Tax Amnesty : Deklarasi, Repatriasi dan Reksa Dana

Tax Amnesty dan Reksa Dana

Pembahasan RUU Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan Tax Amnesty telah berjalan lebih dari 1 tahun. Memang, RUU ini sarat dengan kepentingan mulai dari pemerintah yang ingin menutup defisit anggaran untuk pembangunan infrastruktur, para koruptor yang ingin mencuci bersih uang haramnya, partai politik yang sedang “bargaining” kepentingannya dengan pemerintah hingga kepentingan dari negara tetangga yang perekonomiannya bakal terganggu jika dana WNI balik ke Indonesia.

Tax Amnesty ini bisa jadi, bisa juga tidak. Bisa juga karena sudah terlalu banyak kepentingan, tetap jadi namun dengan persyaratan yang terlalu berat sehingga kemungkinan berhasilnya rendah. Mudah-mudahan antara pemerintahan dan DPR bisa tercapai kesepakatan yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara dalam jangka panjang.

Nah, terlepas dari akan jadi atau tidaknya RUU Tax Amnesty, sebenarnya kalau kita mengikuti pemberitaan secara lebih mendetail sebenarnya RUU tersebut bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu Deklarasi Pajak dan Repatriasi Pajak. Menurut saya, masih terdapat sebagian masyarakat yang belum begitu jelas mengenai perbedaan kedua istilah tersebut dan cenderung mencampuradukkan jadi satu. Kemudian tentu saja, sebagai investor reksa dana, bagaimana seharusnya respon yang tepat?

Deklarasi dan Repatriasi Pajak

Untuk menjelaskan perbedaan antara kedua istilah di atas, saya akan menggunakan contoh yang sangat sederhana sebagai berikut :

Pada April 2016 yang lalu, katakanlah si A yang berstatus sebagai pemilik usaha melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak untuk periode 2015 dengan perincian sebagai berikut :

  • Total pendapatan tahunan Rp 600 juta
  • Harta senilai Rp 2,1 M yang terdiri dari :
    • 1 Unit Ruko di Jakarta dengan harga pembelian Rp 2 M
    • Investasi reksa dana campuran senilai Rp 100 juta

Namun sebenarnya kondisi di atas tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Kondisi yang lebih riil adalah :

  • Total pendapatan tahunan Rp 2 M
  • Harta senilai Rp 3,1 M yang terdiri dari:
    • 1 Unit Ruko di Jakarta dengan harga pembelian Rp 2 M
    • Deposito di Singapore senilai 50.000 SGD atau setara Rp 500 juta
    • Investasi reksa dana campuran senilai Rp 100 juta
    • Investasi reksa dana saham senilai Rp 500 juta

Jika dibandingkan, sebenarnya terdapat pendapatan senilai Rp 1,4 M (Rp 2 M – Rp 600 juta) dan harta senilai Rp 1 M (Rp 3.1 M – Rp 2.1 M) yang seharusnya dilaporkan dalam SPT tapi ternyata tidak. Dalam kondisi normal, apabila hal tersebut diketahui oleh petugas pajak, maka si A sebagai wajib pajak perlu membayar 30% atas Rp 1,4 M penghasilan dan hingga 30% untuk harta apabila tidak mampu membuktikan bahwa harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang telah dibayarkan pajaknya.

Dengan adanya Tax Amnesty, maka ibaratnya si A “diampuni” (namanya juga pengampunan pajak) dan cukup membayar dengan persentase tebusan yang lebih rendah daripada tarif normal. Meski angkanya terus berubah-ubah, kemungkinan akan berkisar antara 2% hingga 8% untuk harta. Bagaimana dengan penghasilan? Dari draft RUU yang saya baca, kelihatannya yang menjadi objek dalam peraturan ini hanya Harta saja.

Referensi : www.pengampunanpajak.com

Dengan kata lain, jika anda melakukan revisi SPT pada pendapatan, maka atas selisih pendapatan tersebut anda perlu berhati-hati karena nilai pajaknya mungkin tidak seperti untuk harta. Apakah ini berarti yang direvisi hanya harta saja dan bukan penghasilan? Pertanyaan ini sangat tergantung pada integritas, hati nurani, kondisi kocek dan saran dari konsultan pajak anda. Tapi setidaknya menurut saya untuk tahun-tahun yang akan datang, seharusnya sebagai warga negara yang baik perlu dilaporkan seperti apa adanya.

Terus, apa yang membedakan antara deklarasi dengan repatriasi? Untuk ilustrasi di atas, deklarasi adalah anda melakukan pembetulan SPT Pajak 2015 untuk posisi harta yang tadinya Rp 2,1 menjadi Rp 3.1 M (jika anda hanya melakukan pengkinian pada harta saja). Sementara yang dimaksud dengan repatriasi adalah anda melakukan deklarasi, dan khusus untuk aset yang berada di luar negeri menjualnya dan membawa masuk ke Indonesia.

Untuk porsi harta dari luar negeri yang “direpatriasi” ke Indonesia, maka sesuai perkembangan yang dibahas di media diberikan diskon 50% dari tarif tebusan yang ada. Misalkan jika deklarasi dikenakan tarif 4%, maka untuk repatriasi dikenakanya hanya 2% saja. Hal ini diharapkan harta WNI di luar negeri dapat ditarik ke Indonesia dan turut membantu pembangunan dalam negeri.

Apa definisi dana tersebut sudah dibahas di Indonesia? Dalam berbagai pemberitaan di media, disebutkan bahwa harta yang direpatriasi dari luar negeri harus masuk ke instrumen tertentu mulai dari deposito di Bank BUMN, Obligasi Pemerintah, Investasi Sektor Riil, Manajer Investasi yang ditunjuk Bank BUMN hingga Reksa Dana Penyertaan Terbatas. Belakangan juga disebutkan saham juga bisa dijadikan sebagai sarana repatriasi. Namun perlu saya tekankan bahwa informasi tersebut juga terus berubah. Saya juga sempat mendapatkan “kabar burung” yang menyatakan hanya deklarasi saja dan untuk repatriasi tidak jadi.

