Salah satu kutipan bapak Warren Buffet yang sangat terkenal dan masih digunakan hingga sekarang adalah sebagai berikut:
“Be Fearful When Others Are Greedy
and Be Greedy When Others Are Fearful”
Melihat harga emas yang sudah turun dalam seperti sekarang ini, apakah tepat untuk menerapkan konsep di atas? Lebih sederhananya, apakah sekarang saatnya beli emas? Apakah Mr. Warren Buffet sendiri juga menerapkan konsep tersebut dalam emas?
Terus terang, emas bukan keahlian saya. Pengetahuan saya tentang emas rasanya tidak lebih baik dibandingkan dengan bapak ibu sekarang. Namun saya akan memberikan sharing tentang bagaimana saya memandang komoditas ini. Kebetulan saya juga menemukan kutipan tulisan Warren Buffet dalam laporan keuangan yang dikirimkan kepada para pemegang sahamnya. Dalam tulisan tersebut dibahas pandangan beliau tentang emas.
Pertama-tama, saya secara pribadi memandang emas sebagai Komoditas, bukan Instrumen Investasi. Sebab emas tidak bisa menghasilkan sementara Instrumen Investasi bisa.
Emas memang bisa menjadi bahan baku untuk membuat barang yang bernilai tambah namun yang mampu melakukannya adalah toko emas, pegadaian, pemurnian / peleburan emas dan (sedihnya) para penipu yang memberikan imbal hasil dalam bentuk tetap dengan kedok investasi emas (dan baru-baru ini banyak yang tertangkap). Sementara dengan berinvestasi pada saham, obligasi dan reksa dana, kita tidak perlu ngapa2in, aset tersebut sudah bisa menghasilkan. Hasil tersebut bisa dalam bentuk kenaikan harga, ataupun pendapatan dalam bentuk dividen dan kupon.
Mengutip pernyataan bapak Warren Buffet :
“if you own one ounce of gold for an eternity,
you will still own one ounce at its end”
Kedua adalah soal harga. Berapa harga emas? Kalau anda menonton, CNBC, Bloomberg, atau televisi, disebutkan sekitar USD 1400 dollar per Troy Ounce. Kalau anda datang ke ANTAM atau Logammulia.com, kisaran harga emas antara 502.000 – 541.000 per gram (tanggal 20 April). Kalau yang kritis, mengatakan harusnya cuman Rp 431.000 saja (sesuai harga buyback).
Kalau anda ke toko emas, harganya bisa lain lagi, ada yang beralasan melakukan pemurnian sendiri dan punya stok emas dengan harga lama sehingga bisa lebih murah, tapi ada juga yang meragukan kualitas kemurniannya. Dengan segitu banyaknya harga yang beredar, belum lagi harga emas ANTAM yang tidak sejalan dengan harga emas dunia karena juga memperhitungkan risiko nilai tukar, berapa sebetulnya harga emas itu? Mungkin hanya investor kawakan emas yang tahu.
Belum lagi emas tidak seperti reksa dana yang bisa dibeli kapan saja dan berapa saja, pembeli dan jumlah pembelian dibatasi sehingga tercipta efek kelangkaan. Hal ini juga turut berpengaruh terhadap harga. Hal kedua inilah, yang membuat saya dari dulu tidak pernah bisa benar2 memahami emas. Hal ini tentu berbeda jauh dengan reksa dana yang hanya punya satu harga.
Ketiga, adalah soal valuasi. Dalam berinvestasi, salah satu kunci sukses buat investor yang berorientasi jangka panjang adalah membeli ketika harganya masih murah dan menjualnya ketika harganya sudah mahal. Untuk instrumen saham contohnya, beberapa indikator umum yang digunakan untuk menentukan mahal murahnya harga suatu saham antara lain Price to Earning Ratio (PER), Price Earning to Growth Ratio (PEG), Enterprise Value dan Price to Book Value Ratio (PBV). Untuk obligasi, indikator mahal murah cukup sederhana yaitu dari Yield to Maturity Obligasi.
Apa kesamaan dari metode yang digunakan di atas? Pada Konsep yang menggunakan Earning, Yield dan Enterprise Value, semuanya menggunakan asumsi berapa penghasilan yang mampu dihasilkan oleh saham dan obligasi di masa yang akan datang kemudian dibandingkan dengan harga pasar yang ditawarkan saat ini. Seperti yang dibahas pada alasan pertama tadi, emas mungkin bisa diolah menjadi perhiasan atau perabotan, tapi nilai tambah ekonomisnya kecil. Dan tidak jelas, berapa “Earning” yang bisa dihasilkan.
