Pada tanggal 18 Juli 2016, pemerintah melalui Kementerian Keuangan meminta kesediaan dari 3 jenis lembaga jasa keuangan yang memenuhi syarat untuk menjadi Gateway (pintu masuk) bagi wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi pajak. Panin Asset Management merupakan salah satu lembaga keuangan yang dipercaya untuk menjadi Gateway dalam program Amnesti Pajak. Tidak hanya itu, Bank Panin dan Panin Sekuritas yang merupakan Agen Penjual daripada reksa dana Panin Asset Management juga ikut menjadi Gateway dari kategori Bank dan perusahaan sekuritas.
Melalui kesempatan ini, mewakili perusahaan, saya ingin mengucapkan kepada terima kasih kepada regulator dalam hal ini OJK dan Kementerian Keuangan atas kesempatan yang diberikan. Ucapan terima kasih ini juga saya berikan kepada bapak ibu sekalian yang menjadi investor setia Panin Asset Management, tanpa partisipasi bapak ibu sekalian tidak mungkin kami bisa mendapatkan kepercayaan ini.
Sebagai Gateway, selain membantu wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi pajak dari harta luar negeri, Panin Asset Management juga akan mensukseskan program Amnesti Pajak pemerintah dalam bentuk edukasi kepada masyarakat. Sebagai gambaran, latar belakang, perhitungan tarif tebusan dan tata cara dari pelaksanaan UU ini sebagai berikut
Ungkap – Tebus – Lega
- Ungkap adalah sebuah pernyaan dari Wajib Pajak untuk bersedia melaporkan seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan atau di luar negeri, yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh terakhir. Belum dilaporkannya kekayaan tersebut bisa dikarenakan kelalaian atau keadaan di luar kekuasaan yang dialami Wajib Pajak sehingga kolom Harta dan Utang dalam SPT Tahunan PPh belum diisi dengan benar, lengkap dan jelas
- Tebus adalah pembayaran sejumlah uang ke kas negara untuk mendapatkan Amnesti Pajak yang seharusnya terutang dari pengungkapan kekayaan yang dilakukan oleh wajib pajak kepada Direktorat Jendral Pajak. Uang Tebusan atas Amnesti Pajak dihitung dengan cara mengalikan tarif Uang Tebusan dengan Nilai Harta Bersih yang telah diungkapkan oleh wajib pajak
- Lega adalah sebuah perusahaan yang nantinya akan menaungi wajib pajak manakala mereka telah memanfaatkan Pengampunan Pajak. Dengan diterimanya Pengampunan Pajak, Wajib Pajak akan mendapatkan penghapusan atas pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum 31 Desember 2015
Apa manfaat dari Amnesti Pajak ini ?
Secara langsung, Amnesti Pajak akan bermanfaat bagi negara dalam hal reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak di masa mendatang. Bagi masyarakat, manfaat diterima secara tidak langsung dalam bentuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang nantinya akan dinikmati oleh masyarakat.
Apa keuntungan apabila mengikut program Amnesti Pajak ?
Terdapat banyak sekali pertanyaan masyarakat tentang amnesti pajak, termasuk kekhawatiran bahwa Amnesti Pajak akan menjadi “jebakan betmen” untuk pembayaran pajak di luar dugaan ke depan. Untuk itu, pemerintah telah memberikan jaminan baik isi Undang-Undang Amnesti Pajak seperti :
- Penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Misalkan anda memiliki Kos-kosan di Indonesia yang belum dilaporkan dalam SPT 2015. Kos-kosan tersebut telah memberikan pendapatan sewa bagi anda selama bertahun-tahun. Apakah pendapatan sewa yang lama tersebut juga harus dibayarkan pajaknya? Dalam hal ini, karena disebut Amnesti atau Pengampunan, maka investor yang melakukan Deklarasi Pajak “diampuni” dari kewajiban pajak penghasilan sewa di masa lalu dengan membayarkan tarif tebusan.
