Apa kabar para pembaca yang terhormat? Tidak terasa sudah tinggal menghitung hari kita sudah memasuki tahun 2013. Dalam kesempatan saya ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru 2013. Semoga tahun 2013 bisa menjadi tahun yang penuh berkat dan rahmat bagi kita semua. Semoga semua kenangan, pengalaman dan hal yang kita rasakan selama tahun 2012 bisa menjadi bekal untuk menjadi pribadi yang lebih baik pada tahun yang akan datang. Dan semoga Tuhan memberkati kita semua.
Dalam sharing kali ini, saya akan berbagi tentang Return dan Risiko Investasi. Belakangan saya melihat semakin banyak orang-orang yang mulai memberanikan diri menjadi investor baik itu investor reksa dana, saham, forex ataupun obligasi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada 3 hal, Pertama karena meningkatnya taraf hidup. Dengan meningkatnya penghasilan, orang mulai berpikiran untuk menginvestasikan kelebihan dari penghasilannya. Kedua, meningkatnya biaya hidup. Dengan biaya hidup yang semakin mencekik leher sekarang ini (mengutip Ahok: Orang dengan Penghasilan Rp 20 juta tidak sanggup membeli Rumah di Jakarta), mau tidak mau dana yang ada harus berkembang lebih cepat sehingga mampu memenuhi kebutuhan nantinya. Ketiga, tingkat bunga deposito yang semakin menurun. Karena semakin tidak menarik, maka orang berusaha mencari alternatif instrumen yang lain agar mampu mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
Ketika ingin memulai menjadi investor, maka biasanya investor harus mempelajari potensi keuntungan yang dihasilkan baru kemudian potensi risiko yang mungkin akan dihadapi. Bahasa kerennya Return and Risk. Pembahasan kali ini saya akan berfokus pada Return terlebih dahulu. Dalam pasar modal, jika anda pelajari dari dasar, ada banyak sekali istilah yang menggambarkan apa atau berapa itu Return. Ada istilah Yield, Dividend Yield, Coupon Yield, Current Yield, Earning Yield, Return, Total Return, Annualized Return, Compounded Return, Return yang dihitung dengan metode Aritmatik, dan Return yang dihitung dengan metode Geometrik dan lain sebagainya. Memahami istilah2 tersebut akan memudahkan bagi kita ketika mau memutuskan menjadi investor.
Apa Itu Yield?
Yield… Istilah ini biasanya sering digunakan dalam pertanian, yang berarti Hasil. Lama kelamaan, istilah ini juga digunakan dalam istilah investasi yang bertujuan untuk menggambarkan “Hasil” yang didapatkan ketika seseorang melakukan investasi. “Hasil” dari bercocok tanam biasanya merupakan output yang terpisah dari induknya. Seperti menanam pohon apel, maka Yieldnya berupa buah apel. Maka Yield dalam investasi juga mengasumsikan hasil yang terpisah dari pokoknya. Jadi Yield dalam investasi biasanya digunakan untuk menggambarkan kelebihan dana yang diperoleh tanpa mengurangi nilai pokoknya. Istilah Yield paling sering digunakan pada instrumen investasi yang menghasilkan kelebihan uang bagi pemegangnya. Dalam investasi, “Yield” biasanya dilambangkan dalam persentase (pembagian antara hasil dengan pokok). Beberapa jenis Yield yang dikenal antara lain:
1. Coupon Yield. Kupon yang dibayarkan oleh suatu obligasi dibagi nilai pokok obligasinya. Misalnya suatu obligasi bernominal Rp 100 juta membagikan kupon senilai Rp 10 juta per tahun, maka Coupon Yieldnya adalah 10%
2. Current Yield. Kupon yang dibayarkan oleh suatu obligasi dibagi dengan harga pasar sahamnya. Misalkan suatu obligasi dengan nominal Rp 100 juta dibeli oleh investor senilai Rp 105 juta. Kupon obligasi tersebut adalah 10 juta. Maka Current Yield adalah Rp 10 juta / Rp 105 juta = 9.52%
3. Dividend Yield. Dividen yang dibayarkan oleh suatu saham dibagi harga saham. Misalkan harga suatu saham Rp 1000 dan membagikan dividen sebesar Rp 50 per lembar, maka dividend yield adalah 5%
Dari istilah Yield yang bersifat dasar kemudian berkembang lagi versi yang lebih complicated antara lain:
1. Yield to Maturity (YTM). Pada dasarnya YTM adalah istilah keuntungan obligasi dalam bentuk kupon ditambah dengan keuntungan / kerugian dari selisih harga. Sebagai contoh: suatu obligasi yang jatuh temponya 5 tahun, kupon 10%, nominal Rp 100 juta dibeli seorang investor dengan harga Rp 105 juta. Artinya investor tersebut menerima keuntungan Rp 10 juta selama 3 tahun dan mengalami kerugian senilai Rp 5 juta karena pada akhir jatuh tempo hanya dibayar sesuai pokok yaitu Rp 100 juta. Kombinasi dari keuntungan kupon dan kerugian pokok, serta kupon yang diperoleh diasumsikan di reinvestasikan kembali (Rp 10 juta yang diterima di tahun pertama dan kedua) didapatkanlah rata-rata keuntungan 8.09%. Angka ini dalam istilah pasar modal disebut Yield to Maturity atau sering disingkat Yield.
