Apakah (Setelah Dikenakan Pajak) Reksa Dana Masih Menarik?

Mewakili segenap jajaran di PT. Infovesta Utama, kami ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011. Semoga tahun ini bisa menjadi tahun yang penuh berkat dan rahmat bagi kita semua.

Artikel pembuka untuk blog ini kembali membahas soal pajak. Jika pada tulisan sebelumnya lebih ditujukan pada apa itu bebas pajak dan bagaimana dampaknya terhadap investor, tulisan ini lebih kepada dampak pengenaan pajak terhadap perkembangan jenis reksa dana berbasis obligasi. Artikel ini ditulis bersama dengan rekan saya Bapak Edbert A. Suryajaya selaku tim riset di http://www.infovesta.com.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009, mulai tahun 2011 hingga 2013, wajib pajak reksa dana akan dikenakan pajak final sebesar 5% dan pajak sebesar 15% pada tahun 2014 yang  berlaku atas kupon dan atau diskonto obligasi. Apa yang harus dipahami oleh investor reksa dana berkaitan dengan peraturan ini? Apakah investasi reksa dana masih tetap menarik?

Menjelang akhir tahun 2010 ini, para investor reksa dana juga diminta untuk melengkapi persyaratan administrasi, salah satunya yaitu menyertakan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Kondisi di atas menimbulkan kekhawatiran bahwa di sebagian kalangan investor bahwa investasi reksa dana nantinya akan dikenakan pajak.

Kekhawatiran tersebut memang beralasan. Investasi reksa dana mengandung risiko naik turunnya harga. Jika nantinya kalau untung dan dikenakan pajak, apakah kalau rugi juga ada jaminan pengurangan pajak?

Pemikiran di atas tidak salah, namun ada yang perlu diluruskan. Meski dikenakan dikenakan pajak, investasi reksa dana sendiri masih bukan Objek Pajak. Pemberlakukan peraturan di atas ditujukan terhadap “investasi” reksa dana  dan bukan “investor” reksa dana.

Bebas Pajak dan Bukan Objek Pajak

Salah satu kelebihan reksa dana yang sering ditonjolkan adalah fasilitas bebas pajak. Selama ini ada sebagian investor yang salah mengartikan definisi tersebut. Selama ini investasi di deposito dikenakan pajak sebesar 20% atas bunga yang diterima. Investasi di sahampun dikenakan pajak final yang dihitung dari nilai transaksi jual yang sudah diperhitungkan dalam biaya penjualan yang dibayar investor.

Sebaliknya jika berinvestasi di reksa dana, investor tidak dikenakan pajak ketika melakukan penjualan. Biaya pembelian dan penjualan (jika ada) juga murni merupakan biaya dan tidak ada komponen pajak seperti halnya investasi saham. Investor reksa dana tidak dikenakan pajak karena pada dasarnya pendapatan dari reksa dana Bukan Objek Pajak.

Yang dimaksud dengan Objek Pajak adalah penghasilan,  yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau  diperoleh  Wajib  Pajak,  baik  yang  berasal  dari Indonesia maupun  dari  luar  Indonesia,  yang  dapat dipakai  untuk  konsumsi  atau  untuk  menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Dan penghasilan dari reksa dana tidak termasuk dalam kategori Objek Pajak. Jadi meskipun dimintain NPWP, investor reksa dana tidak perlu khawatir akan dikenakan pajak atas reksa dana yang dimilikinya.

Sementara yang dimaksud dengan Bebas Pajak artinya atas suatu Objek yang seharusnya dikenakan pajak, dibebaskan pajaknya. Dalam kasus reksa dana, pada awalnya bebas pajak berlaku atas diskonto dan pendapatan kupon obligasi untuk 5 tahun pertama sejak pendiriannya. Yang dimaksud dengan diskonto adalah keuntungan dari selisih nilai jual dan beli atau nilai obligasi yang ditransaksikan di bawah nilai nominal (at discount).

