Pada tanggal 11 Juli 2013, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia baru saja mengumumkan kenaikan BI Rate sebesar 50 Bps (Basis points) dari 6% menjadi 6.5% (1% = 100 Bps). Bank sentral juga menaikkan bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility tetap pada level 6,75%. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. (sumber Detik).
Secara teori, kenaikan BI Rate akan memicu bank menaikkan Suku Bunga Deposito. Jika Suku Bunga Deposito naik, maka suku bunga kredit juga akan naik. Dari sisi pasar modal, kenaikan BI Rate akan menyebabkan kenaikan pada tingkat imbal hasil (Yield) obligasi. Kenaikan Yield Obligasi akan memicu penurunan harga obligasi.
Dalam kesempatan ini, saya ingin bertanya, apa kira2 tanggapan bapak ibu terhadap informasi ini, khususnya dalam kaitan dengan investasi reksa dana anda? Tanggapannya bisa berupa positif atau negatif berikut alasannya.
- Wah ini berita bagus, memang seharusnya BI Rate sudah naik dari dulu2….
- Waduh, kalau BI Rate maka secara teori harga saham dan obligasi bisa turun lebih dalam…
- Well, rasa-rasanya tidak ada hubungan antara BI Rate dengan kinerja investasi, toh sebelum naik investasi sudah turun bukan? Dan sekarang sudah naik lagi….
- atau alasan2… lainnya
Saya sendiri akan memasukkan pendapat saya pada akhir minggu ini. Ditunggu ya, masukan teman2..
Kalau menurut saya, kenaikan BI Rate ini..
Secara teori, kenaikan BI Rate akan memicu kenaikan suku bunga kredit dan pada akhirnya membebankan masyarakat dalam hal kenaikan pembayaran bunga KPR dan membebankan korporasi dalam hal jika meminjam ke bank atau menerbitkan obligasi bunga yang dibayarkan lebih tinggi. Jadi dari sudut pandang pemerintahan yang sudah tahun depan mau PEMILU, kenaikan BI Rate bukan merupakan kebijakan yang populis.
Meski demikian, mengapa kebijakan ini tetap dilakukan? Dari sudut pandang saya, bahwa kenaikan BI Rate ini memang diperlukan untuk menangkal tingkat inflasi yang semakin tinggi dan mata uang Rupiah yang semakin melemah. Hal ini menunjukkan bahwa pihak pemerintah tidak hanya bekerja berdasarkan popularitas semata, akan tetapi melihat permasalahan yang sebenarnya dan berusaha mengatasinya.
Setelah inflasi mulai stabil dan menunjukkan penurunan (karena memang pada dasarnya kenaikan inflasi ini bersifat sementara karena kenaikan harga BBM) maka otomatis BI Rate dan Inflasi akan kembali turun di masa depan. Apalagi, dengan harapan anggaran untuk pembangunan yang semakin besar karena tidak digunakan untuk subsidi BBM, pemerintahan berikutnya memiliki dana yang lebih besar untuk membangun infrastruktur negara. Dengan infrastruktur yang semakin baik, maka proses akan semakin efisien, harga barang akan turun dan otomatis inflasi juga akan semakin rendah.
Meski demikian, karena harus menunggu inflasi dan bunga turun nanti, pengaruhnya terhadap kinerja investasi baru akan terlihat dalam jangka panjang, bukan sekarang.
Istilahnya bersakit-sakit dahulu, berenang-renang ke tepian.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Tinggalkan Balasan ke ari Batalkan balasan