Dewasa ini, pertanyaan investor dan calon investor semakin berkembang pesat. Ketika investasi masih merupakan hal baru, umumnya pertanyaan investor berkisar pada apa itu investasi dan bagaimana cara melakukan investasinya. Ketika sudah masuk ke dunia investasi, para investor dan calon investor mencoba memaksimalkan keuntungan investasi dengan cara market timing kemudian bertanya Kapan waktu yang tepat untuk melakukan investasi. Ketika menyadari bahwa market timing sangat sulit untuk dilakukan dan jumlah uang yang diinvestasikan juga semakin besar, pertanyaan mulai mengarah bagaimana cara mengalokasikan aset dengan benar? Hal inilah yang akan kita bahas dalam artikel ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dalam buku teori investasi, keberhasilan para Manajer Investasi dalam mengelola suatu reksa dana yang baik lebih ditentukan kemampuan MI dalam menentukan alokasi aset dibandingkan dengan kemampuan MI dalam melakukan market timing. Dan pada prakteknya memang demikian. Hal ini sejalan dengan peraturan BAPEPAM-LK yang mengharuskan suatu reksa dana saham untuk mempertahankan minimum 80% penempatan pada saham.
Hal yang sama juga berlaku pada investor reksa dana. Investor yang terlalu agresif atau terlalu konservatif dalam melakukan alokasi portofolio investasinya bukan merupakan investor yang paling bahagia dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebagai contoh, jika anda adalah investor yang agresif dan menempatkan seluruh portofolio investasi anda pada reksa dana saham, maka anda akan merasakan pengalaman sangat bahagia pada tahun 2009 – 2010 karena pada 2 tahun tersebut, rata-rata reksa dana saham mengalami kenaikan lebih dari 50% per tahun, namun akan cukup kecewa untuk 2011 – (Year to date) 2012 karena tingkat pertumbuhannya rata-rata masih di bawah 10%.
Sebaliknya jika anda adalah investor yang terlalu konservatif dan menempatkan seluruh portofolio investasi pada reksa dana pendapatan tetap yang berbasis obligasi, mungkin akan merasakan pengalaman sangat menyesal di tahun 2009 – 2010 kenapa tidak membeli reksa dana saham yang memberikan keuntungan signfikan. Namun di tahun 2012 dan 2012, performa daripada reksa dana pendapatan tetap sangat stabil dan lebih baik dibandingkan reksa dana saham. Bahkan di tahun 2011, terdapat banyak reksa dana pendapatan tetap yang mampu memberikan kinerja lebih dari 15% per tahun.
Bagaimana Cara Melakukan Aset Alokasi?
Jika memang demikian benar adanya dan anda merasa menjadi investor dengan karakteristik di atas, pertanyaannya bagaimana cara melakukan aset alokasi dengan benar? Selama ini dikenal beberapa cara aset alokasi, mulai dari yang sederhana hingga yang membutuhkan perhitungan rumit, baik yang dipopulerkan oleh para perencana keuangan ataupun bisa dibaca dalam buku tentang manajemen investasi.
Sebagai contoh, ada metode yang menganjurkan bahwa komposisi alokasi dari harta seseorang di saham adalah 100 – usia. Jika anda berusia 28 tahun, maka disarankan alokasi aset anda di saham adalah 72%. Semakin bertambah usia anda, maka semakin turun pula komposisi aset alokasi anda di saham. Dengan logika ini, berarti ketika investor pensiun di usia 55, masih terdapat 45% alokasi dari dana investasi dia di saham. Terlepas dari benar atau tidaknya metode ini, menurut saya komposisi di saham sebesar 45% pada usia pensiun adalah terlalu besar. Sebaliknya, ketika masih muda, komposisi saham sangat besar padahal belum tentu profil risikonya agresif.