Sebagai contoh, investor membeli obligasi senilai Rp 100 juta yang memberikan kupon 10% per tahun. Jika investor membeli langsung obligasi tersebut, maka pendapatan bunga yang diterima adalah 10% x Rp 100 juta x ( 100% – 15%) = Rp 8,5 juta (pajak atas kupon dan diskonto adalah 15%). Sementara jika obligasi tersebut dibeli oleh reksa dana, maka pendapatan kupon diterima utuh sebesar Rp 10 juta karena “dibebaskan” pajaknya untuk 5 tahun pertama pendirian reksa dana.

Nah, Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2009, lebih ditujukan atas Fasilitas Bebas Pajak yang diperoleh 5 tahun pertama pendiriannya. Secara perlahan, fasilitas ini akan dihapus dengan proses sebagai berikut: Tahun 2011 – 2013 dikenakan pajak sebesar 5% dan pada tahun 2014 dikenakan pajak sebesar 15%. Dengan melanjutkan contoh di atas, berarti ada tahun 2011 – 2013, pendapatan kupon yang diterima reksa dana akan menjadi Rp 9.5 juta dan menjadi Rp 8.5 juta pada tahun 2014.

Implikasi Terhadap Reksa Dana

Seperti halnya biaya manajemen dan kustodian, pajak tersebut dibayarkan oleh “reksa dana” dan bukan investor. Artinya investor tidak diharuskan merogoh kantongnya untuk membayar biaya tersebut. Akan tetapi biaya tersebut sudah dipotong dalam reksa dana dan tercermin dalam NAB/Up yang dipublikasikan setiap harinya.

Reksa dana yang merasakan secara langsung atas dampak aturan di atas adalah reksa dana yang berbasis obligasi yaitu reksa dana terproteksi, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran dan reksa dana indeks / ETF berbasis obligasi. Dampak yang dirasakan adalah menurunnya tingkat imbal hasil yang akan diperoleh karena sebagian dipotong pajak.

Implikasi yang lain adalah dengan berlakunya peraturan tersebut, apalagi pada tahun 2014, maka diperkirakan sudah tidak ada lagi reksa dana yang berganti nama. Selama ini, reksa dana (umumnya reksa dana pendapatan tetap) selalu berganti nama setiap 5 tahun. Tujuan dari penggantian nama ini adalah karena Manajer Investasi berusaha mendapatkan fasilitas bebas pajak sehingga dapat memberikan hasil yang lebih tinggi bagi investor. Kalaupun ada, maka lebih dikarenakan reksa dana yang baru tersebut mengambil strategi investasi yang berbeda dengan yang telah ada sebagai pilihan strategi diversifikasi bagi investor.

Apakah Reksa Dana Masih Tetap Menarik?

Dalam pandangan kami, meski dikenakan pajak, reksa dana masih tetap menarik. Untuk jenis reksa dana berbasis obligasi yang dikelola secara pasif (reksa dana terproteksi) alasannya :

1.       Pengenaan pajak dilakukan secara bertahap, jadi hingga 2013, imbal hasil yang diterima investor tetap lebih tinggi dibandingkan investasi langsung

2.       Umumnya akses investor terhadap instrumen obligasi masih sangat terbatas. Imbal hasil dari obligasi setelah pajak, jika jeli, masih ada yang lebih besar dibandingkan dengan deposito.

Untuk jenis reksa dana berbasis obligasi yang dikelola secara aktif dan reksa dana yang mencatatkan obligasi pada harga pasar  (reksa dana pendapatan tetap, campuran dan ETF), alasannya :

1.       Keuntungan semata dari reksa dana tersebut tidak pada fasilitas bebas pajak akan tetapi juga pada keahlian manajer investasi mengelola portofolio. Dengan dukungan keahlian yang bagus dan ditopang oleh kondisi yang bagus pula, bukan tidak mungkin tingkat imbal hasil di atas hasil deposito.

2.       Pemilihan reksa dana tidak selalu dibagikan pada imbal hasil (return). Untuk investor yang profil risikonya lebih konservatif ataupun untuk tujuan diversifikasi, jenis reksa dana ini selalu bisa menjadi pilihan investasi.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat bagi anda. Terima kasih.

Penyebutan produk investasi di atas (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis.

“Melakukan copy & paste artikel berita ini dan atau mendistribusikan ulang melalui situs atau blog Anda tanpa izin tertulis adalah melanggar Hak Cipta / Copyright ©”

Advertisement

13 thoughts on “Apakah (Setelah Dikenakan Pajak) Reksa Dana Masih Menarik?