2. Earning Yield. Merupakan pengembangan dari ahli pasar modal yang kesulitan membandingkan antara valuasi saham dan valuasi obligasi. Earning Yield dihitung dengan membagi 1 dengan Price Earning Ratio PER. Misalnya PER = 10x, maka Earning Yield = 1 / 10 = 10%. Artinya jika investor membeli saham yang PER = 10 x, itu ibarat dia membeli Obligasi yang YTMnya 10%. Jadi ketika dibandingkan misalnya YTM Obligasi 8% dan Earning Yield saham 10%, maka dikatakan Obligasi Lebih Mahal dibandingkan Saham karena Yield yang dihasilkan lebih kecil. Logikanya dalam kondisi ini lebih baik membeli saham dibandingkan membeli obligasi. Begitu pula sebaliknya. (saya akan membuat artikel tersendiri mengenai hal ini)
Pada dasarnya YTM merupakan istilah yang paling sering dipergunakan baik itu untuk mencerminkan hasil investasi di obligasi ataupun digunakan dalam berbagai pemberitaan ekonomi seperti Yield 10 tahun dari obligasi suatu negara yang mencerminkan mahal murahnya biaya yang dikeluarkan negara yang menerbitkan obligasi tersebut. Semakin tinggi Yield, berarti bunga yang dibayarkan semakin tinggi yang menandakan pula suatu negara Kurang dipercaya, dan sebaliknya. Untuk informasi lebih lanjut juga bisa dibaca dari artikel2 terdahulu.
Untuk investasi saham dan reksa dana, orang lebih familiar dengan istilah Return daripada Yield. Pembahasan tentang return akan saya bahas dalam artikel bagian 2. Sampai Jumpa lagi di tahun 2013. Wish You a Happy and Prosperous New Year
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
selamat malam pak rudy, apakabar pak? bagaimana menurut pengamatan bapak pada tahun 2013 ini apakah industri reksadana yang bagus? apakah reksadana saham?campuran?pendapatan tetap?atau padar uang dan reksadana syariah mohon riset nya pak
LikeLike
Yth. Bapak Rudiyanto
Salam dan Selamat Tahun Baru 2013 Pak..
Berkenaan dengan karya tulis (Student Paper) yang akan saya buat berjudul “Analisis Perbandingan Kinerja Reksadana Pendapatan Tetap, Saham, dan Campuran dengan benchmark IRDPT, IRDSH, dan IRDCP berdasarkan metode Sharpe, Treynor, dan Jensen”, saya mohon bantuannya Pak tentang cara mengunduh “data perubahan NAB Reksadana per bulan”!. Kalau Indeks yang di Infovesta saya barusan coba berhasil, ternyata diklik di grafiknya itu ya Pak.
Terima Kasih atas perhatiannya Pak
Salam
LikeLike
@Udin
Salam Udin,
Ditunggu saja, kalau misalnya riset saya ada yang menarik tentang kondisi 2013, nanti akan saya tampilkan. Terima kasih.
LikeLike
@Musdamang
Salam Musdamang, dicoba dicari di website BAPEPAM-LK, http://www.infovesta.com atau ke website masing2 Manajer Investasi saja. Sebagai informasi, jika di coba di page ini, http://www.panin-am.co.id/goodDay.aspx kamu bisa memunculkan data NAB/up reksa dana.
Selamat mencoba, terima kasih.
LikeLike
terimakasih pak Rudy, saya akan tunggu riset yang menarik dari bapak
LikeLike
@Rudiyanto
Terima kasih banyak Pak.. Very Helpful
LikeLike
Selamat Pagi Pak, saya ivan, saya orang awam, mau bertanya, high risk itu tidak terjadi dalam kondisi apa?? dan dalam case seperti apa ya?? dan apa berlaku di semua, sperti saham,reksadana, atau hanya tertentu??
mohon pencerahannya.
Terima Kasih
LikeLike
@Ivan
Selamat malam Pak Ivan,
High Risk dalam bahasa Indonesia adalah risiko tinggi. Kalau dalam bahasa investor awam artinya investor bisa mengalami penurunan nilai investasi yang signifikan meskipun tidak ada ketentuan itu sama dengan berapa %.
Penyebabnya bisa macam2, mulai dari perusahaan yang mengalami krisis, kesulitan membayar hutang, kebangkrutan, hingga dari kondisi ekonomi negara yang kurang baik. Hal ini bisa terjadi pada semua jenis investasi.
Semoga bermanfaat.
LikeLike