Namun jadi atau tidak, sebenarnya yang mau saya jelaskan adalah bahwa Deklarasi berbeda dengan Repatriasi. Nama-nama instrumen yang disebutkan di atas, apabila jadi, hanya diperuntukkan untuk repatrasi saja. Apabila anda memiliki harta di dalam negeri yang belum dilaporkan dalam SPT dan berniat untuk melaporkannya, TIDAK perlu memindahkan harta tersebut ke instrumen yang disebutkan di atas, kecuali harta tersebut berada di luar negeri dan anda berminat mendapatkan diskon.

Menurut saya, tarif repatriasi ini tentu harus murah atau bahkan jauh lebih murah daripada deklarasi karena untuk membawa harta pulang dari luar negeri itu tidak mudah. Ada 4 alasan. Pertama, karena hartanya harus diinvestasi di instrumen dalam negeri, maka harus dijual dulu, kemudian diuangkan, dikurskan ke Rupiah dan kemudian investasi ke instrumen di Indonesia. Dalam proses tersebut, belum tentu menguntungkan. Apalagi kondisi perekonomian dunia saat ini juga belum terlalu baik. Kedua, penjualan dalam jumlah besar tentu akan membuat harganya semakin anjlok, jadi meskipun tarif repatrasi murah, tapi sudah rugi belasan persen dalam prosesnya tentu membuat para wajib pajak untuk berpikir. Ketiga, instrumen investasi di dalam negeri seperti deposito dan obligasi pemerintah sekarang dalam kondisi BI Rate yang terus menurun. Apakah masih menarik jika dibandingkan instrumen luar negeri yang kursnya relatif stabil?. Keempat, memang ada wacana bahwa perpajakan Indonesia akan bekerja sama dengan lembaga keuangan di luar negeri sehingga harta di luar juga bisa dilacak, tapi apakah pada prakteknya bisa demikian? Tentu negara tujuan juga akan berusaha menjaga kondisi perekonomiannya. Berbicara praktek hukum internasional tentu prosesnya tidak mudah.

Bagaimana dengan investasi reksa dana yang kita miliki? Sebenarnya contoh di atas sudah sangat jelas. Sebagai warga negara yang baik, adalah merupakan kewajiban untuk melaporkannya ke dalam SPT Pajak. Untuk tata cara pelaporan, telah pernah saya bahas dalam tulisan Pelaporan Reksa Dana Dalam SPT Tahunan.

Saran terakhir yang ingin saya berikan adalah bahwa pelaporan yang dilakukan adalah harta yang diperoleh tahun 2015 dan sebelumnya (dengan asumsi RUU Tax Amnesty untuk koreksi SPT 2015). Untuk harta yang diperoleh di tahun 2016 ini tidak perlu dilaporkan karena baru tahun depan dan juga tidak mendapat tarif tebusan yang lebih murah.

Demikian artikel ini, semoga membantu anda dalam memahami RUU Tax Amnesty dan semoga peraturan ini benar-benar bisa terwujud karena akan sangat berdampak positif bagi struktur anggaran, pembangunan infrastruktur dan sentimen pasar modal Indonesia.

Untuk diskusi lebih lanjut mengenai Amnesti Pajak, silakan di artikel Panin Asset Management Sebagai Gateway Repatriasi Pajak

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog

Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh

New Blog : www.ReksaDanaUntukPemula.comwww.ReDaNesia.com

Sekolah Investor Reksa Dana : www.InvestoReady-aprdi.org

Sumber Gambar : Istockphoto

 

96 thoughts on “Tax Amnesty : Deklarasi, Repatriasi dan Reksa Dana

  1. Dear Pak Rudi,

    Selamat siang Pak Rudi, perkenalkan saya linda. saya mau tanya mengenai ta pak. Ceritanya bulan oct 2015 saya ada beli rumah dengan harga 1.9 m. kemudian saya ambil KPR selama 5 tahun dengan bantuan orang tua saya.
    Bagaimana ya pak.

    Thank you

    Like

  2. Sore Pak Rudi,

    Saya baru membaca artikel yang Bapak tulis ini, dan ada yang mau saya tanyakan.
    Begini saya adalah karyawan swasta dan sudah membuat dan melaporkan SPT sejak membuat NPWP beberapa tahun lalu.
    Lalu beberapa tahun lalu saya membeli asuransi yang ada unit link untuk saya, istri, dan 2 anak saya, tetapi belum pernah dilaporkan dalam SPT. Tabungan juga belum dimasukkan ke dalam SPT.

    Semua harta berupa rumah atau kendaraan sudah saya laporkan dalam SPT.

    Yang ingin saya tanyakan apakah saya cukup membuat pembetulan SPT tahun 2015 saja dan tidak mengikuti TA?
    Kalau melakukan pembetulan SPT, apakah harus melakukan pembetulan SPT tahun-tahun sebelumnya juga?

    Terima kasih sebelumnya.

    Salam,

    Like

  3. Sore Pak Rudi,

    Saya memiliki saham di perusahaan tertutup. Seiring dengan waktu perusahaan kinerjanya terus menurun dan menjadi tidak sehat, bahkan nilai sahamnya diestimasikan jauh lebih rendah dari nilai nominal/par value. Saya belum melaporkan saham ini di SPT, apabila ikut tax amnesty, nilai pelaoprannya bagaimana? apakah bisa nol (karena estimasinya nilai sahamnya bisa negatif) atau tidak perlu dilaporkan.
    Terima kasih banyak atas jawabannya PAk.

    Salam,

    Bobby

    Like

  4. Salam pak Rudy,
    Seandainya saya ikut lapor amnesty pajak dengan laporkan nilai tunai 500 juta (kenyataan uang tunai hanya 200 juta),alasannya dilaporkan nilai tunai banyak supaya masa akan datang saya kredit rumah ataupun mobil bisa dari data amnesty nilai tunai yang mana tidak disimpan di bank melainkan sdb.
    Thanks

    Like

  5. @linda
    Salam Ibu Linda,

    Terkait rumah yang dibeli pada tahun 2015, anda punya 2 pilihan :
    1. Ikut amnesti pajak dengan bayar tarif 2% dari nilai rumah dikurangi nilai pinjaman maksimal 50% dari nilai rumah tersebut.
    2. Lakukan pembetulan di SPT dengan mencantumkan rumah di SPT 2015. Untuk cicilan KPR, bisa dengan mencantumkan di bagian pendapatan bukan objek pajak dalam bentuk Hibah dari orang tua.

