Pembahasan RUU Pengampunan Pajak atau lebih dikenal dengan Tax Amnesty telah berjalan lebih dari 1 tahun. Memang, RUU ini sarat dengan kepentingan mulai dari pemerintah yang ingin menutup defisit anggaran untuk pembangunan infrastruktur, para koruptor yang ingin mencuci bersih uang haramnya, partai politik yang sedang “bargaining” kepentingannya dengan pemerintah hingga kepentingan dari negara tetangga yang perekonomiannya bakal terganggu jika dana WNI balik ke Indonesia.
Tax Amnesty ini bisa jadi, bisa juga tidak. Bisa juga karena sudah terlalu banyak kepentingan, tetap jadi namun dengan persyaratan yang terlalu berat sehingga kemungkinan berhasilnya rendah. Mudah-mudahan antara pemerintahan dan DPR bisa tercapai kesepakatan yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara dalam jangka panjang.
Nah, terlepas dari akan jadi atau tidaknya RUU Tax Amnesty, sebenarnya kalau kita mengikuti pemberitaan secara lebih mendetail sebenarnya RUU tersebut bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu Deklarasi Pajak dan Repatriasi Pajak. Menurut saya, masih terdapat sebagian masyarakat yang belum begitu jelas mengenai perbedaan kedua istilah tersebut dan cenderung mencampuradukkan jadi satu. Kemudian tentu saja, sebagai investor reksa dana, bagaimana seharusnya respon yang tepat?
Deklarasi dan Repatriasi Pajak
Untuk menjelaskan perbedaan antara kedua istilah di atas, saya akan menggunakan contoh yang sangat sederhana sebagai berikut :
Pada April 2016 yang lalu, katakanlah si A yang berstatus sebagai pemilik usaha melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak untuk periode 2015 dengan perincian sebagai berikut :
- Total pendapatan tahunan Rp 600 juta
- Harta senilai Rp 2,1 M yang terdiri dari :
- 1 Unit Ruko di Jakarta dengan harga pembelian Rp 2 M
- Investasi reksa dana campuran senilai Rp 100 juta
Namun sebenarnya kondisi di atas tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Kondisi yang lebih riil adalah :
- Total pendapatan tahunan Rp 2 M
- Harta senilai Rp 3,1 M yang terdiri dari:
- 1 Unit Ruko di Jakarta dengan harga pembelian Rp 2 M
- Deposito di Singapore senilai 50.000 SGD atau setara Rp 500 juta
- Investasi reksa dana campuran senilai Rp 100 juta
- Investasi reksa dana saham senilai Rp 500 juta
Jika dibandingkan, sebenarnya terdapat pendapatan senilai Rp 1,4 M (Rp 2 M – Rp 600 juta) dan harta senilai Rp 1 M (Rp 3.1 M – Rp 2.1 M) yang seharusnya dilaporkan dalam SPT tapi ternyata tidak. Dalam kondisi normal, apabila hal tersebut diketahui oleh petugas pajak, maka si A sebagai wajib pajak perlu membayar 30% atas Rp 1,4 M penghasilan dan hingga 30% untuk harta apabila tidak mampu membuktikan bahwa harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang telah dibayarkan pajaknya.
Dengan adanya Tax Amnesty, maka ibaratnya si A “diampuni” (namanya juga pengampunan pajak) dan cukup membayar dengan persentase tebusan yang lebih rendah daripada tarif normal. Meski angkanya terus berubah-ubah, kemungkinan akan berkisar antara 2% hingga 8% untuk harta. Bagaimana dengan penghasilan? Dari draft RUU yang saya baca, kelihatannya yang menjadi objek dalam peraturan ini hanya Harta saja.
Referensi : www.pengampunanpajak.com
Dengan kata lain, jika anda melakukan revisi SPT pada pendapatan, maka atas selisih pendapatan tersebut anda perlu berhati-hati karena nilai pajaknya mungkin tidak seperti untuk harta. Apakah ini berarti yang direvisi hanya harta saja dan bukan penghasilan? Pertanyaan ini sangat tergantung pada integritas, hati nurani, kondisi kocek dan saran dari konsultan pajak anda. Tapi setidaknya menurut saya untuk tahun-tahun yang akan datang, seharusnya sebagai warga negara yang baik perlu dilaporkan seperti apa adanya.
Terus, apa yang membedakan antara deklarasi dengan repatriasi? Untuk ilustrasi di atas, deklarasi adalah anda melakukan pembetulan SPT Pajak 2015 untuk posisi harta yang tadinya Rp 2,1 menjadi Rp 3.1 M (jika anda hanya melakukan pengkinian pada harta saja). Sementara yang dimaksud dengan repatriasi adalah anda melakukan deklarasi, dan khusus untuk aset yang berada di luar negeri menjualnya dan membawa masuk ke Indonesia.
Untuk porsi harta dari luar negeri yang “direpatriasi” ke Indonesia, maka sesuai perkembangan yang dibahas di media diberikan diskon 50% dari tarif tebusan yang ada. Misalkan jika deklarasi dikenakan tarif 4%, maka untuk repatriasi dikenakanya hanya 2% saja. Hal ini diharapkan harta WNI di luar negeri dapat ditarik ke Indonesia dan turut membantu pembangunan dalam negeri.