- Bentuk “pengampunan” itu adalah tidak dikenai Sanksi Administrasi yang besarnya bisa menjadi 2% per bulan, sanksi pidana perpajakan karena tidak melaporkan sesuai kondisi yang sebenarnya. Dirjen Pajak juga tidak akan melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan. Untuk proses yang sudah terlanjur berlangsung maka akan dihentikan
- Atas seluruh informasi harta yang telah dideklarasikan adalah bersifat rahasia yang tidak dapat dijadikan sebagai bukti oleh penegak hukum. Informasi ini hanya bisa dibuka atas persetujuan dari wajib pajak sendiri dan tidak dapat dipaksa oleh siapapun dan berdasarkan undang-undang apapun. Pihak yang membocorkan data wajib pajak akan dikenakan pidana dengan hukuman maksimal 5 tahun.
- Untuk harta yang selama ini “meminjam” nama orang lain, maka untuk melakukan balik nama dibebaskan pajak penghasilan. Misalkan selama ini rumah yang dimiliki meminjam nama supir, maka wajib pajak bisa datang ke notaris bersama si supir dan kemudian melakukan balik nama. Dalam kondisi normal, balik nama akan dikenakan pajak penghasilan 5% dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) 5%. Dalam konteks Amnesti Pajak, investor cukup hanya membayar 5% BPHTB saja. Dalam konteks harta yang dimiliki adalah saham, maka pada saat melakukan balik nama, maka Pajak Penghasilan 0.1% yang biasanya terdapat dalam biaya transaksi jual juga akan dibebaskan.
Meski demikian, tidak seluruh orang dapat memanfaatkan Amnesti Pajak. Yang dikecualikan adalah
Untuk mengikuti program Amnesti Pajak, ada 2 langkah yang harus dilakukan yaitu :
Cara untuk mengungkapkan harta adalah mengisi daftar harta yang ada dalam SPT Tahun 2015 berdasarkan data yang sebenarnya. Kemudian selisih harta SPT Tahun 2015 yang hartanya masih belum menyeluruh dengan SPT Tahun 2015 yang hartanya telah lengkap atau disebut dengan Harta Tambahan inilah yang menjadi perhitungan besaran tarif tebusan yang harus dibayar. Sebagai informasi, selisih Harta Tambahan yang digunakan adalah selisih harta bersih yaitu harta dikurangi dengan hutang.
Untuk perhitungan Harta menggunakan ketentuan sebagai berikut
Utang yang bisa digunakan sebagai pengurang menggunakan ketentuan sebagai berikut
Setelah selesai dengan langkah pertama, selanjutnya adalah langkah kedua yaitu membayar Tarif Tebusan
Besaran tarif tebusan dibagi menjadi
- Deklarasi atas Aset di dalam negeri dan Repatrasi atas Aset di luar negeri
- Deklarasi atas Aset di luar negeri
- Deklarasi atas Aset untuk UMKM
Atas aset luar negeri yang diungkapkan dan direpatriasi ke dalam negeri wajib diinvestasi dalam instrumen yang ditunjuk minimal 3 tahun dalam wilayah NKRI. Untuk repatrasi dilakukan melalui Gateway yang ditunjuk oleh kementerian keuangan yaitu:
Selanjutnya dana repatrasi bisa diinvestasi melalui instrumen investasi baik di sektor riil seperti Properti ataupun sektor keuangan seperti Deposito, Surat Utang Negara, Surat Utang Korporasi, Saham dan Reksa Dana dalam wilayah NKRI selama 3 tahun.