    Untuk no 2, yang perlu diperhatikan adalah apakah SPT orang tua anda sudah benar? Dalam artian, misalkan dia sanggup menghibahkan Rp 150 juta per tahun ke kamu, apakah pendapatan atau harta yang dimiliki memungkinkan dia untuk memberikan hibah tersebut? Jika tidak bisa menyebabkan mereka kurang bayar dan diperiksa pajaknya.

    Semoga bermanfaat

    Like

  6. @Yudi
    Salam Pak Yudi,

    Kalau asuransi dan unit link tersebut dibeli pada tahun 2015, maka cukup pembetulan di SPT 2015 saja. Jika dibelinya sejak tahun 2013, berarti anda perlu melakukan pembetulan SPT 2013, 2014 dan 2015

    Semoga bermanfaat

    Like

  7. @Boby Rafsudia
    Salam Pak Boby,

    Nilai harta yang dilaporkan sesuai dengan Undang-Undang adalah harga wajar menurut wajib pajak. Jadi laporkanlah harga yang menurut anda wajar. Kalau memang nilainya dibawah par value seperti yang anda sebut dan anda memiliki dasar atas hal tersebut, silakan dilaporkan sesuai nilai tersebut.

    Risiko dari pelaporan nilai saham perusahaan tertutup adalah misalkan book value Rp 100 juta, anda lapor Rp 30 juta. Suatu saat perusahaan membaik kembali dan anda jual senilai Rp 80 juta. Berarti terdapat keuntungan Rp 50 juta.

    Berdasarkan UU Pajak Penghasilan, keuntungan dari pengalihan perusahaan dikenakan tarif pajak progresif maksimal 30%. Jadi keuntungan dari penjualan perusahaan ditambah dengan gaji, bonus, tunjangan dll, kalau total semuanya di atas Rp 500 juta, maka akan dikenakan tarif 30%.

    Semoga bermanfaat

    Like

  8. @Xiao.yeoh
    Salam Ibu Xiao Yeoh,

    Risiko dari anda melakukan hal ini adalah bisa saja amnesti pajak anda dibatalkan karena anda dengan sengaja melaporkan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

    Kalaupun merasa aman karena tidak akan diperiksa atau verifikasi, perlu kita ketahui yang diampuni dalam UU Pengampunan Pajak adalah harta perolehan dan pajak dari tahun 1985 – 2015.

    Untuk pendapatan 2016 tetap berlaku ketentuan seperti biasa. Dengan melaporkan nilai uang tunai lebih besar, berarti ada indikasi pendapatan 2016 mau dilaporkan lebih kecil dari yang seharusnya. Hal ini bisa menyebabkan anda diperiksa pajak untuk tahun 2016.

    Jadi saran saya, laporkanlah apa adanya. Jika memang ada, ya dilaporkan. Jika tidak ada, ya tidak usah dibesar-besarkan.

    Semoga bermanfaat

    Like

  9. Pagi Pak Rudi,

    Untuk TA asuransi yang dilaporkan total premi yg sudah dibayarkan sampai dgn 31 des 2015 atau cukup nilai tunai 31 des 2015 saja ya pak …
    Terima Kasih

    Terima

    Like

  10. Salam pak Rudy.
    Saya mau tanya lagi seandainya laporan spt 2013 reksadana dilaporkan konsultan pajak dengan kode 031(saham),yang mana seharusnya 036 ,apakah kedepannya berpengaruh pada laporan spt berikutnya?atau bisakah dirobah?terimakasih

    Like

  11. Salam pak rudy
    Saya mau nanya bagaimana pelaporan transaksi saham di bei di SPT tahunan
    Pembelian dan penjualan saham tsb setau saya telah dikenakan pajak final 0.1% baik gain maupn loss
    Atas transaksi2 tsb bagaimana cara pelaporan dalam spt tahunan?
    Saya melihat di spt ada kolom penjualan saham yg diperdagangkan di bursa efek.apakah itu penjualan bruto?
    Apakah hanya penjualan yg dicatat?dan bagaimana pencatatan atas pajak 0.1% atas jual beli yg dilakukan?
    Mohon sudi kiranya pak rudy dpt meluangkan waktu untuk menulis artikel ttg pencatatan saham di spt sebagaimana artikel ttg pencatatan reksadana yg pak rudy tulis yg sangat membantu saya dalam pencatatan reksadana di spt
    Terima kasih sebelumnya pak rudy

    Like

  12. @Xiao.yeoh
    Salam Ibu Xiao Yeoh,

    Nanti bisa diperbaiki di SPT 2016 saja melalui mekanisme pembetulan SPT atau diganti langsung pas isi SPT 2016.

    Saham kena pajak final, sementara reksa dana bukan objek pajak. Jadi kalau salah catat bisa berisiko membuat kamu memiliki pajak final terutang seandainya anda menjual saham tersebut.

    Semoga bermanfaat

    Like

  13. @irvan
    Salam Pak Irvan,

    Untuk pencatatan saham berbeda dengan reksa dana.
    Misalkan anda punya modal Rp 1 M beli saham kemudian jual di harga Rp 1,2 M.
    Maka yang dilaporkan pada SPT bagian penghasilan adalah Rp 1.2 M
    Sebab anda dikenakan pph final sebesar 0.1% dari transaksi jual. Karena sudah dipotong dalam biaya transaksi dan direkap oleh perusahaan sekuritas, maka anda perlu melaporkan total transaksi jual dalam 1 tahun.
    Misalkan modal Rp 1 M tadi di trading bolak balik 4 kali, ada yang untung dan ada yang rugi. Contoh:
    Jan 16 Beli Rp 1 M, Jual Rp 1.2 M
    Mar 16 Beli Rp 1.2 M, Jual Rp 1.1 M
    Mei 16 Beli Rp 1.1 M, Jual Rp 1.4 M
    Nov 16 Beli Rp 1.4 M, jual Rp 1.3 M
    Total yang anda laporkan pada bagian saham adalah Rp 1.2 M + 1.1 M + 1.4 M + 1.3 M = Rp 5 M.

