Memilih Strategi Investasi : Konvensional atau Market Timing ?

businessman looking to graph

Secara umum, strategi investasi reksa dana yang bisa digunakan investor pada umumnya ada 3 yaitu Strategi Investasi Sekaligus (Lump Sum), Strategi Investasi Berkala (Cost Averaging) dan Strategi Aset Alokasi (Asset Allocation). Namun untuk anda yang sering mengikuti blog ini, tentu sudah banyak membaca juga berbagai studi historis tentang strategi market timing yang pernah saya lakukan.

Yang dimaksud dengan market timing adalah metode untuk menentukan kapan untuk membeli dan menjual yang paling tepat sehingga bisa didapatkan profit yang maksimal. Berbagai metode market timing mulai dari Window Dressing, Sell In May and Go Away, Chasing Return, hingga yang menggunakan analisa teknikal modern seperti MACD dan RSI pernah saya tulis. Beberapa dari cara tersebut, secara historis ada yang mampu mengalahkan metode buy and hold di IHSG, ada pula yang tidak.

Bagi investor atau pembaca yang awam, terkadang yang namanya metode market timing kelihatannya lebih menarik. Tidak bisa disalahkan memang, sebab kinerja pasar dalam 3 tahun terakhir ini memang kurang memuaskan. Jika membeli pada harga yang tinggi, bisa jadi sudah 3 tahun masih ada investor yang belum balik modal. Strategi market timing menjadi pilihan yang menarik karena dengan mengelola secara aktif, seolah-olah investor tidak pasrah bongkok-an menerima situasi pasar yang tidak bersahabat ini. Setidaknya mereka mencoba melakukan sesuatu daripada hanya buy and hold jangka panjang.

Yang menjadi pertanyaan apakah investor menggunakan strategi investasi yang konvensional atau menggunakan metode market timing? Menurut saya, penggunaan strategi investasi tergantung pada 2 hal.

Keinginan Untuk Mengelola Portofolio Secara Aktif

Pertama adalah apakah investor memiliki keinginan untuk mengelola portofolio secara agresif. Kadang kala, memang ada investor yang suka mengelola portofolio secara aktif. Sebab keberhasilan membeli di harga rendah dan menjual di harga tinggi tidak hanya memberikan keuntungan secara finansial tapi juga kepuasan batin. Meski belum tentu hasil investasinya lebih baik dibandingkan investasi buy and hold jangka panjang, kepuasan batin karena berhasil menebak dengan tepat itu sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Namun ada juga investor yang “benar” dalam artian investasi reksa dana itu menitipkan ke orang yang ahli yaitu Manajer Investasi. Jadi investor cukup secara pasif melihat perkembangan investasinya dan mempercayakan kepada Manajer Investasi untuk melakukan pekerjaannya. Dia bisa berfokus pada apa yang dia lakukan entah itu pekerjaan atau kesenangannya. Bagi investor dengan tipe seperti ini, menurut saya adalah cukup menggunakan strategi investasi yang konvensional saja. Toh, keberhasilan itu terkadang lebih banyak ditentukan kedisiplinan dalam mengeksekusi strategi dan bisa bersabar dalam jangka waktu yang sesuai.

Di satu sisi, pasti tetap ada investor yang memang pada dasarnya ingin mengelola investasinya secara aktif, mau membaca berita pasar yang silih berganti setiap hari, mau melihat data-data ekonomi yang ruwet, dan mau bereksperimen mencoba berbagai strategi investasi yang dirasakan mampu memaksimalkan tingkat return. Untuk tipe ini dipersilakan menggunakan strategi investasi market timing, tapi ada 2 catatan kecil. Pertama, sebetulnya jika memang ingin melakukan market timing secara aktif, langsung saja berinvestasi pada saham. Sebab hasilnya akan lebih maksimal. Kemudian, Kedua dan juga  yang paling penting, apakah tahapan keuangannya sudah mendukung untuk melakukan hal tersebut ?