Panin Asset Management merupakan salah satu Manajer Investasi yang terpilih menjadi Gateway dari sisi Manajer Investasi. Wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi pajak atau ingin berkonsultasi mengenai Amnesti Pajak bisa menghubungi
Panin Asset Management memiliki produk yang lengkap mulai dari :
- Reksa Dana Pasar Uang : Panin Dana Likuid
- Reksa Dana Pendapatan Tetap : Panin Dana Utama Plus 2
- Reksa Dana Berdividen : Panin Dana Pendapatan Berkala
- Reksa Dana Campuran : Panin Dana Prioritas, Panin Dana Unggulan dan Panin Dana Bersama Plus
- Reksa Dana Syariah : Panin Dana Syariah Berimbang dan Panin Dana Syariah Saham
- Reksa Dana US Dollar : Panin Dana US Dollar
- Reksa Dana Saham : Panin Dana Maksima, Panin Dana Prima, Panin Dana Ultima, Panin Dana Infrastruktur Bertumbuh dan Panin Dana Teladan
Apabila Wajib Pajak memiliki dana relatif besar dan berminat untuk membuat reksa dana tersendiri bisa menghubungi helpdesk Amnesti Pajak Panin Asset Management
Seiring dengan perkembangan, pelaksanaan Amnesti Pajak juga mendapatkan banyak pertanyaan dari nasabah. Sebagaimana yang kita baca belakangan ini, muncul isu yang menyatakan bahwa perusahaan di luar negeri meminta nasabahnya untuk melakukan deklarasi saja dan bukannya repatriasi dengan membayarkan 4% biaya deklarasi tersebut. Muncul pertanyaan, apakah itu berarti untuk investasi di luar negeri cukup dideklarasikan saja tapi tidak perlu diinvestasikan di dalam negeri. Ada juga investor yang bertanya-tanya, di antara demikian banyak instrumen yang tersedia, manakah yang paling ideal ?
Wajib Pajak perlu menyadari bahwa kewajiban perpajakan tidak hanya berhenti ketika sudah melakukan repatriasi dan deklarasi pajak. Pada tahun-tahun mendatang, apabila dari harta yang dimiliki ternyata memberikan penghasilan bagi wajib pajak, maka penghasilan tersebut harus dilaporkan dalam SPT dan dibayar pajaknya sesuai dengan ketentuan.
Ada penghasilan yang kena pajak progresif hingga 30% seperti gaji, penghasilan, upah, honor, keuntungan dari pengalihan harta, termasuk juga keuntungan dari kegiatan investasi di luar negeri. Dengan demikian, untuk konteks harta luar negeri yang dideklarasi saja, tetapi tidak direpatriasi, wajib pajak harus menyadari bahwa atas keuntungan yang dihasilkan di luar negeri merupakan objek pajak penghasilan yang terkena tarif progresif hingga 30%. Apabila di luar negeri sudah dipotong pajak, tetap tidak menghilangkan kewajiban pajak tersebut, hanya pajak yang telah dibayarkan dapat digunakan sebagai pengurang dengan catatan ada kerjasama pajak (tax treaty) antara Indonesia dengan negara tujuan.
Ada penghasilan yang kena pajak final seperti bunga deposito; kupon, diskonto, dan capital gain obligasi; pendapatan sewa; transaksi penjualan saham; dan penghasilan yang terkena objek pajak lainnya sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan. Untuk repatrasi yang ditujukan pada investasi deposito, obligasi dan saham akan terkena pajak final namun biasanya investor tidak terlalu merasakan karena dipotong langsung. Namun jika harus dibayarkan lagi, maka wajib pajak perlu menyisihkan dana tersendiri untuk membayar kewajiban tersebut.
Ada juga penghasilan yang bukan objek pajak, salah satunya yaitu reksa dana. Reksa dana merupakan keuntungan yang berasal dari kontrak investasi kolektif dan menjadi salah satu pengecualian dari objek pajak. Dengan demikian, wajib pajak yang merepatriasikan melalui reksa dana, tidak perlu membayar pajak atas keuntungan di masa depan sehingga bukan merupakan objek pajak.