    Kok bisa 5 M? padahal modalnya cuman Rp 1 M, hal ini karena yang dilaporkan dalam transaksi saham adalah nilai penjualannya. Beberapa investor yang trading sahamnya sangat aktif menjadi khawatir, sebab seolah2 pendapatannya besar sekali. Tapi tidak perlu khawatir, memang demikian cara pelaporan pada transaksi saham dan sudah dikenakan pajak progresif.

    Bagaimana jika transkasi terakhir adalah beli dan belum sempat dijual?
    Jan 16 Beli Rp 1 M, Jual Rp 1.2 M
    Mar 16 Beli Rp 1.2 M, Jual Rp 1.1 M
    Mei 16 Beli Rp 1.1 M, Jual Rp 1.4 M
    Nov 16 Beli Rp 1.4 M, jual Rp 1.3 M
    Des 16 Beli Rp 1,3 M belum sempat dijual, market value saham Akhir Des 16 Rp 1.5 M

    Berarti laporan pada penghasilan sebesar Rp 5 M (sama dengan yang di atas)
    Kemudian pada bagian harta, dilaporkan saham dengan kode 031 Saham sebesar Rp 1.3 M (harga perolehan bukan nilai pasar).

    Apabila saham tersebut bukan hanya 1 tapi ada banyak, tidak perlu dirinci. Cukup tempat anda bertransaksi saja seperti Panin Sekuritas kode nasabah xxxx pada bagian keterangannya. Jika anda bertransaksi pada 2 tempat, baru tulis 2 misalkan Panin Sekuritas xxx dan Danareksa Sekuritas yyy.

    Untuk masukan anda akan saya pertimbangkan. Terima kasih dan semoga bermanfaat

    Like

  14. Salam Pak Rudy,

    Mengenai rumah yg masih dalam cicilan, untuk Tax Amnesty yang dipakai harga NJOP – hutang atau harga beli rumah – hutang. Terima kasih atas jawabannya.

    Like

  15. Pak mohon maaf sebelumnya bila saya masih awam. Saya seorang adalah Agent Asuransi, dan saat ini banyak digunjingkan tentang Tax Amnesty. Saya ingin bertanya dengan bahasa yang lebih awam.

    1. Sebenarnya apakah Nilai Unitlink dalam Asuransi itu ‘saya’ sebagai pemegang/pemilik polis tersebut harus membayar pajak dari kepemilikan atau keuntungan dari unitlink tersebut? ataukah cukup mendeklarasikan saja dan tidak dikenakan biaya pajak dalam pelaporan atas kepemilikan investasi yang saya miliki di unitlink?

    2. Saya terkadang membantu rekan saya yag dimana selaku konsultan pajak, pada clientnya yg melakukan TA, polis asuransi yang dimiliki di deklarasikan, serta seharusnya akan terkena TA sebesar 2% (pada bulan september) dari kepemilikan unitlink tersebut. Akan tetapi saya selalu mendengar bahwa Polis Asuransi Jiwa Unitlink “BUKAN OBJEK PAJAK”. Jadi sebenarnya apakah perlu dibayarkan besaran biaya TA 2% tersebut atau hanya cukup pembetulan atau pendeklarasian saja tanpa dikenakan Pajak?

    3. Bila memang Unitlink dalam asuransi merupakan “BUKAN OBJEK PAJAK”, lalu banyak orang yang mengalihkan aset property, deposito, dll yg merupakan OP, menjadi aset Unitlink yang merupakan BOP, dalam kasus tersebut Sah-Sah saja atau akan ada kesan “money loundry”?

    4. Saat ini juga ada produk asuransi yang bersifat Corporate Unitlink, dimana memberikan proteksi pada karyawan akan tetapi pemegang polis tetap perusahaan, berarti dana unitlink dimiliki oleh perusahaan sehingga pendapatan dari perusahaan tersebut menjadikan beban biaya pada Polis asuransi sekaligus dana aset bagi perusahaan. apakah hal tersebut jg sah-sah saja?

    terima kasih atas kesediaannya bila menjawab pertanyaan saya ini.

    Like

  16. @Hans
    Salam Pak Hans,

    1. Penghasilan yang dihasilkan oleh unit link dalam bentuk kenaikan harga ataupun dividen sama seperti reksa dana yaitu bukan objek pajak. Tapi unit link sebagai harta harus dilaporkan dalam SPT sama halnya seperti reksa dana. Kalau diikutkan dalam amnesti pajak, berarti anda harus bayar tarif tebusan sesuai ketentuan.

    Jika anda tanya sudah bukan objek kenapa harus dilaporkan bisa baca http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/30/080839926/penghasilan.dari.reksa.dana.bukan.obyek.mengapa.perlu.dilaporkan.dalam.amnesti.pajak.

    2. Kalau ikut amnesti ya harus bayar uang tebusan. Sesuai referensi artikel dari no 1, yang dipermasalahkan bukan harta unit link, tapi darimana penghasilan anda sehingga bisa beli unit link tersebut

    3. Kalau soal pengalihan aset kemana saja itu hak wajib pajak. Yang paling penting sekali lagi bukan apa hartanya, tapi darimana penghasilan untuk membeli harta tersebut. Soal pengalihan dari deposito, properti ke unit link, kan juga harus ada keyakinan unit link jauh lebih tinggi daripada imbal hasil yang dialihkan.

    Meskipun kena pajak, belum tentu kenaikannya kalah dengan unit link. Ingat biaya dalam unit link itu banyak sekali mulai dari biaya akuisisi, biaya asuransi, biaya administrasi dan biaya lainnya.

    4. Mengenai sah atau tidak mesti bertanya ke auditor yang mengaudit perusahaan. Saya tidak memiliki keahlian mengenai hal ini. Hanya saja akan terlihat aneh, karena secara akuntansi, jika ada biaya, maka lawannya adalah pada cash. Tidak ada harta yang bertambah. Namun karena ada unit link, pada saat biaya premi asuransi keluar, seharusnya selain lawannya kas, ada juga harta yang bertambah yaitu nilai tunai asuransi, Hal ini juga tidak umum sepengetahuan saya.