Ada pula metode lain dengan menggunakan cara yang ilmiah seperti metode Efficient Frontier. Dengan menggunakan matematika investasi yang mempertimbangkan faktor seperti suku bunga bebas risiko, prediksi return pasar, risk and return hasil investasi, metode Efficient Frontier melakukan suatu kalkulasi dan menghasilkan suatu kombinasi aset yang dirasakan paling efisien dari seluruh kombinasi yang ada. Cara yang ilmiah amat disukai oleh investor korporasi dan investor sophisticated karena memiliki pertanggung jawaban yang kuat dan scientific. Namun di satu sisi, penuh dengan asumsi dan tergantung pada data historis yang digunakan, sehingga hasil perhitungan bisa berbeda antara pengguna satu dengan pengguna yang lain.
Human Capital Asset Allocation
Dalam kesempatan ini, saya ingin memperkenalkan sebuah konsep lagi yaitu Human Capital Asset Allocation. Konsep ini merupakan cara aset alokasi yang subjektif serta mempertimbangkan kondisi keuangan dan proteksi dari investor itu sendiri. Dalam Human Capital Asset Allocation, dikenal 3 kelas aset / instrumen yaitu:
- Human Capital. Secara teori, Human Capital merupakan Present Value dari seluruh penghasilan yang akan diterima oleh investor di masa mendatang. Penghasilan yang dimaksud disini adalah penghasilan dari gaji, bonus, insentif dan hasil usaha.
- Investment Capital, yang mengacu pada instrumen investasi seperti saham, obligasi dan reksa dana.
- Protection Capital, yang merupakan instrumen / kelas aset yang memberikan jaminan perlindungan atau asuransi.
Ketika seseorang masih berada dalam tahapan awal karir (berusia antara 20 – 30 tahun), atau disebut masa Capital accumulation and growth dalam istilah perencanaan keuangan, maka sebaiknya alokasi aset difokuskan pada human capital. Sebab jika penghasilan kita pas-pasan dan bahkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan saja sudah susah, tentu investasi merupakan hal yang amat sulit untuk dilakukan. Investasi pada human capital bisa dilakukan dengan cara seperti mengikuti kursus, seminar, pelatihan, meditasi, olahraga dan kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan diri baik secara fisik maupun mental sehingga kita bisa mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Ketika seseorang sudah memasuki tahapan menengah (umumnya berusia antara 30 – 45), umumnya karir orang tersebut sudah cukup baik. Pada usia demikian dan dengan kerja keras, biasanya sudah mendapatkan posisi supervisor, manajer atau bahkan posisi direksi di perusahaan dengan penghasilan yang lebih dari cukup. Pada masa ini, fokus investasi bisa dipusatkan pada Protection Capital dan Investment Capital.
Protection Capital atau membeli instrumen yang memberikan perlindungan yaitu asuransi sangat penting. Sebab pada fase ini, umumnya karir orang baru menanjak namun belum memiliki aset. Kalaupun ada, biasanya dibiayai dengan utang seperti KPR atau KPM. Dan karena orang ini menjadi penyokong utama keuangan keluarga, maka asuransi menjadi sangat penting. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, setidaknya keluarga yang mendapat musibah masih bisa mandiri secara finansial. Cara lain untuk berinvestasi pada protection capital adalah hidup sehat, rajin berolahraga, berhati-hati dan mengutamakan keselamatan.
Investasi pada investment capital di fase menengah ini dapat dilakukan sekaligus dengan protection capital jika dananya mencukupi. Investment Capital pada fase ini bisa dilakukan pada instrumen investasi yang sifatnya lebih agresif seperti saham atau reksa dana saham, namun bisa juga pada instrumen yang kurang agresif asalkan disesuaikan dengan profil risiko dan karakteristik investor. Yang perlu diingat adalah utamakan proteksi terlebih dahulu. Bagi investor, investasi pada Investment Capital dan protection Capital dapat dilakukan dengan cara membeli Unit Link atau membeli asuransi dan reksa dana secara terpisah. Tinggal mana yang anda rasakan paling nyaman untuk anda.