Terkait status pajak reksa dana, memang masih terdapat pertanyaan tentang hal tersebut. Sebagai referensi, reksa dana bukan objek pajak dapat dilihat di
1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 3 Point (i) yang bunyinya sebagai berikut : Yang dikecualikan dari objek pajak adalah sebagai berikut bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Referensi http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013-00%20Mobile.pdf
2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Pasal 18 yang berbunyi Reksa Dana dapat berbentuk : a.Perseroan; atau b. kontrak investasi kolektif. Referensi http://www.ojk.go.id/…/undang-undang/Documents/313.pdf
Bagaimana jika Wajib Pajak memiliki harta yang belum dilaporkan namun tidak mengikuti Amnesti Pajak ?
Bagaimana jika mengikuti Amnesti pajak namun tidak dilaporkan seluruhnya ?
Mengapa harus mengikuti Amnesti Pajak sekarang ?
Demikian penjelasan tentang Amnesti Pajak. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut bisa bertanya melalui forum ini ataupun bertanya ke Helpdesk Amnesti Pajak Panin Asset Management di
Semoga bermanfaat
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Sumber Gambar : Materi Presentasi Sosialisasi Tax Amnesti IDX dan Dirjen Pajak
Pa Rudy,
Saya berencana ikut tax amnesty untuk memasukkan barang2 inventaris toko yang selama ini belum tercatat. Bagaimana perhitungan nilai wajarnya? Apakah terserah WP? Karena saya kesulitan mencantumkan bukti pendukung karena jumlah barang yang begitu banyak dan selama ini saya tidak melakukan pencatatan barang dagangan.
Terima kasih
LikeLike
Dear Pak Rudy,
saya tinggal dan kerja di luar Indonesia , tapi investasi di RD , Saham Indonesia , tidak punya NPWP pula , karena sering cek , ndak perlu buat juga tidak apa-apa … karena saya memang buatpun pasti gak kena pajak .
Boleh tau Pak case seperti saya ini perlu buat NPWP dan ikut tax amnesty ini kah ? jika tidak konsekuensinya bgmn yah ?
Terima kasih
LikeLike
@arya
Salam Pak Arya,
Untuk amnesti pajak ada yang perorangan dan ada yang utk UMKM. Jika anda berencana melakukan deklarasi atas barang dagangan, saran saya anda lakukan amnesti atas nama UMKM. Untuk harga wajar, sepengetahuan saya adalah menggunakan harga wajar per akhir tahun 2015 berdasarkan wajib pajak. Jika pencatatannya tidak lengkap, anda bisa membuat perkiraan yang dilengkapi dengan data pembanding. Saya kurang begitu tahu untuk yang UMKM, tapi untuk yang perorangan, perkiraan nilai harta untuk yang tidak ada bukti / pencatatannya perlu dibuat Surat Pengakuan Harta di depan notaris.
Untuk lebih lengkapnya saran saya anda berkomunikasi dengan konsultan pajak untuk perencanaan pajak ke depan usaha UMKM anda.
Semoga bermanfaat.
LikeLike
@Tom
Salam Pak Tom,
Setahu saya apabila merupakan warga negara Indonesia maka adalah wajib untuk memiliki NPWP meskipun tinggal dan bekerja di luar negeri.
Saat ini NPWP juga sudah menjadi dokumen wajib untuk kegiatan transaksi seperti pembelian properti, pembukaan rekening bank dan pembukaan rekening RDN (Rekening Dana Nasabah) di perusahaan sekuritas. Apabila terlanjur bisa membuka tanpa NPWP, perkiraan saya akan meminta anda untuk melakukan pengkinian data dengan melengkapi data NPWP tersebut.
Untuk reksa dana, memang masih belum menjadi kewajiban, namun rekening tabungan untuk menampung apabila anda melakukan redemption reksa dana sudah diwajibkan.