Dengan demikian kita bisa menggunakan metode kedua yaitu Price to Book Value Ratio. Metode ini biasanya digunakan pada saham perbankan dan properti. Bisa juga sebagai alternatif metode dari metode PER ketika laba bersih perusahaan berfluktuasi. Book value bisa ditemukan pada Nilai Ekuitas yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Bagaimana dengan Book Value Emas? seperti yang saya sebutkan, emas bukan investasi tapi komoditi. Sama seperti batu bara, kelapa sawit, nikel dan lainnya. Jadi tidak pernah diketahui secara jelas berapa nilai bukunya.
Ada yang berasumsi menggunakan biaya produksi, yang kalau saya baca sekitar 1200 USD per troy ounce. Akan tetapi menurut saya biaya produksi adalah angka yang tidak objektif. Sebab harga produksi biasanya bisa naik turun tergantung pada efisiensi, skala produksi, lokasi produksi, dan kadang kala harga pasar emas itu sendiri (tentunya jika harga emas tinggi, tidak aneh kalau kontraktor minta upah tinggi bukan?).
Terus bagaimana menilai harga wajar emas? Menurut saya, harga emas lebih banyak subjektifnya dan sangat sulit ditentukan karena sangat tergantung pada aksi lain di luar emas itu sendiri. Yang saya maksud dengan hal di luar emas seperti kebijakan Quantitative Easing (kebijakan cetak uang), ketakutan orang bahwa dunia akan kembali ke krisis (Pesimisme) dan last but not least inflasi. Quantitave Easing adalah kebijakan yang dibuat untuk menangkal krisis. Krisis adalah bagian dari siklus, selalu ada tapi tidak selamanya. Dengan kata lain, ketika tidak ada krisis dan atau kebijakan QE untuk menangkal krisis, Apakah harga emas akan tetap naik?
Kemudian inflasi, memang tidak salah, inflasi adalah musuh terbesar dari nilai uang. Namun tahukah anda, di negara yang maju, negara yang kebijakan pembangunan infrastrukturnya begitu baik karena tidak terbebani oleh subsidi BBM, Inflasi Rendah. Sebagai contoh AS 1.50%, China 2.1%, Singapore 4.90%. Bandingkan juga Thailand, Philipina dan Malaysia yang masing-masing 2.69%, 3.20% dan 1.60%. Indonesia sendiri juga inflasinya memang tinggi secara historis, namun jika kita perhatikan inflasi semakin rendah dari tahun ke tahun. Saya percaya dengan manajemen negara yang benar, hilangnya subsidi, dan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan, maka inflasi AKAN RENDAH DALAM JANGKA PANJANG. Jika inflasi sudah rendah, bagaimana dengan harga emas itu sendiri? Apakah masih ada sentimen untuk naik?
Mr. Warren Buffet memberikan ilustrasi yang sangat menarik tentang valuasi emas. Analogi yang dia berikan adalah ada 2 pilihan investasi dengan keterangan sebagai berikut
Pertama, membeli emas di seluruh dunia yang saat ini berjumlah 170.000 metric ton yang pada saat surat tersebut dia tulis pada tahun 2012, harga emasnya adalah 1750 per ounce. Dengan harga tersebut, maka total seluruh emas di Dunia adalah 9.6 Triliun USD. 10 tahun kemudian 170rb metric ton emas akan tetap menjadi 170rb metric ton emas. Anda hanya berharap jika ada krisis, quantitative easing, dan inflasi baru harganya akan naik.
Kedua, menggunakan 9.6 Triliun USD untuk membeli 400 juta hektar lahan pertanian Amerika yang menghasilkan gandum, jagung, kapas dan lainnya. Nilai Earning yang dihasilkan dari lahan pertanian tersebut adalah 200 Milliar USD per tahun. Kemudian, sisanya dibelikan 16 perusahaan Exxon Mobil (Perusahaan terbesar sedunia) yang menghasilkan laba bersih 40 Milliar USD per tahun. Setelah melakukan hal tersebut, ternyata masih ada sisa 1 Triliun USD lagi yang bisa anda foya-foyakan. 10 tahun kemudian, katakan harganya tetap, earning yang dihasikan dari asset tersebut saja tentu sudah lebih dari 1 triliun dollar.
Manakah pilihan anda?
Kutipan lengkap mengenai pendapat bapak Warren Buffet bisa dibaca di http://ivanhoff.com/2013/04/15/warren-buffett-on-gold/ dan http://www.berkshirehathaway.com/letters/2011ltr.pdf
Kesimpulan
Dengan melakukan analisa di atas, saya yang bukan ahli emas ini mengganggap emas bukan investasi yang ideal. Jadi meskipun harga turun, terus terang saya tidak seantusias seperti ketika IHSG turun. Jadi buat saya, ini BUKAN SAAT YANG TEPAT untuk membeli emas bukan karena harga namun karena saya tidak bisa menemukan JUSTIFIKASI untuk membeli komoditas (BUKAN INSTRUMEN INVESTASI) ini.
Bagaimana dengan anda?
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.


Tinggalkan Balasan ke kurniawan Batalkan balasan