Setelah fase di atas, dalam istilah perencana keuangan ada lagi fase yang disebut Capital Preservation. Fase ini adalah fase dimana akumulasi aset mulai terbentuk, utang sudah mulai lunas atau hanya tinggal sedikit. Umumnya hal ini bisa tercapai di usia 40 – 55 tahun. Dengan mulai terkumpulnya kekayaan, maka fokus investor bisa lebih dipusatkan pada Investment Capital dengan tujuan agar kekayaan yang dikumpulkan dengan susah payah bisa cukup untuk kebutuhan hingga pensiun nanti.
Fokus pada investment capital bisa dilakukan dengan cara mengalokasikan aset pada instrumen yang lebih konservatif atau campuran antara instrumen agresif dan konservatif untuk meminimalkan risiko fluktuasi pasar dan mengambil kesempatan jika ada kenaikan harga di bursa. Protection capital bisa mulai dikurangi karena kebutuhan keluarga bisa tercukupi dari kekayaan yang dikumpulkan. Anak-anak (jika ada) tentunya sudah mulai bisa mencari penghidupan sendiri.
Konsep Human Capital Asset Allocation menganjurkan agar investor tidak hanya terlalu terpaku pada alokasi investasi, namun juga pada pengembangan diri dan kebutuhan akan proteksi. Sebab tanpa investment capital sekalipun, seseorang masih dapat bertahan hidup jika memiliki karir dan manfaat pensiun atau bisnis yang menunjang.
Bagi anda yang sudah mampu mencapai kesuksesan di usia yang relatif muda, saya ucapkan selamat. Bagi yang seharusnya sudah masuk fase menengah dan capital preservation namun masih berkutat dengan penghasilan yang kurang, saya sarankan agar jangan menyerah dan terus berusaha keras. Di mana ada kemauan di situ ada jalan.
Demikian artikel ini saya sampaikan, semoga bisa memberikan pandangan baru kepada investor dan calon investor dalam melakukan investasi.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
kalau menurut sy.. asset allocation yang ideal adalah yang memilah sebuah portfolio investasi kepada dua “asset class” yang menurut sy sangat penting.. yakni hard assets dan paper assets.. kalau portfolio investasi kita di alokasi ke obligasi, reksadana, saham.. ini paper asset semua… berbahaya kalau dari sisi pandang saya.. lebih baik pilah pilah ke asset keras seperti rumah, tanah, emas, perak.. atau asset keras lainnya.. yang bisa kita sentuh.. kita kontrol.. baru selebih nya boleh paper asset.. sebab menurut sy.. resiko gagal nya paper asset lebih sulit kita kontrol.. seperti fund manager pailit, bank kolaps, obligasi gagal bayar, atau sekuritas tutup warung seperti kasus lehman brothers..
LikeLike
@daniR
Salam DaniR,
Cara berpikir yang menarik pak. Meski saya agak tidak sependapat, karena menurut hal ini tergantung pada pengetahuan kita akan karakteristik dari asset tersebut. Untuk saya yang berkecimpung di bidang investasi, paper asset memiliki risiko yang lebih kecil karena tidak membutuhkan maintenance dan mudah diperjualbelikan. Namun tentu saja, ketika saya berbicara dengan teman2 saya yang berprofesi sebagai pengusaha, Hard Asset adalah yang paling baik karena seperti hal yang anda kemukakan di atas. Bahkan untuk mereka yang membutuhkan modal kerja, hard asset dapat dijadikan sebagai alat sementara untuk mendapatkan pinjaman.
Meski demikian, saya sangat berterima kasih atas sharing anda. Semoga bahagia dan sehat selalu.
LikeLike
Salam hormat pak.. Terima kasih pak rudi, atas reply nya..
Ya betul, persoalan maintenance dan liquidity adalah dua hal penting yang kita harus cermati sebagai investor..
