Setelah mereview tentang obligasi sebelumnya, dalam artikel ini saya ingin melakukan review terhadap saham. Tidak dapat dipungkiri, berita tentang aliran dana asing, terutama yang keluar dari Indonesia mendominasi pemberitaan media beberapa bulan ini. Hal ini tidak terlepas dari IHSG yang sudah turun dengan cukup signifikan dari titik tertingginya dan asing yang terus menerus melakukan net sell.
Penelitian terhadap dana asing sudah pernah saya lakukan sebelumnya di Mitos dan Fakta Seputar Aliran Dana Asing. Dalam kesempatan kali ini saya ingin membahas perihal aliran dana asing dan korelasinya dengan harga saham dari sudut yang agak berbeda. Mudah-mudahan setelah ini, kita memiliki pemahaman yang lebih mendalam terhadap aliran dana asing ini.
Pada pembahasan sebelumnya, bermodalkan grafik ini, saya menyimpulkan bahwa tidak ada teori yang pasti tentang aliran dana asing dan IHSG. Sebab jika kita lihat secara akumulasi, ketika aliran net sell secara akumulasi, IHSG tetap bisa naik di tahun 2005, dan kemudian ketika Asing net buy di tahun 2008, return IHSG tetap negatif 50%.
Namun kenyataannya, ternyata IHSG mengalami pelemahan yang signifikan pada Bulan Juni hingga minggu pertama bulan Juli. Pada saat yang bersamaan, ternyata asing juga terus menerus melakukan aksi penjualan. Jika korelasi aksi jual beli asing dengan IHSG tidak ada teori yang pasti, pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? Untuk mencari jawaban mengenai hal tersebut, saya melakukan penelitian ulang terhadap data yang sama dan mencoba untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Hasilnya saya menemukan bahwa pengaruh dana asing terhadap IHSG itu tidak pada angka absolut tapi pada arahnya. Apakah sedang akumulasi beli atau akumulasi jual, besaran nominal tidak terlalu berpengaruh. Hal tersebut saya peroleh setelah mengamati grafik perbandingan tersebut dari tahun 2005 – Juni 2013 sebagai berikut:
Tahun 2005
Merupakan tahun dimana anomali terjadi. Dimana asing menunjukkan total net sell, namun IHSG menunjukkan kenaikan. Mungkin saja tahun ini masih merupakan tahun dimana dana asing melakukan penyesuaian terhadap pemerintahan yang baru. Meski demikian, jika kita perhatikan sejak pertengahan tahun, dana asing terus menunjukkan akumulasi pembelian dari – 35 ke – 15 triliun, berarti ada pembelian sebesar Rp 20 triliun dalam periode tersebut. Dan meski demikian, pergerakan IHSG tetap fluktuatif, tidak searah dengan akumulasi pembelian asing tersebut. Kesimpulan saya, efek dana asing masih belum terlalu besar pada tahun ini.
Tahun 2006
Secara visual, kenaikan IHSG hampir garis lurus dengan kenaikan akumulasi aliran dana asing. Jadi bisa dibilang amat kuat korelasi antara dana asing dengan pergerakan IHSG. namun jika kita lihat angkanya lebih detail, total akumulasi net buy selama 2006 hanya sekitar 17 triliun dan IHSG sudah naik lebih dari 50%. Padahal dengan akmulasi net buy di tahun 2005 bulan juni yang jumlahnya juga kurang lebih sama, IHSG hanya naik belasan persen. Yang menarik, ketika IHSG terkoreksi dari sekitar 1550 ke 1250 an (sekitar 20%) pada Mei – Agustus, dana asing cenderung flat bahkan terus naik.
Tahun 2007
Tahun 2007 mirip dengan 2006 bahkan saat terjadi koreksi periode Juli – September dimana IHSG turun dari sekitar 2400 ke 1900 (turun 20%), asing tetap net buy. Berarti sampai di tahun 2007, setiap penurunan di respon sebagai kesempatan untuk melakukan pembelian. Tahun 2007 juga merupakan puncak dari pembelian asing selama 6 tahun terakhir dengan akumulasi pembelian mencapai 32 Triliun dalam 1 tahun. Namun efek terhadap IHSG juga sama yaitu naik sekitar 50an% sama seperti tahun sebelumnya. Hal ini kembali menunjukkan angka absolut tidak bisa dijadikan sebagai acuan.