Apa definisi dana tersebut sudah dibahas di Indonesia? Dalam berbagai pemberitaan di media, disebutkan bahwa harta yang direpatriasi dari luar negeri harus masuk ke instrumen tertentu mulai dari deposito di Bank BUMN, Obligasi Pemerintah, Investasi Sektor Riil, Manajer Investasi yang ditunjuk Bank BUMN hingga Reksa Dana Penyertaan Terbatas. Belakangan juga disebutkan saham juga bisa dijadikan sebagai sarana repatriasi. Namun perlu saya tekankan bahwa informasi tersebut juga terus berubah. Saya juga sempat mendapatkan “kabar burung” yang menyatakan hanya deklarasi saja dan untuk repatriasi tidak jadi.
Namun jadi atau tidak, sebenarnya yang mau saya jelaskan adalah bahwa Deklarasi berbeda dengan Repatriasi. Nama-nama instrumen yang disebutkan di atas, apabila jadi, hanya diperuntukkan untuk repatrasi saja. Apabila anda memiliki harta di dalam negeri yang belum dilaporkan dalam SPT dan berniat untuk melaporkannya, TIDAK perlu memindahkan harta tersebut ke instrumen yang disebutkan di atas, kecuali harta tersebut berada di luar negeri dan anda berminat mendapatkan diskon.
Menurut saya, tarif repatriasi ini tentu harus murah atau bahkan jauh lebih murah daripada deklarasi karena untuk membawa harta pulang dari luar negeri itu tidak mudah. Ada 4 alasan. Pertama, karena hartanya harus diinvestasi di instrumen dalam negeri, maka harus dijual dulu, kemudian diuangkan, dikurskan ke Rupiah dan kemudian investasi ke instrumen di Indonesia. Dalam proses tersebut, belum tentu menguntungkan. Apalagi kondisi perekonomian dunia saat ini juga belum terlalu baik. Kedua, penjualan dalam jumlah besar tentu akan membuat harganya semakin anjlok, jadi meskipun tarif repatrasi murah, tapi sudah rugi belasan persen dalam prosesnya tentu membuat para wajib pajak untuk berpikir. Ketiga, instrumen investasi di dalam negeri seperti deposito dan obligasi pemerintah sekarang dalam kondisi BI Rate yang terus menurun. Apakah masih menarik jika dibandingkan instrumen luar negeri yang kursnya relatif stabil?. Keempat, memang ada wacana bahwa perpajakan Indonesia akan bekerja sama dengan lembaga keuangan di luar negeri sehingga harta di luar juga bisa dilacak, tapi apakah pada prakteknya bisa demikian? Tentu negara tujuan juga akan berusaha menjaga kondisi perekonomiannya. Berbicara praktek hukum internasional tentu prosesnya tidak mudah.
Bagaimana dengan investasi reksa dana yang kita miliki? Sebenarnya contoh di atas sudah sangat jelas. Sebagai warga negara yang baik, adalah merupakan kewajiban untuk melaporkannya ke dalam SPT Pajak. Untuk tata cara pelaporan, telah pernah saya bahas dalam tulisan Pelaporan Reksa Dana Dalam SPT Tahunan.
Saran terakhir yang ingin saya berikan adalah bahwa pelaporan yang dilakukan adalah harta yang diperoleh tahun 2015 dan sebelumnya (dengan asumsi RUU Tax Amnesty untuk koreksi SPT 2015). Untuk harta yang diperoleh di tahun 2016 ini tidak perlu dilaporkan karena baru tahun depan dan juga tidak mendapat tarif tebusan yang lebih murah.
Demikian artikel ini, semoga membantu anda dalam memahami RUU Tax Amnesty dan semoga peraturan ini benar-benar bisa terwujud karena akan sangat berdampak positif bagi struktur anggaran, pembangunan infrastruktur dan sentimen pasar modal Indonesia.
Untuk diskusi lebih lanjut mengenai Amnesti Pajak, silakan di artikel Panin Asset Management Sebagai Gateway Repatriasi Pajak
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
New Blog : www.ReksaDanaUntukPemula.com, www.ReDaNesia.com
Sekolah Investor Reksa Dana : www.InvestoReady-aprdi.org
Sumber Gambar : Istockphoto
Halo Mas Rudiyanto,
Salam kenal.. Saya baru baca tulisannya yang cukup komprehensif ttg tax amnesty. Beberapa kali ngobrol dengan rekan2 di pajak. Tapi seperti biasa, tentu ada banyak juga sudut pandang. Pro dan cons..
LikeLike
Selamat siang Pak Rudiyanto,
Salam kenal..
Sedikit keluar dari topik yang sedang dibahas. Bagaimana dengan reksadana fund of funds? apakah produk tersebut baik untuk diinvestasikan berhubung produk tersebut adalah dapat mengurangi risiko?
LikeLike
@Andhika Diskartes
Salam kenal juga Pak Andhika,
Terima kasih atas apresiasinya.
Btw blog anda sangat bagus, original dan dilengkapi dengan infografis yang komprehensif.
Dari dulu saya selalu mau coba buat, tapi tidak pernah kesampaian.
Mudah2an bisa banyak belajar dari blog anda.
Terima kasih
LikeLike
@Ayu
Selamat Siang Ibu Ayu,
Di Indonesia, secara peraturan masih belum diperbolehkan reksa dana untuk berinvestasi di reksa dana kecuali Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
Satu-satunya produk legal yang berbentuk fund of fund adalah Unit Link. Umumnya unit link bisa berupa murni pengelolaan dari divisi investasi di perusahaan asuransi, bisa juga merupakan kombinasi dari beberapa reksa dana.