Asset kertas memang lebih mudah di maintain atau di awasi, dan exit strategy nya juga cepat dengan gampang di jual kembali, apalagi di era internet trading sekarang.. likuiditas sebuah paper asset hanya semudah klik tombol untuk jual/beli atau telpon broker..
Saya pribadi hanya sangat concerned dengan “fundamental” yang lebih bisa di yakini.. dalam hal asset keras, kita bisa lebih yakin dengan fundamental asset yang kita miliki.. misalnya.. properti di lokasi strategis atau asset lain yang kualitas prima.. kita bisa lebih mendapat kepastian soal fundamental asset kita sendiri..
dalam hal Asset kertas, market risks dan institutional risks berperan besar.. harga sangat amat volatile.. bisa dengan mudah di permainkan oleh penguasa market dan belum lagi kalau ada masalah diluar market seperti tutup nya sekuritas, gagal bayar sebuah perusahaan, atau bank di beku usaha.. dan kita sebagai investor tidak bisa berbuat apa apa kecuali bersabar..
hal hal seperti ini yang membuat saya selalu menerapkan cara berinvestasi yang memilah asset keras dan asset kertas sejak dulu 1 dekade lalu sy pertama kali menjadi seorang private investor..
oh iya soal, asset yang bisa di jaminkan untuk pinjaman.. sekarang sebetulnya sudah banyak bank asing papan atas di indonesia yang menawarkan investment backed loan.. dimana bank memberikan pinjaman kepada kita dengan jaminan reksadana atau obligasi yang kita beli lewat bank tsb.. tapi ya tidak enaknya.. karena volatilitas harga.. kita harus siap setiap saat dipanggil bank untuk top up pinjaman kita 🙂
LikeLike
Menurut saya, justru ketika seseorang masih berada dalam tahapan awal karir (berusia antara 20 – 30 tahun), seharusnya sudah mulai memikirkan juga alokasi aset pada instrument investasi, walaupun investasi dalam jumlah kecil. Sebagai gambaran misalkan, jika seorang karyawan dengan gaji 2 juta/bulan, walaupun pas-pasan, ketika diambil cuma 100-200ribu/bulan disisihkan untuk investasi, tidak akan terasa, serasa gaji yang diterima tetap 2 juta 🙂
Begitu juga bagi seseorang sudah memasuki tahapan menengah (umumnya berusia antara 30 – 45). Bagi seorang wirausaha, usia ini belum tentu penghasilannya lebih baik dari usia-usia sebelumnya, siapa tahu mengalami kebangkrutan, atau penurunan usaha. Sebagai antisipasi, seharusnya investasi sudah dipersiapkan jauh-hauh hari ketika masih muda / awal karir.
Ini sekedar pandangan saya 🙂
LikeLike
@daniR
Yth Dani,
Sekadar sharing, dari pengalaman keluarga maupun kenalan saya soal hard asset, beberapa pengalaman tidak mengenakkan yang benar-benar pernah dialami antara lain:
– Ada sebuah tanah yang dibeli secara resmi dengan pengurusan surat ke kantor pemerintah. Tanah tersebut masih tanah kosong, beberapa tahun kemudian daerah tersebut berkembang dan harga tanah naik. Saat tanah tersebut ingin dijual, tahu2 sudah ditempati oleh orang lain tanpa izin dan tentu saja mereka mengklaim tanah tersebut milik mereka tanpa surat apapun. Surat tanah tersebut menjadi tidak ada gunanya.
– Melihat perkembangan apartemen yang selalu naik, investasi dilakukan pada properti yang “rencananya” akan dibangun apartement. DP dan cicilan terus dilakukan, namun kenyataannya apartemen tidak pernah jadi. Uang semua terbuang sia-sia.
– Sebuah kios di pusat perbelanjaan di Jakarta, ketika dijual karena semua surat dan pemiliknya ada di daerah, proses penjualan menjadi panjang dan sangat susah terealisasi.