    Kalau memang mau memberikan perlindungan asuransi pada karyawan, langsung saja kasih asuransi kesehatan dan jiwa.

    Semoga bermanfaat

    Se

    Like

  17. Halo Pak Rudiyanto,

    Mohon bantuan info, bapak sempat menjelaskan untuk laporan utk trader saham adalah di catatkan penjualan saham saja pada penghasilan, karena sudah final 0.1%. sedang di kolom harga ditulis kode 31, ditulis saham senilai nilai beli. itu kalau case nya 100% full di saham ya di portofolio.

    Pertanyaan saya :

    Kalau misal pada posisi tgl 31 desember, posisinya di portofolio adalah :

    Kasus A . misal total aset 100 juta, 50 juta cash, dan 50 juta saham , ditulis nya di harta bagaimana? apa tetap di rekap kode 031, Saham di panin securitas senilai 100 juta?

    Kasus B. misal total aset 100 juta, pada 31 desember posisi portofolio tidak pegang saham apa2, 100 juta cash di securitas. Menulisnya di kolom harta bagaimana? apa tetap 031 Saham di panin securitas 100 juta? atau rekening RDI?

    Terima kasih banyak utk penjelasannya.
    LT

    Like

  18. Oh ya satu lagi pertanyaan pak Rudiyanto, kalau misal aset kita 100 juta pada 1 Januari, pada 31 Desember ada keuntungan setahun dari trading misal sebesar 20 juta, nah itu 20 juta bagaimana cara masukin di kolom harta? Karena kalau kita laporkan pada 31 desember 120 juta di kolom harga 031 saham di panin securitas, jadi tidak kelihatan ada penambahan harta 20juta. karena yang kita lapor selalu posisi aset pada akhir tahun. sedang misal pada pertengahan tahun kita ada withdraw 20 juta misalnya, maka dengan sendirinya aset akan terlihat stagnant ( 100 jt tetap ke 100 jt karena 20 jt nya di withdraw ).

    Cara pengisian yg benar bagaimana ya?

    Like

  19. Rudiyanto :
    @irvan
    Salam Pak Irvan,
    Untuk pencatatan saham berbeda dengan reksa dana.
    Misalkan anda punya modal Rp 1 M beli saham kemudian jual di harga Rp 1,2 M.
    Maka yang dilaporkan pada SPT bagian penghasilan adalah Rp 1.2 M
    Sebab anda dikenakan pph final sebesar 0.1% dari transaksi jual. Karena sudah dipotong dalam biaya transaksi dan direkap oleh perusahaan sekuritas, maka anda perlu melaporkan total transaksi jual dalam 1 tahun.
    Misalkan modal Rp 1 M tadi di trading bolak balik 4 kali, ada yang untung dan ada yang rugi. Contoh:
    Jan 16 Beli Rp 1 M, Jual Rp 1.2 M
    Mar 16 Beli Rp 1.2 M, Jual Rp 1.1 M
    Mei 16 Beli Rp 1.1 M, Jual Rp 1.4 M
    Nov 16 Beli Rp 1.4 M, jual Rp 1.3 M
    Total yang anda laporkan pada bagian saham adalah Rp 1.2 M + 1.1 M + 1.4 M + 1.3 M = Rp 5 M.
    Kok bisa 5 M? padahal modalnya cuman Rp 1 M, hal ini karena yang dilaporkan dalam transaksi saham adalah nilai penjualannya. Beberapa investor yang trading sahamnya sangat aktif menjadi khawatir, sebab seolah2 pendapatannya besar sekali. Tapi tidak perlu khawatir, memang demikian cara pelaporan pada transaksi saham dan sudah dikenakan pajak progresif.
    Bagaimana jika transkasi terakhir adalah beli dan belum sempat dijual?
    Jan 16 Beli Rp 1 M, Jual Rp 1.2 M
    Mar 16 Beli Rp 1.2 M, Jual Rp 1.1 M
    Mei 16 Beli Rp 1.1 M, Jual Rp 1.4 M
    Nov 16 Beli Rp 1.4 M, jual Rp 1.3 M
    Des 16 Beli Rp 1,3 M belum sempat dijual, market value saham Akhir Des 16 Rp 1.5 M
    Berarti laporan pada penghasilan sebesar Rp 5 M (sama dengan yang di atas)
    Kemudian pada bagian harta, dilaporkan saham dengan kode 031 Saham sebesar Rp 1.3 M (harga perolehan bukan nilai pasar).
    Apabila saham tersebut bukan hanya 1 tapi ada banyak, tidak perlu dirinci. Cukup tempat anda bertransaksi saja seperti Panin Sekuritas kode nasabah xxxx pada bagian keterangannya. Jika anda bertransaksi pada 2 tempat, baru tulis 2 misalkan Panin Sekuritas xxx dan Danareksa Sekuritas yyy.
    Untuk masukan anda akan saya pertimbangkan. Terima kasih dan semoga bermanfaat

    Terima kasih pak Rudy atas petunjuknya
    bahwa atas penjualan saham semua diakumulasikan setahun dan dimasukkan ke dalam pelaporan spt dan tlh dikenakan pajak final 0.1%
    Bagaimana dengan pajak pembelian saham apakah perlu dilaporkan juga?
    Terima kasih sebelumnya pak Rudy atas waktunya

    Like

  20. @LT
    Salam LT,

    Untuk kasus A
    Porsi kas sebesar Rp 50 juta kan bentuknya tabungan di RDN. Jadi bisa dilaporkan sebagai Tabungan dengan kode 012. Sahamnya Rp 50 juta (dengan asumsi harga beli) dengan kode 031.

    Untuk kasus B
    Rp 100 juta Tabungan dengan kode 012

    Semoga bermanfaat

    Like

  21. @LT
    Salam LT,

    Untuk capital gain saham tidak dilaporkan dalam pajak. Yang dilaporkan adalah total penjualannya. Sebab pajak akan mencocokkan pajak final 0.1% transaksi saham dengan laporan anda.