Kalau dalam konteks mengurangi risiko rasanya masih peru dibuktikan. Sebab belum tentu risiko pengelolaan investasi dari unit link lebih kecil dibandingkan reksa dana. Ada juga unit link yang isinya hanya 100% di 1 reksa dana sehingga pada dasarnya sama dengan kinerja reksa dana itu sendiri.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Dear Pak Rudiyanto,
Saya pegawai dengan penghasilan tunggal yang pajaknya telah dipotong secara langsung dari kantor. Setiap tahun selalu lapor SPT. Punya beberapa reksadana yang ditabung setiap bulan. Karena nilainya sedikit dan jumlahnya berubah2, maka saya tidak masukkan dalam daftar harta. Sumber dana untuk pembelian reksadana berasal dari penghasilan tunggal tadi.
Pertanyaan saya adalah apakah saya perlu ikut program amnesti pajak?
Kemudian apakah perlu bayar tebusan?
Terimakasih sebelumnya
LikeLike
@Tommy
Salam Pak Tommy,
Kalau anda memang merasa semua yakin 100% harta anda sudah berasal dari pendapatan yang pajaknya sudah anda bayarkan hanya pencatatannya saja yang terlewatkan karena lalai, maka tidak perlu ikut amnesti pajak, cukup melakukan pembetulan SPT. Namun risikonya adalah bisa saja pihak pajak melakukan pemeriksaan hingga beberapa tahun kebelakang apabila anda memiliki jumlah harta yang signifikan.
Namun dengan melakukan pembetulan SPT, maka anda tidak bisa ikut amnesti pajak lagi karena syaratnya memang tidak bisa membetulkan SPT.
Jika anda merasa kurang yakin dan mau ikut, maka benar, anda perlu membayar tebusan. Untuk detailnya bisa baca di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/07/18/panin-asset-management-sebagai-gateway-repatriasi-pajak/
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Rudiyanto
Terimakasih Pak Rudiyanto.
Saya yakin 100% Pak pajak sudah dibayar. Cuma pencatatan yang merepotkan.
Seharusnya auto detection saja, karena tiap account reksadana kan selalu menyertakan npwp.
LikeLike
@Tommy
Salam Pak Tommy,
Kalau yakin 100% semua asal usulnya sudah dibayarkan pajaknya dan tidak takut dengan risiko diperiksa pajak 5 tahun ke belakang serta segala kerepotannya, maka bisa tidak ikut amnesti pajak dan cukup melakukan pembetulan SPT.
Perihal autodetection, hal ini tidak bisa karena sistem pelaporan SPT di Indonesia menggunakan prinsip self assesment. Kami yang di Industri Manajer Investasi juga tidak sembarang memberikan data kepada pajak, sebab harus ada perihal keperluan yang jelas dan ada surat pendukung yang sesuai dengan peraturan. Selain itu, sistem IT juga perlu investasi yang besar agar autodetection ini bisa terwujud.
Semoga bermanfaat.
LikeLike
Dear Pak Rudiyanto,
Follow up dari kasus Pak Tommy, jika saya punya dana yg disimpan di Indolife Pensiotama dan saya tidak melaporkan dana ini, apakah saya perlu mendaftar tax amnesty?
Saya tidak melaporkan dana ini pada SPT sebelumnya karena saya pikir dana pensiun bukanlah objek pajak sehingga saya tidak perlu melaporkan dana ini.
Terima kasih.
Salam,
Bob
LikeLike
@Bob
Salam Pak Bob,
Boleh tahu, dana yang disimpan tersebut adalah dipotong dari gaji kemudian baru bisa diambil pada masa pensiun atau model yang setiap bulan memberikan penghasilan tertentu ?
Terima kasih
LikeLike
@ Pak Rudiyanto
Sumber dana nya merupakan uang warisan dari orang tua saya
Terima kasih
LikeLike
@Bob
Boleh tahu atas penempatan dana tersebut, bukti seperti apa yang dapatkan dari perusahaan dan apa nama instrumen yang digunakan ?
LikeLike
@Pak Rudiyanto,
Setiap bulanny saya mendapat bunga dari indolife pensiotama dan saya masukan bunga tersebut ke tabungan di bank lain.
Terima kasih
LikeLike
@Pak Rudiyanto,
Setiap jatuh tempo maka saya akan mendapat sertifikat jatuh tempo.
Nama instrumen ny kalau saya tdak salah adalah dana pensiun
Terima kasih
LikeLike
@Bob
Kalau begitu, menurut saya ini seperti anda meminjamkan uang ke Indolife dan mendapatkan bunga. Jika bentuknya seperti itu, menurut saya merupakan harta dan harus dilaporkan.
Atas pendapatan bunga juga merupakan objek pajak progresif, kecuali ada bukti potong dari Indolife yang menunjukkan bunga yang dibayarkan kena pajak final.
Dana pensiun merupakan objek pajak progresif, namun ada kebijakan dari pemerintah yang hanya mengenakan pajak untuk nilai di atas Rp 50 juta dengan 1 tarif yaitu 5%. Namun dana pensiun ini biasanya baru diterima oleh pensiunan pada usia pensiun normal yaitu 55 atau 56 tahun.
Kalau yang anda lakukan itu adalah investasi, hanya saja saya tidak jelas instrumen investainya apa.