Tahapan Keuangan

Tahapan keuangan inilah yang menjadi faktor kedua yang harus diperhatikan. Dari pemantauan saya ketika belajar perencanaan keuangan, secara umum tahapan keuangan bisa dibagi menjadi 3 tahapan besar. Wealth Accumulation, Wealth Preservation dan Wealth Distribution. Penjelasan ketiga tahapan keuangan berikut pilihan strategi investasinya adalah sebagai berikut

Wealth Accumulation

  • Tahap awal karir / usaha
  • Sudah memiliki pendapatan dan aset tapi relatif belum terlalu besar
  • Strategi investasi : Konvensional – Berkala atau Sekaligus

Wealth Preservation

  • Memilikikarir / usaha yang sudah mapan
  • Memiliki pendapatan yang relatif besar dan sudah terkumpul jumlah aset yang cukup
  • Jenis strategi investasi yang sesuai : Konvensional – Berkala, Sekaligus atau Aset Alokasi dan Market Timing

Wealth Distribution

  • Sudah di penghujung usia produktif
  • Telah mengumpulkan sejumlah aset selama usia produktifnya
  • Jenis strategi investasi yang sesuai : Konvensional – Asset Alokasi

Berdasarkan tahapan keuangan, menurut saya jika ingin melakukan investasi dengan strategi market timing, maka kecuali anda cuma mau coba-coba, sebaiknya baru dilakukan ketika anda sudah dalam tahapan Wealth Preservation. Mengapa demikian? Bukankah jika di tahapan wealth accumulation dimana jumlah aset lebih kecil, maka akan lebih baik untuk melakukannya karena berpotensi mendapatkan tingkat return yang lebih tinggi?

Bagi orang-orang yang masih di tahapan Wealth Accumulation, daripada berfokus agar bagaimana asetnya bisa berkembang dengan maksimal, adalah lebih baik menurut saya berfokus pada bagaimana meningkatkan penghasilannya. Bagi yang sedang bekerja, terus menerus mengembangkan diri dengan harapan dipromosikan lebih cepat dengan pendapatan yang lebih baik. Bagi yang baru buka usaha, cari cara bagaimana agar omsetnya bisa naik > 100% tiap tahun.

Kecuali anda berminat berkarir di pasar modal atau membuka perusahaan Manajer Investasi dan menjadi pengelola dana, adalah menurut saya strategi yang paling baik bagi anda yang di Wealth Accumulation adalah beli secara berkala setiap bulan dengan menyisihkan sebagian dari penghasilan anda. Kalau misalkan lagi dapat bonus, THR atau lagi untung besar karena dapat pesanan banyak, maka jumlah yang besar tersebut bisa diinvestasi secara sekaligus atau lump sum. Tidak perlu secara spesifik mencari waktu yang tepat karena dana tersebut baru akan kita gunakan beberapa tahun ke depan lagi.

Dengan melakukan hal tersebut secara disiplin dan berinvestasi jangka panjang serta didukung kondisi pasar modal yang kondusif, saya yakin hasil investasi anda tidak akan kalah dibandingkan mereka-mereka yang mengelola secara agresif juga.

Apakah Ini Berarti Strategi Market Timing hanya untuk mereka yang sudah “Mapan” saja ?

Sebenarnya tidak juga, kalau tetap mau coba juga enggak apa-apa kok. Kan itu uang anda, jadi terserah mau diapakah oleh anda. Hanya saja kalau anda tanya saya, saran saya akan seperti di atas.

Apa Yang Membedakan Wealth Accumulation dan Wealth Preservation ?

Definisi “mapan” itu memang belum terlalu jelas di Indonesia. Apakah berdasarkan gaji, jabatan, omset, atau laba bersih?? Di tulisan tentang Strategi Investasi Aset Alokasi, sempat saya singgung. Kalau berdasarkan definisi saya, perbedaan antara kedua tahapan tersebut bisa dilihat dari nilai pendapatan atau asetnya. Jika pendapatan Take Home Pay anda dalam 1 tahun > Rp 500 juta, dimana untuk Indonesia sudah kena tarif pajak paling tinggi yaitu 30% anda sudah bisa dikategorikan “mapan” atau masuk dalam kategori Wealth Distribution. Ingat, kalau kena pajak 30% berarti pendapatannya harus di atas Rp 500 juta dalam 1 tahun. Hal ini berlaku untuk karyawan ataupun pengusaha dan saya yakin anda semua pembayar pajak yang baik.