Apa dampaknya apabila anda tidak memiliki NPWP ? perkiraan saya :
– Anda akan diminta oleh perusahaan keuangan untuk melengkapi dan apabila tidak lengkap, bisa jadi ada kesulitan dalam melakukan transaksi
– Anda tidak bisa membeli aset properti krn tidak bisa mengurus surat-surat jika tidak memiliki NPWP
– Pada saat perpajakan sudah bisa mengakses data di perbankan dan di luar negeri dan ditemukan ada harta yang tidak dilaporkan penghasilannya, maka atas harta tersebut akan dianggap sebagai harta dan dikenakan tarif progresif hingga 30% ditambah dengan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku
– Anda tidak bisa tenang karena tidak tahu kapan harta anda bisa menjadi temuan pajak atau tidak
Jadi saran saya sebaiknya anda ikut dalam amnesti pajak yang cuma sekali dalam seumur hidup ini.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Pak Rudy,
Saya kerja di luar negri /TKI, sebagai TKI tinggal di luar negeri lebih dari 180 hari per tahun maka gaji saya di luar negeri bukan object pajak indonesia dan kalo saya punya aset di luar negeri misal apartemen apakah harus dilaporkan juga di spt pajak ?
dan juga investasi di indonesia seperti reksadana dan deposito juga bukan object karna hasil yg saya terima sudah di potong pajak .
Kalopun di laporkan di spt pajak berarti cuma NIHIL.
Apakah pengertian saya benar ???
LikeLike
@Kurniawan
Selamat Siang Pak Kurniawan,
Karena saya bukanlah konsultan pajak yang bersertifikasi, maka saya akan menggunakan acuan dari peraturan perpajakan yang saya ketahui.
Berdasarkan PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER – 2/PJ/2009 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI PEKERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Pasal 2
Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.
Pasal 3
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.
Pasal 4
Dalam hal Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
Referensi :
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&hlm=68&page=show&id=13564
Dari penafsiran saya :
1. Pendapatan dari luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, berarti tidak serta merta sebagai TKI anda bebas pajak, tapi juga menunjukkan bahwa anda telah membayar pajak di luar negeri. Jika tidak, berarti tidak memenuhi syarat utk tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia. Kemudian, meski sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, apabila terdapat penghasilan di Indonesia, misalkan anda buka usaha dan dikelola dari luar, maka porsi penghasilan dari Indonesia tetap dikenakan pajak.
2. Meski tidak kena pajak, penghasilan tetap harus dilaporkan dengan mencantumkan syarat di atas. Apakah angkanya Nihil atau tidak bisa dipastikan ke petugas pajak.
3. Pelaporan dalam SPT tidak hanya pendapatan, tapi juga harta dan utang. Dengan demikian, aset juga harus dilaporkan dalam SPT. Hal ini berlaku untuk aset di dalam dan di luar negeri.
Demikian penafsiran saya atas peraturan, apabila ada peraturan baru atau penafsiran yang lain, maka dipersilakan untuk memberikan masukan.
Terima kasih
LikeLike
Dear Pak Rudy,
Saya mempunyai investasi dalam bentuk reksadana campuran. Apakah reksadana tersebut diwajibkan untuk diikutkan dalam tax amnesty jika belum terdaftar dalam SPT saya tahun lalu?
Terima kasih
LikeLike
@Johnny
Salam Pak Johnny,
Jika kasusnya demikian, perlu pak. Dicantumkan dalam SPT amnesti pajak dengan nilai pasar pada akhir 2015. Apabila anda membutuhkan datanya bisa meminta ke manajer investasi / agen penjual atau menggunakan laporan bulanan yang dikirimkan secara rutin.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Dear Pak Rudy,
Mohon saran dan penjelasannya :
1. Saya ada properti yang dibeli tahun 2014 tapi masih dalam cicilan developer yang akan berakhir tahun depan 2017, yang baru keluar adalah PPJB. Apakah perlu saya masukkan dalam laporan Tax amnesty ? Bila ya, berapa nilai nominal yang perlu saya cantumkan ? apakah sesuai saat harga penjualan saat itu atau sesuai dengan cicilan sampai saat ini ?