Dalam konteks dana pensiun, yang bebas pajak adalah dana pensiun tersebut menempatkan dananya di deposito atau obligasi. Perihal pembayaran ke peserta merupakan objek pajak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Bob
Setahu saya tidak ada instrumen keuangan yang disebut Dana Pensiun. Perkiraan saya ini bentuknya pinjam meminjam. Anda meminjamkan uangnya ke Indolife dan membayarkan ke anda bunga sebagai bentuk kompensasi. Dan menurut saya merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai pajak progresif.
Namun karena saya bukan konsultan pajak, apabila ada dokumen legal dan dasar peraturan serta Undang-Undang dari perusahaan yang menunjukkan bahwa atas manfaat yang anda terima bukan objek pajak, ya silakan.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam Pak. Saya ingin menanyakan, bila ada harta yang saya peroleh tahun 1999 namun tidak saya cantumkan di lembar harta, apakah sy harus melakukan pembetulan SPT dari tahun 1999? Apakah bisa saya hny mencantumkan untuk SPT 2016 ini? Apa keuntungan dan kerugian dua opsi ini? Mohon bantuan. Terima kasih.
LikeLike
Salam pak Rudi,
Pak Rudi, mohon pendapatnya. Bagaimana jika pada SPT Maret 2016 saya lupa tidak mencantumkan reksadana pada daftar harta, sedangkan sekitar 30% dari dana itu merupakan penghasilan saya sebagai pegawai, sedangkan kira2 70% nya merupakan ‘hibah’/titipan dari orang tua. Saya cukup yakin porsi dari penghasilan saya telah dikenai PPh21. Namun yang dari orang tua memang mungkin belum dipotong pajak sebagaimana mestinya. Jika saya ikut Tax amnesty, maka atas seluruh nominal reksadana tersebut akan kena tarif tebusan, sehingga saya akan merasa dirugikan. Atas porsi penghasilan saya itu sebenarnya saya cukup yakin jika harus melakukan pembetulan SPT dan sampai diperiksa. Namun memang atas porsi dana orangtua perlu diungkap melalui TA. Apakah ada alternatif sehingga yang kena tarif bukan dari seluruh nominal reksadana? Karena pada kasus ini merupakan gabungan dari: penghasilan yang sebenarnya CLEAR yang telah kena PPh21 namun lupa di-declare, yang tergabung dengan dana titipan orang tua.
Terima kasih sebelumnya, pak Rudi.
LikeLike
@jose
Salam Bu Jose,
Kalau tidak salah pembetulan SPT itu maksimal 5 tahun ke belakang.
Kalau bicara untung rugi, kurang seperti ini :
Ikut Amnesti Pajak tapi tidak deklarasi harta yang dibeli tahun 1999, maka jika ketahuan, akan dikenakan sanksi maks 30% + denda 200% dari 30% sehingga totalnya bisa maks 90% dari nilai harta dengan harga pasar tahun 2015.
Tidak ikut Amnesti Pajak sama sekali, maka jika ketahuan, akan dikenakan sanksi maks 30% + denda 2% x 24 dari 30% atau maksimal 44.4% dari nilai harta perolehan pada tahun 1999. Tapi anda berpotensi diakan diperiksa pajak dan minta untuk dibuktikan seluruh penghasilannya yang bisa jadi dari tahun 1999, karena jika ada pidana pajak, maka tidak ada batasan tahun ke belakang yang bisa diperiksa.
Sekalipun pajak anda bersih, saran saya tetap ikut amnesti pajak karena saya pernah bertanya dengan konsultan, proses pemeriksanaan pajaknya seperti apa. Anda akan diminta untuk print mutasi tabungan selama beberapa tahun terakhir. Kemudian atas semua uang masuk ke tabungan tersebut, anda diminta untuk membuktikan asal usulnya darimana. Bisa saja praktek ini berbeda tergantung kantor pajak, tapi yang pernah ditangani pengalamannya seperti itu.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Budi
Salam Pak Budi,
Jika kasusnya demikian, maka saran saya :
1. Orang tua ikut amnesti pajak
2. Buat surat pernyataan di atas notaris bahwa dari dana tersebut 70% milik mereka dan 30% milik anda dan anda hanya bertindak sebagai kuasa. Surat ini akan berguna jika suatu saat anda diperiksa pajak
3. Di SPT anda dibetulkan dengan porsi 30%
4. Di SPT orang tua dideklarasikan amnesti pajak dengan porsi 70% ditambah lampiran tersebut
5. Dalam waktu 1 tahun, porsi 70% tersebut di redeem dan dibeli kembali menggunakan nama orang tua anda.
Jika menurut anda cukup merepotkan, maka satu-satunya jalan adalah anda ikut amnesti pajak atas nama kamu 100% dan minta orang tua anda urunan membayar uang tebusan kalau itu titipan. Kalau itu memang Hibah, ya sudah dibayar saja oleh kamu semua, toh uangnya juga untuk anda bukan?
Semoga bermanfaat.
LikeLike
@Rudiyanto
Terima kasih Pak Rudi, kalau boleh saya bertanya lagi:
– untuk surat pernyataan di atas, apakah maksudnya “di atas meterai” atau “di hadapan notaris”? Apakah pernyataan dengan surat bermeterai tanpa jasa notaris tidak cukup kuat? karena nilai reksadananya bisa dibilang kecil, sehingga (tergantung besaran jasa notaris yang akan timbul) beda uang tebusan 100% dibanding 70% bisa jadi tidak terlalu jauh dari jasa notaris tersebut.