    Semoga bermanfaat

    Like

  22. Terima kasih untuk penjelasannya pak Rudiyanto.

    Tadi saya konsultasi dengan AR, katanya utk kas dilaporkan sebagai Saham di Panin securitas di kolom harta, ditotal setara rupiah ( kalau ada saham ) dan ditambahkan kas per posisi 31 desember di securitas. Jadi bingung yg sesuai aturan yg gimana ..

    Untuk gain, katanya AR silahkan di laporkan sebagai harta. karena nanti gain tersebut misal dibuat beli aset, kalau tidak dilaporkan, nanti akan jadi pertanyaan dapat uangnya dari mana. katanya disuruh tulis di kolom pendapatan lain yang bukan objek pajak. apa sama perlakuannya seperti reksadana yang saya baca di artikel pak rudiyanto yang lain ya? apa ditulis gain di saham sebagai pendapatan bukan objek pajak (Lampiran I Bagian B Point 5):

    http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/03/15/pelaporan-reksa-dana-pada-spt-tahunan/

    Like

  23. @irvan
    Salam Pak Irvan,

    Untuk pembelian saham tidak dikenai pajak. Pengenaan pajak penghasilan sebesar 0.1% hanya terjadi pada saat saham dijual saja.

    Semoga bermanfaat

    Like

  24. @LT
    Salam LT,

    Pertama-tama perlu saya sampaikan disclaimer bahwa saya bukan konsultan pajak yang bersertifikasi. Jadi jawaban yang saya berikan adalah berdasarkan pemahaman saya atas peraturan pajak, diskusi dengan konsultan dan juga pengalaman di lapangan.

    Kalau untuk posisi Kas dalam rekening RDN sekuritas, ada konsultan pajak yang menyarankan untuk digabung, ada juga bilang boleh dipisah. Namun mengapa saya minta dipisah dasarnya adalah sebagai berikut :
    1. Dana yang disimpan di RDN mendapat bunga
    2. Jika nilai uang kas signifikan, maka bunga yang diperoleh juga akan signifikan
    3. Pajak atas bunga tabungan dan pajak atas saham itu berbeda
    4. Jika nantinya ditanyakan darimana asal bunga di rekening RDN, kita bisa jelaskan, oh itu berasal dari porsi kas.

    Namun jika nilainya tidak signifikan, maka ada baiknya digabung juga tidak apa2 seperti yang disarankan oleh AR anda.

    Kemudian untuk Gain, mohon maaf, saya tidak sependapat dengan AR tersebut karena dalam pajak tidak disebutkan bahwa capital gain dari saham bukan objek pajak. Pada dasarnya saham adalah objek pajak dengan pengenaan 0.1% dari nilai transaksi jual. Dengan melaporkan nilai tersebut pada bagian pendapatan yang kena pajak final, maka bisa digunakan untuk justifikasi asal usul uang untuk pembelian aset berikutnya.

    Kalau dilaporkan gain saja, bagaimana dengan lossnya? Sebab untuk individu, kalau untung dipajakin sementara kalau rugi tidak. Dan tidak ada dasar peraturan dalam pajak yang mengatakan keuntungan dari transaksi saham dilaporkan sebagai harta. Tidak ada kode untuk itu, kecuali AR anda bisa menunjukkan dasar peraturan dan kode untuk harta dalam bentuk keuntungan transaksi saham.

    Demikian semoga bermanfaat

    Like

  25. @ Pak Rudiyanto

    Terima kasih untuk jawabannya. Sangat membantu, sekarang sudah lebih paham.

    Cuman ada satu hal yang masih belum mengerti, karena pada bagian “Dengan melaporkan nilai tersebut pada bagian pendapatan yang kena pajak final, maka bisa digunakan untuk justifikasi asal usul uang untuk pembelian aset berikutnya.”

    Jadi misal kita lapor pada kolom pph final, yang ditulis, hanya penjualan setahun dan pph final 0.1% nya saja, pertanyaannya tidak akan nampak keuntungannya. karena yang ditulis hanya penjualan setahun. tidak ada pembelian.

    Jadi untuk keuntungan, karena tidak nampak di spt, kita kalkulasi manual sendiri ya pak? kemudian dilaporkan di kolom harta ( terpisah RDN dan saham atau digabung spt saran konsultan )

    ini sudah cukup sebagai justifikasi pembelian aset?

    Like

  26. @LT
    Salam Pak LT,

    Kalau memang dari AE atau Konsultan tersebut punya kode Harta untuk “Keuntungan Penjualan Saham” silakan dilakukan. Sepanjang yang saya tahu, tidak ada.

    Saham, sepengetahuan saya juga kena pajak final dan sesuai peraturan yang dilaporkan nilai penjualannya. Jadi kalau ada peraturan pajak yang tidak saya ketahui dan menunjukkan jelas bahwa keuntungan dari transaksi saham dilaporkan pada kolom harta atau pendapatan, silakan dijalankan.

    Dan yang lebih penting lagi, saya bukan konsultan pajak yang mengurusi laporan pajak anda. Bukan juga Account Executive yang akan mengaudit laporan pajak anda. Kalau nanti ada masalah dalam pelaporan atau pemeriksaan, tentu saya juga tidak akan bertanggung jawab. Pengetahuan saya tentang perpajakan sudah pasti tidak lebih baik dibandingkan konsultan yang sehari-hari berkecimpung dan AE yang banyak memeriksa wajib pajak. Kalau memang justifikasi peraturannya jelas dan AE anda sudah mengatakan bisa, silakan diikuti.

    Bisa justifikasi atau tidak, yang menentukan bukan saya pak. Tapi AE yang memeriksa anda.

    Semoga bermanfaat

    Like

  27. Salam pak Rudi, terima kasih untuk informasi2 yang sudah disampaikan.. Sangat berguna sekali bagi kami.

    Saya ingin bertanya pak, apa yang harus dilakukan jika kasusnya begini,
    Ayah saya memiliki sebuah mobil yang per 31 des 15 masih menjadi hak miliknya dan rencananya akan dilaporkan di TA (saat ini belum mengikuti TA), sedangkan saya sudah mengikuti TA di september kemarin,

    Kemudian pada bln oktober 2016 ini, mobil yang terdaftar atas nama ayah saya dijual dan hasil penjualannya digunakan untuk membeli mobil baru yang didaftarkan atas nama saya dan menggunakan npwp saya.