2. Kemudian, bila saya ada juga properti yang dibeli yang sudah lunas tahun lalu tp belum dilaporkan, dalam TA, nilai nominal yang saya laporkan apakah harus sesuai nilai jual tahun ini atau sesuai harga saaat pembelian ? bila kita mencantumkan harga estimasi yang lebih rendah dari nilai sebenarnya, bagaimana resiko ke depannya ? apakah masih akan ditelusuri atau diungkit ?
3. Apakah aset2 keperluan pribadi seperti TV, sofa, laptop, mobil dll, perlu dilaporkan sebagai harta dalam Tax amnesty bila sebelumnya belum dilaporkan ?
4. Bila saya punya dana di Luar Negeri, apakah sebaiknya repatriasi 50 % atau seluruhnya ? Mengingat kondisi perekonomian di Indonesia yang belum stabil.
Mohon Pencerahannya Pak Rudy
Terima kasih
LikeLike
Dear Pak Rudy,
Mohon pencerahan dan sarannya bila ada skenario seperti dibawah ini dalam hubungannya dengan TAx amnesty :
A : WNI
B : WNI kerja diluar negeri
1. Punya rekening bank di Indonesia atas nama A (primary) dan B (secondary), dalam hal pelaporan pajak dan Tax amnesty (bila sebelumnya belum dilaporkan), apakah A saja yang harus lapor atau perlu dimasukkan B juga ?
2. Bila A dulunya pernah kerja di luar negeri dan punya penghasilan serta bank account di luar negeri dan saat ini sudah kerja di Indonesia, apakah bank account yang ada luar negeri perlu dilaporkan seluruhnya atau hanya interest-nya saja dilaporkan dengan kurun waktu hanya 5 tahun ke belakang ? Mengingat, kalau tidak salah, Indonesia menganut ‘daluarsa”.
Terima kasih pak Rudy.
LikeLike
@Robert
Salam Pak Robert,
Untuk pertanyaan anda :
1. Untuk PPJB, sudah bisa diakui sebagai harta dalam amnesti pajak. Untuk nilainya, sesuai dengan Undang-Undang yang bunyinya sangat abu2, yaitu “Harga Wajar Menurut Wajib Pajak Sendiri”. Ada yang berpendapat menggunakan harga perolehan ada pula yang berpendapat menggunakan harga pasar. Berdasarkan diskusi dengan konsultan pajak, sebaiknya menggunakan NJOP dinaikkan 5 – 20%. Apabila rumah anda belum selesai dibangun, maka bisa menggunakan harga beli anda. Misalkan anda beli Rp 3 M, sudah cicil 2 M, maka sisa Rp 1M menjadi hutang sehingga anda bayar tebusan dari Rp 3 M – Rp 1 M = Rp 2 M.
2. Sebagaimana sudah dijelaskan yaitu menggunakan NJOP 2015 dinaikkan 5 – 20%. Dimana sesuai amanat Undang-Undang, wajib pajak diminta untuk mendeklarasikan harta dengan nilai yang wajar. Apabila nilainya sangat tidak wajar, misalkan menggunakan harga beli puluhan tahun yang lalu yang sangat kecil, bisa berpotensi menyebabkan pengajuan amnesti pajak anda diminta untuk diperbaiki. Untuk diungkit seharusnya tidak karena dengan mengikuti amnesti pajak, maka 2015 ke bawah ibaratnya sudah dicuci bersih, sehingga tidak akan diperiksa lagi. Hanya saja jika nilainya terlalu kecil, bisa menyebabkan pengajuan anda dikembalikan untuk diperbaiki.