– bagaimana jika supaya praktis, maka seluruh reksadana tersebut kami nyatakan sebagai harta orangtua dan diungkap pada TA orangtua. Namun, jika misalnya hingga akhir 2017, reksadana tersebut tidak kunjung di-redeem dan tetap atas nama saya, apakah ada sanksi atau resikonya?
Terima kasih sebelumnya, Pak Rudi.
LikeLike
Malam pak,
Saya mau tanya, saya lulus kuliah lalu dapat pekerjaan. Lalu saya membuat npwp. Namu saya hanya bekerja setahun, dari mei 2014 – april 2015. SPT th. 2015 saya sdh laporkan, namun SPT th. 2016 tdk saya laporkan, krn saya sdh kluar terlebih dahulu. Tapi stelah saya resign, saya lgsg meminta pihak kantor pajak utk menonaktifkan NPWP saya, krn skrg menganggur. Yang saya mau tanyakan:
– Apakah saya hrs melaporkan SPT th. 2016 tsb?? Krn sy masi menganggur.
– Lalu gaji saya selama bekerja, saya masukan ke MLD (Market Linked Deposit) itu juga saya urunan dengan sodara2 saya. Apakah itu juga hrs saya laporkan??
– Lalu saya baru saja ikut sekolah pasar modal dari IDX pada bulan April secara lgsg saya terdaftar di sekuritas yang berkerjasama dgn idx. Dan rekening saham saya baru jadi bln Juni. Apakah ini jg saya laporkan atau bagaimana? Saya deposit ke rekening saham sejumlah 4jt saja. Bagaimana menurut bapak? Mohon bantu jawabannya. Terima kasih. 🙂
LikeLike
Pak Rudi,
Saya mau tanya kalau model asuransi unit link bagaimana cara pendeklarasiannya. Untuk BPJS apakah juga dimasukkan ke tax amnesty? Terus terang karena saya mengertinya tabungan, deposito or pencairan unit link asuransi sudah dikenakan pajak maka tidak perlu dicantumkan sebagai harta di SPT.asuransi unit libk saya ikuti sejak saya belum mempunyai npwp
LikeLike
artikel nya sangat bermanfaat bagi orang awam yang sedang mencari informasi terkait tax amnesti. semoga tujuan pemerintah tercapai, amin. penjelasannya sangat detil
LikeLike
Salam kenal pak Rudi,
terkait dg TA, untuk asuransi link, yang dilaporkan premi atau akumulasi dana hasil perolehan pada Des 2015?Mohon penjelasannya,tmks
LikeLike
@Budi
Salam Pak Budi,
Salam pak Budi, sehubungan dengan pertanyaan anda :
– Kalau secara hukum, adalah lebih baik dibuat di hadapan notaris. Sebab kalau di atas materai, kan bisa dibuat oleh siapa saja dan kapan saja tanpa tahu apakah itu legal atau tidak.
– Jika itu yang dilakukan, maka orang tua anda tetap bayar tebusan dan uang tersebut tidak bisa dikembalikan. Dan kemudian hari, bisa saja amnesti pajak orang tua anda dibatalkan karena dianggap melakukan pengungkapan yang tidak benar.
Sementara, untuk anda apabila mengikuti amnesti pajak, atas nilai harta yang ditemukan tersebut dianggap penghasilan dengan tarif progresif maksimal 30% ditambah denda 200% dari tarif progresif atau setara 90% dari nilai reksa dana. Sementara jika anda tidak ikut amnesti pajak sama sekali, maka dikenakan tarif progresif maksimal 30% ditambah denda sesuai sanksi perundangan yang berlaku. Namun anda juga akan diperiksa pajaknya sampai 5 tahun terakhir atau lebih lama lagi apabila ada pidana pajak
Kalau memang nilainya tidak material dan sudah atas nama anda mengapa tidak di amnestikan atas nama anda saja? Pada saat dicairkan, anda bisa berikan kepada orang tua anda dalam bentuk hibah sehingga tidak kena pajak. Sebab hibah uang tunai itu tidak kena pajak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@retha
Salam Bu Retha,
Menjawab pertanyaan anda :
– Setahu saya tidak ada istilah non aktif NPWP. Kalau memang tidak bekerja dan resign, anda melaporkan penghasilan dengan angka nihil sehingga tidak bayar pajak. Jadi tetap lapor SPT 2016 di maret 2017 nanti
– Iya bu, itu termasuk harta kode 037 (derivatif)
– Saham dilaporkan sebagai harta dengan kode 031, kalau saldo di bank RDN itu tabungan.
Tapi karena diperolehnya 2016, dilaporkannya baru 2017 maret nanti.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Ratna Selistyowati
Salam Ibu Ratna,
Untuk unit link, setahu saya ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan nilai premi yang dibayarkan, ada pula yang mengatakan nilai tunai. Menurut pemahaman saya, unit link dilaporkan sebesar nilai tunai pada 31 Desember 2015. Sama seperti saham dan reksa dana.
BPJS tidak perlu dilaporkan karena pada saat nilai Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun anda terima, angka tersebut dipotong pajak final. Pembayaran BPJS berasal dari gaji bulanan kita, porsi gaji yang dimasukkan ke BPJS itu tidak bayar pajak karena ditangguhkan (defered). Potongnya baru pas waktu kita cairkan.
