah 11.96%, sementara kenaikan Panin Dana Maksima cuma 8.95%, lebih rendah dibandingkan Panin Dana Prima.
Kedua studi kasus di atas menunjukkan bahwa “Harga Reksa Dana TIDAK bisa dijadikan sebagai acuan dalam memilih reksa dana”. Baik buruknya kinerja reksa dana ditentukan oleh strategi investasi yang dijalankan dan pergerakan harga saham dan obligasi yang menjadi underlying portofolionya. Dan hasil akhir dari strategi investasi adalah kinerja reksa dana dalam bentuk return / imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan benchmark.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Tinggalkan Balasan ke dihas Batalkan balasan