Yang harus anda perhatikan adalah untuk pelaporan SPT 2016. Misalkan anda cicil rumah Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun, berarti anda memiliki penghasilan di atas angka tersebut. Tentu orang pajak tidak akan percaya kalau anda lapor penghasilan anda di 2016 hanya Rp 200 juta saja karena masih memperhitungkan biaya hidup dan biaya lain2.
3. Kalau di formulir SPT memang tersedia kode-kode untuk harta-harta berbentuk elektronik dan peralatan tersebut. Sesuai dengan itu, jika mau dilaporkan bisa. Namun menurut saya, itu perlu dilaporkan apabila harta tersebut suatu saat dijual, memiliki nilai yang bisa anda gunakan untuk membeli harta baru. Jika nilai jualnya sudah tidak ada, menurut saya tidak perlu dilaporkan.
Jika anda merasa SPT anda sudah sempurna dimana harta dan penghasilan sudah bersih, maka agar tidak diperiksa oleh petugas pajak atau sebagai bentuk partisipasi atas program pemerintah, anda bisa ikut dengan mengamnestikan peralatan rumah tangga dan elektronik.
4. Kalau utk hal itu ada 2 pendekatan pak. Pertama secara pajak, adalah lebih menguntungkan jika anda merepatriasikan 100% dana ke Indonesia karena nantinya atas harta di luar negeri, maka atas penghasilannya dikenakan pajak progresif. Misalkan anda punya deposito USD 1 Juta dengan bunga 2% atau 20.000 USD per tahun, maka ketika anda isi SPT 2016, pendapatan 20.000 USD atau Rp 260.000.000. Atas pendapatan tersebut akan direkapitulasikan dalam pendapatan tahunan bapak dan dikenakan pajak progresif hingga 30% apabila nilai totalnya di atas 500 juta. Kalau ditempatkan di Indonesia, maka atas bunga deposito sudah kena pajak final dan tidak dihitung progresif lagi.
Pendekatan kedua adalah soal outlook. Jika ternyata outlook Indonesia positif, sebagaimana saya cerita dalam http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/08/12/update-pasar-panin-asset-management-agustus-2016/, maka adalah lebih menguntungkan jika diletakkan di Indonesia.
Namun saya mengerti juga, dari banyak pertemuan saya mendapatkan informasi bahwa masih ada orang yang pernah berpengalaman melewati 97/98 merasa akan lebih nyaman jika punya uang di luar negeri. Jika memang demikian, tidak ada salahnya untuk tetap sebagian di luar negeri. Karena intinya amnesti pajak ini, kita mau tidur enak karena semua harta kita diungkap dan tidak takut lagi dipajakin nantinya.
Semoga bermanfaat
LikeLike
@Robert
Selamat Pagi Pak Robert,
Apakah pertanyaannya bisa diperjelas dalam arti saya membacanya seperti ini :
A : WNI
B : WNI kerja diluar negeri
1. Punya rekening bank di Indonesia atas nama *WNI* (primary) dan *WNI Kerja di LN* (secondary), dalam hal pelaporan pajak dan Tax amnesty (bila sebelumnya belum dilaporkan), apakah *WNI* saja yang harus lapor atau perlu dimasukkan *WNI Kerja di LN* juga ?
2. Bila *WNI* dulunya pernah kerja di luar negeri dan punya penghasilan serta bank account di luar negeri dan saat ini sudah kerja di Indonesia, apakah bank account yang ada luar negeri perlu dilaporkan seluruhnya atau hanya interest-nya saja dilaporkan dengan kurun waktu hanya 5 tahun ke belakang ? Mengingat, kalau tidak salah, Indonesia menganut ‘daluarsa”.
Apakah A dan B itu orang yang sama ?
LikeLike
@Rudiyanto
Dear Pak Rudi,
Mohon maaf atas skenarionya. A dan B ada kakak-adik (saudara kandung)
Terima kasih
LikeLike
@Robert
Malam Pak Robert,
Berarti cara bacanya seperti ini ?