Saham, properti, reksa dana, dan semua harta lainnya, sepanjang belum dideklarasikan dalam SPt 2015, maka sebaiknya diamnestikan. Hal ini akan bermanfaat misalkan suatu hari anda membeli rumah senilai Rp 1 M, sementara penghasilan anda 1 tahun dilaporkan Rp 250 juta dan tidak ada utang. Anda bisa jelaskan bahwa sisanya yang Rp 750 juta berasal dari penjualan saham, obligasi, deposito dan reksa dana.
Kalau tidak demikian, maka anda akan dianggap memiliki penghasilan Rp 750 juta yang tidak dilaporkan dan dikenakan pajak hingga maksimal 30%.
Bagi yang belum punya NPWP, bisa ikut dengan mengajukan NPWP sekarang dan semua harta dianggap harta tambahan. Referensi bisa baca di http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/07/18/panin-asset-management-sebagai-gateway-repatriasi-pajak/
Semoga bermanfaat
LikeLike
@susi
Salam Kenal Ibu Susi,
Untuk amnesti pajak, menurut saya yang dilaporkan adalah nilai tunai per 31 Desember 2015.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam Pak Rudiyanto,
Saya Agus, saya memang tidak begitu paham mengenai pajak. Dengan penghasilan pas2san Saya setiap tahun selalu bayar pajak (SPT Tahunan) dengan dipandu dari kantor saya. Harta sudah saya laporkan (perhiasan, rumah kredit, motor, tabungan), dan apakah harta (dari jualan serabutan) yang di perolehan pertengahan 2015 dan tahun 2016 harus dilaporkan ke tax amnesty.
Terima kasih
LikeLike
@Agus Haryanto
Salam Pak Agus,
Untuk penjualan secara serabutan, harusnya itu keuntungan dan bukan harta. Dalam konteks amnesti pajak, yang ditebus adalah harta, bukan keuntungan / penghasilan. Jadi menurut saya hasil penjualan di 2015 tidak perlu dilaporkan kecuali atas penjualan tersebut anda memiliki harta dalam bentuk misalnya tanah, bangunan atau tabungan yang belum dilaporkan.
Untuk harta yang diperoleh 2016 tidak perlu ikut amnesti pajak, cukup diisi di SPT pada tahun 2017 nanti. Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam pak Rudiyanto,
Pak di form daftar harta yang berupa tabungan apakah harus ada fotocoy tabunganya
Terima kasih
LikeLike
Salam pak Rudiyanto,
Mau bertanya juga untuk ikut tax amnesty ini, apakah harta bergerak perlu dilaporkan juga pak?
Case saya diberi kendaraan oleh sepupu, sementara case saudara diberi kendaraan oleh orangtuanya.
Sementara untuk harta : rumah, tanah, asuransi, reksadana, deposito nilai yang dilaporkan apakah per 31 Desember 2015 ?
LikeLike
@ciusak
Salam Pak Ciusak,
Untuk semua harta termasuk tabungan tidak perlu dilampirkan bukti tapi cukup nomor rekeningnya saja. Bukti tersebut anda simpan seandainya ke depan ada pemeriksaan atau permintaan untuk klarifikasi data.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Dito
Salam Pak Dito,
Kendaraan termasuk Harta Bergerak yang bisa diamnestikan. Seandainya kendaraan tersebut suatu hari akan dijual dan bisa dijadikan uang, maka sebaiknya dilaporkan karena jika tidak akan dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan pajak progresif.
Kalau amnesti di anda dan masih nama orang lain, maka tetap bisa ikut amnesti namun ditambah pernyataan akan balik nama dalam 1 tahun terakhir. Jika tidak, ya diamnestikan di orang yang memberikan. Untuk anak yang belum punya NPWP, tidak perlu ikut amnesti apabila kendaraan sudah atas nama orang tuanya dan tercantum dalam SPT.
Untuk pertanyaan terakhir benar, menggunakan nilai pasar 31 Desember 2015. Untuk tanah adalah NJOP dinaikkan 5-20% dalam penafsiran saya dan diskusi dengan konsultan pajak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam Pak Rudiyanto,
Blognya bagus dan menarik saya untuk bertanya. Saya karyawan swasta baru bekerja 2 tahun. Penghasilan masih dibawah PTKP. Saya bikin tabungan pribadi untuk simpan penghasilan dari bekerja tiap bulannya dan ada tabungan dari hasil orang tua atas nama saya untuk menampung deposito yang cair atas nama saya. Apakah saya perlu membuat NPWP untuk ikut tax amnesti sementara penghasilan saya masih dibawah ptkp?
Jika ya saldo akhir tabungan per kpn yg di TA? Dan apakah tabungan pribadi dr gaji apkh perlu dilaporkan? Bgmn solusinya pak?
Kemudian pertanyaan lain kl kendaraan beli second atas nama org lain apkh perlu dimasukin TA, harga perolehannya per kpn yg ditulis? Apakah sesuai harga perolehan waktu membeli semisal beli motor tahun 2000
LikeLike
@Rudiyanto
Salam Pak Rudiyanto,
Terima kasih atas artikelnya yang sangat informatif dan bermanfaat. Kebetulan saya punya pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan dari bu jose di atas. Terkait jawaban Pak Rudi bahwa “pembetulan SPT itu maksimal 5 tahun ke belakang”, (1) apakah ini artinya jika ada harta yang kita miliki sejak sebelum 5 tahun yang lalu, kita kehilangan opsi untuk melakukan pembetulan SPT?