Jika hal di atas diartikan sebagai risiko fundamental, maka menurut saya hard asset juga ada risiko tersebut. Hal di atas tidak membuat saya antipati terhadap hard asset, namun membuka mata saya, bahwa tanpa pengetahuan yang mendalam mengenai karakter suatu aset, mau itu kertas maupun aset fisik, risiko yang dihadapi teramat besar. Tidak hanya dari sisi harga, namun juga “fundamental” (seperti yang anda kemukakan).
Mengenai jaminan, yang saya tahu pasti, obligasi seperti ORI memang bisa dijadikan jaminan back to back loan. Namun terus terang saya belum pernah mendengar bahwa reksa dana juga bisa dijadikan jaminan. Boleh tahu, di bank mana pinjaman dengan jaminan reksa dana bisa dilakukan? Hal ini tentu menjadi terobosan baru dalam industri reksa dana.
Terima kasih atas sharingnya.
LikeLike
Oh kalau berbicara resiko.. memang pasti ada pak.. di semua asset class investasi.. apalagi di indonesia.. persis seperti yg bapak utarakan diatas..
Yang bapak kemukakan di tulisan diatas adalah alasan kuat kenapa saya sejak lama fokuskan property di LN pak.. dulu memang sy masih berkutat di properti indonesia.. tapi seiring waktu berjalan saya berubah haluan.. sejak awal 2000an saya memang telah memfokuskan portfolio saya untuk berinvestasi di asset property di LN.. terutama yang “emerging” atau dengan kata lain murah meriah tapi memiliki prospek yang cukup cerah kedepannya..
karena menurut sy.. indonesia memiliki country risk yang besar kalau berbicara soal kepastian hukum pertanahan.. sudah seperti hal biasa mendengar sengketa tanah yang berlarut larut sampai bertahun tahun.. tanpa kejelasan… sertifikat dobel, sertifikat palsu dll…
oleh karena itu lah sy sejak awal 2000an pelajari properti di australia.. yang mana lebih memiliki kejelasan hukum..dan masih relatif murah sekali kala itu.. banyak di buka daerah baru yang prospek nya cerah.. emerging properti di aussie awal 2000an sangat banyak.. saat itu saya menggunakan jasa property management untuk manage portfolio properti saya selama saya di indonesia.. dan terus berlangsung seperti sekarang..
sebenar nya saya tertarik dengan properti singapura, tapi apa daya.. terlalu mahal dibandingkan australia yang masih murah dan peluang di lebih banyak lokasi..
sejak krisis 2008 yang di picu oleh properti di USA.. sy tertarik untuk masuk properti usa.. karena sampai sekarang pun di tahun 2012 ini.. harga properti usa sudah jatuh sekali.. rumah di california yang dulu nya 1 juta dollar.. sekarang bisa di dapat dengan separuh harga.. bahkan ada yg turun 60% dari harga prime nya dulu.. kesempatan yg baik saat ini sepertinya untukl masuk properti di usa..
Mengenai bank yang menawarkan investment bank loan.. dulu saya ditawarkan oleh RM saya di bank HSBC pak.. yang kebetulan juga pernah di citibank juga dulu nya si RM ini..
Dia tawarkan ke saya loan karena saya ada portfolio reksadana.. tapi saya tidak tertarik ambil… karena repot juga kalau setiap saat bisa terkena panggilan bank untuk top up loan.. dikarenakan pergerakan market saham indonesia yg sangat fluktuatif..
LikeLike
@daniR
Yth Pak Dani dan Pak Hermawan,
Terima kasih atas sharingnya yang berharga, ilmu saya semakin bertambah, semoga demikian juga dengan pembaca yang lain. Semoga birokrasi kita bisa semakin baik sehingga investor kawakan seperti pak Dani tidak harus jauh keluar negeri untuk mencari peluang investasi.
LikeLike