    Apa yang harus dilakukan? Apakah saya harus mendaftarkan TA lg untuk mobil baru ini di bln oktober? Atau apakah bisa di TA kan di ayah saya kemudian hasil penjualannya dibuatkan akta hibah kepada saya? atau saya hanya perlu melakukan pembetulan spt saja?

    Yang menjadi pertimbangan adalah apabila saya mengikuti TA lg, biayanya cukup tinggi karena saya merupakan pengurus badan PT yang berarti tebusannya sebesar 3%, sedangkan ayah saya umkm sehingga tebusannya 0.5%

    Mohon masukan dari pak Rudi, dan sebelumnya terima kasih banyak atas bantuannya.

    Like

  28. @Arif
    Salam Pak Arif,

    Kalau saran saya sebagai berikut :
    1. Orang tua mengikuti Amnesti Pajak
    2. Kalau dijual tidak apa2, ditulis saja apa adanya
    3. Buat surat hibah ke anak senilai yang dihibahkan
    4. Di SPT Anak 2016 ada pendapatan bukan objek pajak sebesar nilai hibah orang tua

    Untuk aset mobil dan penjualannya tidak perlu mengikuti amnesti pajak dan memang tidak bisa juga karena terjadi di 2016

    Semoga bermanfaat

    Like

  29. Selamat malam Pak Rudyanto,
    Saya ingin bertanya, apakah perlu ikut TA jika kasusny begini. Orang tua saya dulu buka usaha sendiri, memiliki npwp dan selalu bayar SPT bulanan dan tahunan. Kemudian karena usaha sudah mulai sepi maka orang tua saya memutuskan untuk menutup usahanya, tetapi sebelum itu orang tua saya membeli sebuah rumah (njop : 184jt) sekitar bulan Juli 2014, kemudian NPWP di NE bulan Oktober 2014 tetapi rumah tersebut belum dilaporkan di SPT. Sekarang orang tua saya sudah tidak berpenghasilan lagi. Mohon masukannya dari Bapak apakah perlu orang tua saya mengikuti TA. ? Terima kasih sebelumnya.

    Like

  30. @Vivi
    Salam bu Vivi,

    Kalau menurut saya, orang tua anda bisa :
    1. Tetap melaporkan SPT walaupun penghasilan nihil untuk tahun 2015 dan 2016 dengan menjelaskan kondisinya
    2. Melakukan pembetulan di SPT atas aset rumah yang belum dimasukkan
    3. Perlu diperhatikan bahwa pendapatan dan aset yang dilaporkan pada tahun2 sebelumnya cukup untuk biaya hidup dan membeli rumah tersebut pada tahun 2014

    Apabila point ketiga terpenuhi, cukup lakukan pembetulan SPT. Kalau tidak, ada baiknya mengikuti amnesti pajak

    Semoga bermanfaat

    Like

  31. @Pak Rudyanto
    Terima kasih atas masukannya Pak.

    Maaf saya ada pertanyaan lagi. Dulu usaha orang tua saya termasuk golongan UMKM, jadi jika orang tua saya mengikuti tax amnesty kena tarif berapa % ya? Dan diambil dari harga njop apa harga beli rumah ya Pak? Terima kasih.

    Like

  32. @Vivi
    Salam bu Vivi,

    Untuk hal ini mungkin bisa didiskusikan dengan kantor pajaknya. Pengalaman saya sendiri mengurusi amnesti pajak, kalau datang langsung bisa dilayani oleh petugas pajak dan mereka cukup sangat membantu. Jika datang sendiri, diprioritaskan daripada yang diwakili konsultan pajak.

    Untuk harga, bisa menggunakan NJOP pada tahun 2015.

    Semoga bermanfaat

    Like

  33. Pak Rudyanto, kalau kita ada deklarasi DN reksadana misal 2 M dijual profit 20%, nah atas profit nya (400 juta) apakah diperbolehkan untuk dikirm ke Luar negri ? misal diutuhkan untuk berobat dll. apakah ada PMK atau perpu yang menegaskan bhwa itu diperbolehkan?
    Terima kasih.

    Like

  34. @Genie
    Salam bu Genie,

    Sepengetahuan saya untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi ada kewajiban untuk tetap berada selama 3 tahun di Indonesia. Untuk keuntungannya memang bisa diambil kapan saja dan penggunaannya bebas.

    Untuk deklarasi dalam negeri aturannya juga lebih longgar. Misalkan digunakan untuk konsumsi dan harta tersebut habis juga diperbolehkan sepanjang nilainya wajar. Misalkan senilai Rp 400 juta tersebut untuk kepentingan pengobatan.

    Semoga bermanfaat

    Like

  35. selamat siang pa Rudiyanto,
    adik saya umkm.dan mau ikut ta.tahun 2016 dia dp beli apart di ausi dan tahun 2018 dp ke 2.setelah itu baru bayar perbulan.yang jadi pertanyaan syarat ikut ta tidak boleh beli asset di luar negri.sedangkan untuk dp di spt 2015 kurang.di spt 2015 ada harta berupa tabungan 150jt.sedangkan dp 500jt.dan harta sebenarnya 600jt.jadi bagaimana yah

    Like

  36. @ria
    Selamat malam Ibu Ria,

    Aset yang bisa diikutkan dalam Tax Amnesti adalah aset yang dibeli dari periode 1984-2015. Untuk itu, apartemen yang dibeli pada tahun 2016 sudah tidak bisa diikutkan dalam amnesti pajak lagi. Tidak ada ketentuan yang menyatakan tidak boleh beli aset luar negeri, yang ada adalah harta yang dideklarasi di dalam negeri dan harta repatriasi tidak dapat dikirimkan keluar negeri selama 3 tahun.