Selain itu, saya juga mendapatkan informasi bahwa pembetulan SPT dapat dilakukan “sepanjang terhadap SPT yang akan dibetulkan tersebut belum dilakukan tindakan pemeriksaan, tindakan verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak dan tindakan pemeriksaan bukti permulaan terbuka” (kecuali untuk kasus lebih bayar/rugi, batasnya adalah 2 tahun sebelum daluarsa penetapan. Sumber: http://spt-pajak.com/batas-waktu-pembetulan-spt-masih-dapat-dilakukan.html
(2) Bukankah ini berarti pembetulan SPT tidak terbatas hanya sampai 5 tahun ke belakang?
Pertanyaan terakhir saya, (3) apakah Pak Rudi memiliki referensi mengenai prosedur pembetulan SPT ini?
Semoga Pak Rudi berkenan memberikan pencerahannya lagi. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas waktunya.
LikeLike
@christ
Salam Pak Christ,
Terima kasih atas kunjugannya ke blog ini.
Sehubungan dengan pertanyaan anda
1. Apabila anda memiliki penghasilan walaupun saat ini masih di bawah PTKP adalah sebaiknya anda membuat NPWP karena sudah merupakan subjek pajak. Sebagai karyawan, tentu penghasilan anda harus dilaporkan dan dipotong pajak apabila sudah di atas PTKP. Ketika masih di bawah, tetap dilaporkan tapi pajak yang dibayarkan nihil.
Tentu anda tidak mau terus menerus penghasilan di bawah PTKP bukan?
Dengan memiliki NPWP dan melaporkan penghasilan anda meskipun pajak, maka anda bisa buktikan bahwa tabungan yang anda miliki tersebut berasal dari pendapatan yang telah dibayarkan pajaknya.
2. Untuk kasus deposito orang tua yang dititipkan menggunakan nama anda :
A. Jika memang itu harta orang tua maka perlu diamnestikan di SPT orang tua. Apabila mau tetap menggunakan nama kamu, bisa dengan membuat surat pernyataan bahwa rekening atas nama tersebut adalah milik orang tua. Hal ini sebagai bekal bagi kamu seandainya diperiksa pajak dan ditemukan rekening tersebut.
B. Jika deposito tersebut merupakan harta yang dihibahkan atas nama kamu, maka berdasarkan peraturan pajak http://www.pajak.go.id/sites/default/files/PER-11-PJ-2016.pdf pasal 2, bukan merupakan objek pajak pengampunan apabila penerima hibah pada berpenghasilan di bawah PTKP dan sudah tercantum di SPT orang tua. Kalau di SPT orang tua sebelumnya tidak ada, maka merupakan objek pajak dan bayar tebusan.
3. Saldo yang perlu dilaporkan adalah per 31 Desember 2015, termasuk tabungan untuk menerima gaji. Untuk deposito bisa nilai nominalnya saja.
4. Kendaraan termasuk yang bisa diamnestikan. Tapi nilainya pakai kira2 saja, kalau misalkan sekarang dijual harganya berapa. Kalau misalkan sudah tidak ada harganya, maka diamnestikan dengan nilai sangat kecil atau tidak dalam pandangan pribadi saya tidak apa2. Yang perlu diamnestikan adalah apabila dijual nanti punya nilai yang signifikan sehingga bisa dibuktikan di penghasilan anda.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Arief
Salam Pak Arief,
Untuk yang periode pembetulan 5 tahun tersebut, bisa anda baca bahwa ada masa kadaluwarsa untuk pembetulan. Di link http://spt-pajak.com/batas-waktu-pembetulan-spt-masih-dapat-dilakukan.html disebut masa kadaluwarsa adalah 5 tahun. Untuk memastikan silakan menggunakan jasa konsultan pajak atau datang ke kantor pajak.
Untuk prosedurnya sendiri saya sendiri tidak tahu, tapi harusnya anda bisa bertanya langsung ke kantor pajak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Dear Pak Rudiyanto,
Saya ingin menanyakan sebuah contoh kasus :
Misalkan saya mempunyai asset property yang belum saya tulis pada daftar harta di SPT 2015, dan tahun perolehan asset tersebut adalah tahun 2011. Kemudian saya hendak melakukan pembetulan SPT untuk hal ini. Pertanyaan saya :
1. Apakah saya perlu membuat pembetulan SPT dari tahun 2011-2015 atau cukup pembetulan SPT 2015 saja ?
2. Apakah pembetulan SPT harus dilakukan secara online mengingat mulai SPT 2015 sudah dibuat secara online, sedangkan sebelumnya masih manual ?
3. Bagaimanakah prosedur dan tata laksana yang benar kalau ingin melakukan pembetulan SPT ? Mohon dapat dijelaskan dari langkah awal sampai akhir.
Terima kasih banyak.
LikeLike
Pa Rudiyanto
Apreciate untuk berbagi ilmunya sehingga kami dapat pula menjelaskan kepada karyawan.
Regards & GBU
Rosa
LikeLike
Salam Pak Rudi
Saya adalah seorang karyawan, mau ikut Tax Amnesty.
Saya mempunyai Deposit Account di broker Online luar negeri OptionsXpress (USA).
Apakah harta ini termasuk harta yang berada diluar negeri?.
Jika deposit tsb dideklarasikan dengan kode harta apa ?.
Mohon bantuan jawabannya. Terima Kasih
LikeLike
@Ben
Salam Pak Ben,
Terus terang karena saya bukan konsultan pajak, tata cara secara teknis tidak saya pahami. Untuk kasus anda di atas, ada kemungkinan harus dibetulkan dari 2011 karena jika tahun perolehannya di tahun 2011, maka yang 2012 – 2015 juga sudah salah. Selain itu ada risiko anda kurang bayar pajak dan menjadi objek pemeriksaan.