  1. Dear Pak Rudy,

    Saya dengar bahwa pembelian & penjualan reksadana akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% ya? Apakah dampaknya pada kinerja reksadana saham akan amat terasa bagi kalangan investor?

    Terima kasih.

    Like

    1. Yth Pak Hermawan,

      Jika anda membaca kontan harian hari ini (5 Januari 2011), saya memberikan sedikit pandangan mengenai pertanyaan tersebut.

      Pada dasarnya PPN tersebut dikenakan atas “BIAYA TRANSAKSI REKSA DANA” dan bukan “TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN REKSA DANA”. Misalnya ketika anda membeli reksa dana senilai Rp 100 juta dan membayar biaya Rp 1 juta untuk biaya pembelian. Maka yang dikenakan PPN adalah Biaya Rp 1 juta dan bukan nilai pembelian yang Rp 100 juta.

      Pendapat saya berkaitan dengan ketentuan tersebut:
      1. Ada kemungkinan hal ini akan menimbulkan kerancuan karena tidak mengatur biaya reksa dana yang dijual melalui Manajer Investasi (bukan Bank)
      2. Meski dikenakan PPN, ada kemungkinan bank Akan berkorban dengan menanggung biaya tersebut dalam fee yang diterima. Jadi jika biasanya fee diterima 100%, maka kali ini 10%nya dikorbankan untuk bayar PPN. Dengan demikian, investor tidak membayar ekstra.

      Berdasarkan kedua hal tersebut, maka poin sosialisasi sangat penting. Bank harus bisa memberikan sosialisasi dengan benar kepada investor, jangan sampai investor salah paham dan mengira pajak dikenakan atas nominal transaksi dan bukannya biaya transaksi.

      Namun terkait peraturan tersebut, saya pribadi juga memiliki pertanyaan dan harapan :
      1. Apakah peraturan itu “menwajibkan” biaya untuk transaksi reksa dana? Karena masih banyak investor yang menerima fasilitas bebas biaya jika investasi mencapai nilai tertentu. Semoga saja, ketentuan itu hanya mengatur jika terjadi biaya transaksi pada reksa dana dan bukannya mewajibkan biaya dalam transaksi reksa dana.

      2. Jika ada bank yang tidak mau berkorban dan membebankan biaya tersebut kepada investor, maka bagaimana dengan kata “biaya Maksimal” dalam prospektus. Misalnya disebutkan maksimal 1%, karena biaya tersebut dikenakan PPN, maka biaya yang dibayarkan menjadi 1,1%. Semoga saja biaya tersebut mau ditanggung oleh bank sehingga tidak ada biaya ekstra yang dibayar oleh investor, bagi investor yang sudah terbiasa membayar biaya transaksi reksa dana, tidak perlu ada tambahan pembayaran lagi.

      Semoga bisa menjawab pertanyaan anda.

      Like

  2. Yth Pak Rudi,

    tulisan bapa sangat membantu saya mengenal reksa dana untuk pembuatan tugas akhir saya mengenai reksa dana,, bolehkah saya mengcopas beberapa bagian untuk informasi yang saya dapat,, tentunya nama bapa akan saya cantumkan didalamnya..
    terimakasih sebelumnya..

    Like

  3. Pak Rudi, kebetulan bank tempat saya mengenakan pajak 10% utk BIAYA pembelian dan penjualan dan ini dikenakan ke nasabah langsung. Apakah ini memang ada dasar hukumnya ? Kebetulan memang BIAYA pembelian mendapat diskon 50% jika dilakukan pembelian secara on-line, jadi tidak melebihi biaya yang tercantum di prospektus? Sedangkan jika produk reksadana tsb bebas biaya pembelian/penjualan mk tidak ada pajak yang dikenakan dong. Pengalaman saya beli di MI langsung, tdk dikenakan pajak seh. Thanks.

    Like

  4. Pak Rudi mhn izin mengutip beberapa tulisan bapak untuk bahan pembelajaran dan diskusi internal di kantor terkait reksadana.

    terima kasih

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s