    Namun untuk harta deklarasi luar negeri yang membayar tarif lebih mahal, tetap bisa. Kemudian, penghasilan yang diterima pada tahun 2016 dan seterusnya juga dapat digunakan untuk membeli aset di luar negeri.

    Untuk kasus anda di atas, berarti harta tersebut tidak perlu ikut amnesti pajak, tapi dilaporkan sebagai harta yang perolehannya tahun 2016. Perlu diingat agar penghasilan pada tahun 2016 sebaiknya wajar dan sebenarnya sehingga menunjukkan kemampuan untuk membayar apartemen tersebut.

    Semoga bermanfaat

    Like

  37. Selamat Pagi Pak Rudi,

    Saya mau tanya, jika pegawai mempunyai penghasilan di luar gaji, maka untuk penghasilan tambahannya itu dikenakan tarif pajak apa Pak … apakah benar pajak final 1 persen …. Terimakasih untuk jawabannya

    Like

  38. @Eva
    Salam Ibu Eva,

    Penghasilan di luar gaji tersebut perlu diperjelas, apakah dari usaha sehingga masuk kategori UMKM yang kena tarif 1% atau penghasilan yang bukan dari usaha. Misalkan seperti minjamin uang ke teman dan dikasih bunga, jual emas dan untung, itu bukan pendapatan dari kegiatan usaha sehingga kena tarif pajak progresif.

    Jika kita mengaku sebagai UMKM, maka tentu kita perlu mendaftarkan status UMKM kita di kantor pajak dan melakukan pembayaran pajak secara berkala. Namun jika hanya sesekali, mungkin bisa dianggap sebagai penghasilan lain-lain yang kena tarif pajak progresif.

    Untuk lebih detailnya, silakan berkonsultasi dengan kantor pajak.

    Semoga bermanfaat

    Like

  39. Salam pak Rudiyanto,

    Terima kasih untuk informasi yang sangat berguna.

    Mohon saya dibantu dengan kondisi saya sbb:

    Saya tinggal & bekerja di Amerika dari 1992 s/d 2014. Kembali ke Indo saya dan suami smp sekarang mempunyai usaha dan mempunyai NPWP dgn status UMKM dan lapor SPT tahunan, bayar pajak dgn sebenar-benarnya. Semua harta di Indonesia sudah dilaporkan.

    Hanya karena keterbatasan pengetuhuan kami soal pajak, kami tidak melaporkan apa yg kami punya di LN, karena kami berpikir harta di LN tanggung jawab kami bayar pajak di negara tsb.

    Berikut daftar kepunyaan kami yg sampai sekarang tersimpan di Amerika dan tidak terlaporkan di 2015 dan sebelumnya:

    1) Stock Options (SAHAM) yang diberikan oleh Perusahaan tempat kerja saya. Disimpan di Financial company di USA
    *Nilai Gross belum potong pajak Amerika pada tg 31 Dec 2015 mis. US$10,000

    2) Dana PENSION yg sumbernya dari pemotongan gaji saya selama saya kerja di perusahan yg sama, dijadikan investasi. Disimpan di Financial company di USA
    Nilai gross belum potong pajak Amerika pada tg 31 Dec 2105 mis. US$50,000

    3) Dana yg tersimpan di Bank
    Nilai pada tg 31 Dec 2015 mis. US$1,000

    Pertanyaan saya:
    A – Karena semua sumber dana saya dapatkan dari perusahan tempat saya bekerja di Amerika, dan saya membayar pajak disana, apakah saya semestinya ikut TAX AMNESTY?

    B – Kalau ikut TA, bgmn pehitungan nya.

    Mohon saran terbaik dari Bapak dan terima kasih sebelumnya.

    Like

  40. @Linda
    Malam Ibu Linda,

    Terima kasih sudah berbagi informasi yang lengkap untuk pertanyaan anda.

    Tanggapan saya:
    A. Untuk pendapatan luar negeri, memang sifatnya masih banyak diperdebatkan. Ada yang bilang perlu, ada yang bilang tidak. Ada juga yang menggunakan dasar subjek pajak luar negeri.

    Kalau sudut pandang saya adalah misalkan 5 atau 10 tahun dari sekarang investasi di LN tersebut mau dicairkan dan dibawa ke Indonesia. Apabila nilainya signifikan dan tidak ada dalam SPT sebelumnya, bisa jadi akan menjadi objek temuan oleh pemeriksa.

    Bisa saja kita berdebat pada waktu itu, tapi daripada diperiksa lebih detail, ada baiknya dilaporkan saja. Apalagi jika Automatic Exchange Of Information (AEOI) berlaku, kita tidak tahu bisa ditelusuri atau tidak. Kemungkinan besar bisa karena masuk dalam sistem keuangan.

    Jadi bukan diikutkan atau tidak, tapi sebaiknya ikut untuk mengurangi kerepotan di masa mendatang.

    2. Jika belum ada rencana ditarik ke Indonesia, maka bisa diikutkan sebagai Deklarasi Luar Negeri dengan tarif pajak 4% untuk UMKM. Untuk kategorinya bisa disesuaikan dengan klasifikasi di perpajakan seperti Saham untuk no 1, Investasi Lainnya untuk no 2, dan Tabungan Bank untuk no 3.

    Perhitungannya nilai yang anda sebut x kurs pajak 2015 USD (13.640) x 4% (tarif deklarasi LN)

    Untuk detailnya, anda juga bisa berkonsultasi dengan petugas pajak.

    Semoga bermanfaat

    Like

  41. Salam pa rudiyanto…
    Trimakasih ats info yg sgt berguna
    Mohon dibantu, apakah untuk mencairkan hibah berupa deposit di bank luar negeri (exp tonga bank) ke indonesia dikenakan pajak atw tdk??? Org awan blgnya byr biaya administrasi .. Mhn penjelasan “

    Like

  42. @tia
    Salam Ibu Tia,

    Sebaiknya ibu pastikan legalitasnya karena banyak kasus penipuan yang menyatakan kita mendapatkan dana pinjaman, hibah atau warisan dari luar negeri yang berujung harus melakukan transfer sejumlah uang untuk melakukan pencairan.

    Terima kasih

    Like

Leave a comment