Untuk detailnya silakan menghubungi konsultan pajak atau AR di kantor pajak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Rachman
Salam Pak Rachman,
Benar pak, untuk Option masuk dalam kategori INSTRUMEN DERIVATIF (RIGHT, WARRAN, KONTRAK BERJANGKA, OPSI) yang menggunakan kode 037. Untuk detailnya bisa baca http://www.pajak.go.id/sites/default/files/TEMPLATE%20DAFTAR%20HARTA%20UTANG%20V.2%2027_07_2016.xlsx bagian referensi
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam pak Rudiyanto…
sy seorang wirausaha, ingin ikut tax amnesty, ada bbrp poin yg ingin saya tanyakan:
1. untuk pelaporan harta berupa deposito rupiah dan tabungan dibank, apa aja dokumen yg harus dilengkapi dlm pelaporan harta pengampunan tsb?
2. apakah saya bisa ikut jenis tax amnesty umkm, sy bergerak di usaha pengadaan barang dgn omzet dibawah 2m/tahun.. syarat2 jenis usaha apa aja yg termasuk umkm?
mohon kiranya berkenan dijawab…terimakasih…
LikeLike
@David
Salam Pak David,
Sehubungan dengan pertanyaan anda :
1. Untuk harta tidak perlu disertakan bukti atau dokumen pak. Cukup dicantumkan nomor rekening dan nomor sertifikat deposito. Kalaupun mau, dokumen tersebut bisa anda kumpulkan dan filing dengan rapi di rumah seandainya suatu saat ada pemeriksaan dokumennya sudah tersedia.
2. Syarat untuk termasuk UMKM adalah:
1. Badan atau perorangan; DAN
2. Omset di bawah 4,8 M pada tahun 2015; DAN
3. Tidak menerima gaji (yang ada potongan pph); DAN
4. Bukan pekerja bebas (agen asuransi, agen properti, konsultan)
Jadi harus memenuhi keempat persyaratan di atas. Jenis usaha apa tidak menjadi dasar apakah masuk UMKM atau tidak.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Salam Pak Rudiyanto,
Saya mau tanya, jika orang tua membelikan rumah untuk anak pada tahun 2016 (dengan penghasilan yg ikut tax amnesty), bagaimana pencatatan pada SPT orang tua dan SPT anak pada tahun 2016?. Mohon pencerahan dari Bapak. Terima kasih sebelumnya.
LikeLike
@Eva
Selamat Siang Ibu Eva,
Kalau menurut saya mungkin bisa seperti ini
Harta Orang Tua (Sebelum Amnesti)
Tanah Rp 2 M
Apartement Rp 1 M
Tabungan Rp 1 M
Deposito Rp 1 M
Total semuanya Rp 5 M
Kemudian Harta Orang Tua setelah ikut amnesti menjadi
Tanah Rp 2 M
Apartement Rp 1 M
Tabungan Rp 1 M
Deposito Rp 1 M
Reksa Dana Rp 5 M
Total semuanya Rp 10 M
Kemudian Harta Anak 2015 (karena baru kerja)
Tabungan Rp 20 juta
Reksa dana Rp 10 juta
Pada tahun 2016 dari orang tua untuk anak sebesar Rp 3 M (menggunakan uang pencairan reksa dana).
Maka SPT Anak di tahun 2016
Penghasilan yang kena pajak progresif xx juta (sesuai gaji)
Penghasilan bukan objek pajak Rp 3 M (dalam bentuk hibah tunai dari orang tua)
Harta Anak 2016
Tabungan Rp 20 juta
Reksa dana Rp 10 juta
Rumah Rp 3 M
Dengan adanya hibah tunai Rp 3 M menjadi justifikasi mengapa dengan gaji yang ada bisa beli rumah. Karena nilainya material, sebainya ada surat antara orang tua dengan anak terkait hibah tersebut.
Laporan SPT Orang Tua
Penghasilan (sesuai dengan penerimaan yang sebenarnya)
Hibah tunai tidak perlu dilampirkan dalam SPT karena memang tidak tersedia kolom untuk hal tersebut. Cukup dokumen dipegang apabila ada pemeriksaan
Harta Orang Tua 2016
Tanah Rp 2 M
Apartement Rp 1 M
Tabungan Rp 1 M
Deposito Rp 1 M
Reksa Dana Rp 2 M (karena dihibahkan ke anak Rp 3 M)
Total semuanya Rp 7 M
Semoga bermanfaat
LikeLike
Siang Pak Rudi,
Terima kasih atas jawabannya.
sebaiknya ada surat antara orang tua dengan anak terkait hibah tersebut, ini berupa apa ya Pak . Apakah yg dimaksud akte hibah yg dibuat oleh notaris atau bisa di atas materai saja.
Terima kasih atas jawabannya Pak.
LikeLike
@Eva
Salam Bu Eva,
Kalau nilainya signifikan memang ada baiknya di depan notaris. Namun dengan surat antara orang tua dan anak yang dihadiri dengan saksi dan bermeterai itu juga cukup. Kesannya memang kurang baik dari sisi keluarga, ibaratnya orang tua mau kasih uang ke anak saja sampai harus demikian, namun dari sisi perpajakan, ini akan melindungi anak di masa mendatang.
Semoga bermanfaat
LikeLike