Tahun 2008
Juga merupakan tahun dimana anomali terjadi dan prinsip bahwa dana asing mengendalikan IHSG tidak terjadi. Malahan mereka terlihat sangat2 pintar karena ketika IHSG terpuruk hingga 50%, mereka banyak melakukan pembelian di harga diskon. Bahkan ketika di dasar-dasarnya, akumulasi pembelian naik tinggi dalam beberapa bulan. Saya rasa kejelian inilah yang membedakan investor profesional dengan investor biasa.
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2009 dan 2010 bisa dikatakan merupakan replikasi dari tahun 2006 dan 2007. Yang anomalinya (bahasa sederhananya “Aneh”), dengan net buy 14 T, IHSG bisa naik lebih dari 80% pada tahun 2009 dan net buy 20 T, hanya naik sekitar 40% pada tahun 2010. Sekali lagi, menunjukkan angka absolut tidak bisa dijadikan acuan.
Tahun 2011
Setelah secara akumulasi sudah net buy sekitar 100 triliun dari tahun 2006 – 2010, akhirnya terjadi akumulasi net sell di tahun 2011, meski angkanya cuman – 2,6 Triliun. Namun jika dihitung dari titik tertinggi yang +10 triliun ke – 8 triliun, berarti terjadi penjualan sebesar 18 triliun.
Tahun 2012
Tahun 2012 sama seperti tahun 2011, dimana dana asing yang biasanya net buy, mulai menunjukkan volatilitas. Secara akumulasi memang menunjukkan net buy 9 triliun, namun jika dilihat polanya sudah bukan seperti investor jangka panjang, akan tetapi lebih seperti investor jangka pendek. Beli di harga rendah, mulai jual di harga tinggi. Ketika harga sudah mulai turun, dana asing kembali membeli lagi. Hal ini sama seperti yang dibahas sebelumnya, bahwa dana asing yang masuk pada tahun ini memang rentan spekulasi karena likuiditas global yang kurang baik pada tahun tersebut. Hal ini disebabkan karena pengetatan anggaran yang dilakukan berbagai negera global sehubungan dengan krisis yang menimpa Amerika dan Eropa.
Tahun 2013
Memasuki tahun 2013, bisa dibilang juga terjadi anomali. Dengan akumulasi net buy sebesar 20 triliun bisa diangkat dari level 4400 ke 5200, maka ketika terjadi net sell 30 Triliun (dari +20 menjadi -10), logikanya IHSG harus turun di bawah 4400. Kenyataannya IHSG masih bertengger di level 4400an. Menurut saya hal ini disebabkan karena semakin besarnya peranan investor domestik pada tahun-tahun ini. Sehingga meskipun dana asing keluar, dana domestik siap membeli di harga yang menurut mereka sudah wajar.
Kesimpulan
- Dari tahun 2006 – 2010, asing sangat2 menyadari potensi perekonomian Indonesia dan terus menerus melakukan investasi di pasar saham kita. Bahkan ketika IHSG turun dalam, dana asing juga menunjukkan trend kenaikan
- Namun masa honeymoon ini mulai “agak berakhir” di tahun 2011 – 2013 akibat krisis di Amerika dan Eropa. Pengetatan anggaran dimana2 menyebabkan dana asing yang dahulu masuk dengan deras mulai agak berubah polanya. Ada yang jangka panjang (long only) ada juga yang spekulatif. Di saat yang sama peran investor domestik bertambah kuat, sehingga harga saham tidak lagi dikendalikan seluruhnya dari pergerakan dari pihak asing.
- Dengan masuknya Indonesia dalam kategory investment grade, maka para pemain asing juga bertambah. Sebab kategori investment grade membuka peluang bagi sebagian pemilik dana untuk mulai berinvestasi. Namun sayangnya momen ini juga bertepatan dengan pengetatan likuiditas di seluruh dunia. Selain itu negara-negara di sekitar kita seperti Thailand dan Filipina juga berkembang sehingga pilihan investasi menjadi semakin banyak. Jadi selain bukan lagi satu-satunya negara yang menjadi tujuan investasi di Asia.
Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat bagi anda semua.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Sumber Data dan Foto : Bursa Efek Indonesia, Infovesta, dan Istockphoto, diolah