Selain menggunakan pendapatan, indikator apakah masuk dalam tahapan Wealth Accumulation atau Wealth Preservation juga bisa dilihat dari sisi nilai asetnya. Dalam artikel terdahulu, aset yang saya jadikan referensi adalah Investable Asset. Artinya nilai aset yang bisa diinvestasikan dan ini tidak dihitung properti tempat tinggi. Apa saja investable asset ini? Bisa banyak, mulai dari tabungan, deposito, valas, emas, properti, reksa dana, saham, obligasi, tanah, kost-kostan, dan bisnis. Jika nilai aset ini sudah mencapai > dari Rp 5 M setelah dikurangi hutang, maka menurut saya sudah bisa dikategorikan sebagai Wealth Preservation.

Jadi jika sudah punya pendapatan bersih atau Take Home Pay > Rp 500 juta per tahun atau Investable Asset > Rp 5 M, maka sudah bisa dikategorikan sebagai investor dengan tahapan keuangan Wealth Preservation.

Jika dirangkum, berdasarkan keinginan untuk mengelola investasi secara aktif dan tahapan keuangan dan Tahapan Keuangan, maka pilihan strateginya adalah sebagai berikut

Kelola Secara Agresif Kelola Secara Pasif
Wealth Accumulation Konvensional – Berkala atau Sekaligus Konvensional – Berkala atau Sekaligus
Wealth Preservation Konvensional – Berkala, Sekaligus atau Aset Alokasi
Market Timing
Konvensional – Berkala, Sekaligus atau Aset Alokasi
Wealth Distribution Konvensional – Aset Alokasi
Market Timing – Porsi dana di luar kebutuhan hidup
Konvensional – Aset Alokasi

Demikian sharing kali ini, semoga bermanfaat.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog

Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh

Sumber Gambar : Istockphoto

Advertisement

4 thoughts on “Memilih Strategi Investasi : Konvensional atau Market Timing ?

  1. Salam, Pak Rudi,

    Pak Rudi, mohon pendapat pak Rudi. Di atas disampaikan: “sebetulnya jika memang ingin melakukan market timing secara aktif, langsung saja berinvestasi pada saham. ..”

    Pertanyaan saya, apa pendapat pak Rudi jika seseorang misalnya ingin berinvestasi, dan dia mengalokasikan 80% dananya di reksadana saham, sedangkan 20% diinvestasikan langsung pada saham2 kapitalisasi besar (‘blue chip’) dengan market timing jangka pendek. Apakah hal ini masuk akal/rasional? Karena misalnya jika harga saham2 yang dimilikinya telah naik sesuai harapan lalu dia menjual seluruhnya, maka untuk kembali masuk berinvestasi ke saham, dia akan mengharapkan saham2 ‘blue chip’ harganya turun. Apakah ini bisa dibilang tidak ideal karena porsi dananya sebagian besar di reksadana saham, maka seharusnya dia tidak mengharapkan ada saham2 ‘blue chip’ yang harganya turun?

    Apakah dengan praktek/strategi seperti ini bisa dibilang terjadi kontradiksi semangat/harapan? Terima kasih sebelumnya, Pak.

    Like

  2. @Budi
    Selamat malam Pak Budi,

    Kalau menurut saya, akal atau rasionalitas setiap orang itu berbeda-beda pak. Jadi apa yang masuk akal menurut saya belum tentu masuk akal menurut anda dan juga sebaliknya. Kalau menurut saya di coba saja, kalau prosesnya menyenangkanya untuk pelakunya dan hasilnya juga bagus maka peduli amat orang lain mau ngomong itu kontradiksi atau tidak.

    Kemudian horison atau waktu antara investasi saham dengan aktif dan reksa dana saham tentu berbeda. Untuk investasi saham aktif, horisonnya bukan waktu tapi target return dan batas cut loss. Kalau dalam 2 jam targetnya sudah tercapai ya segera dieksekusi, omongan bahwa investasi jangka panjang untuk investor saham yang melakukan trading aktif hanya kalimat penghibur buat mereka yang sudah nyangkut dan tidak mau melepas sahamnya.

    Kalau reksa dana saham yang di atas 5 tahun, mau naik turun besok atau bulan depan tidak jadi soal. Toh tariknya masih lama.

    Demikian semoga bermanfaat

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s