1. Punya rekening bank di Indonesia atas nama Kakak (primary) dan Adik (secondary), dalam hal pelaporan pajak dan Tax amnesty (bila sebelumnya belum dilaporkan), apakah Kakak saja yang harus lapor atau perlu dimasukkan Adik juga ?
Bisa salah satu atau keduanya, namun perlu dibuat surat pernyataan di hadapan saksi yang menyatakan bahwa kepemilikan Kakak dan Adik adalah sebesar xx%.
2. Bila Kakak dulunya pernah kerja di luar negeri dan punya penghasilan serta bank account di luar negeri dan saat ini sudah kerja di Indonesia, apakah bank account yang ada luar negeri perlu dilaporkan seluruhnya atau hanya interest-nya saja dilaporkan dengan kurun waktu hanya 5 tahun ke belakang ? Mengingat, kalau tidak salah, Indonesia menganut ‘daluarsa”.
Perlu pak, karena untuk aset yang bisa ikut amnesti pajak adalah diperoleh dalam kurun waktu 1985 – 2015. Ke depan, untuk pendapatan bunga perlu dilaporkan sebagai pendapatan yang kena tarif pajak progresif.
Yang perlu dilaporkan adalah saldonya. Mengenai pemeriksaan pajak, jika ada indikasi pidana maka tidak ada batas waktu berapa tahun ke belakang.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Pagi mas
Ini saya mau nanya ya. Gimana jika saya WNI yg tinggal menetap di luar negri dan bekerja
Juga di luar negri. Tapi saya punya rekening bank dan deposito di indonesia atas nama saya.
Apakah saya harus ikut program amnesti ?
Krn penghasilan di indonesia ya cuma dari bunga bank dari tabungan dan deposito yg tdk besar.
Tapi seperti mas tau bhw bank sdh memotong pajak atas bunga bank tsb.
Terima kasih atas jawaban nya.
Ps. Saya tinggal selama nya di luar negri dgn passport indonesia. Jadi saya pny green card.
LikeLike
@Rudy thamrin
Selamat Siang Pak Rudy,
Menurut pendapat saya, sebaiknya anda tetap mengikuti amnesti pajak.
Pendapatan anda yang berasal dari bunga deposito di Indonesia bisa dilaporkan sebagai bagian pendapatan yang kena pajak final. Untuk pendapatan luar negeri, apabila anda telah memperoleh status sebagai subjek pajak luar negeri, maka bagian dari pendapatan luar negeri yang telah dipotong pajak tidak usah lagi dibayar pajaknya di Indonesia.
Dengan melaporkan pendapatan anda secara berkala, suatu saat ketika anda masuk ke Indonesia dan membeli aset, bisa dibuktikan bahwa asal usul uang tersebut berasal dari penghasilan yang sudah dibayarkan pajaknya.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Selamat pagi
pak Rudy.
Saya masih bingung pak Rudy, tolong beri pendapatnya.
Saya kerja di luar negri,keluarga semua masih di Indonesia. (Saya disini cuma cari penghasilan).
di Indonesia saya punya rumah, kios yg mao dijual (sepi), punya deposito dan emas,
apakah saya harus ikut Tax amnesti? disini saya sudah dipotong pajak ,kalao mo ikut gimana caranya pak Rudy, sedangkan saya tdk ada KTP dan NPWP.
*Bisakah segalanya saya urus/buat dr luar negeri?,
(karna istri masih hrs antar/jemput si kecil).
* Apakah setiap tahun Saya harus lapor pajak?.
Terima Kasih jawabannya pak Rudy
Darsono.
LikeLike
@Darsono
Salam pak Darsono,
Kalau boleh memberikan saran, sebenarnya baik penghasilan dari dalam maupun dari luar negeri juga merupakan objek pajak. Hanya saja jika yang bersangkutan sudah bekerja di luar negeri, maka bisa dikategorikan sebagai TKI. Dimana dengan ketentuan ini, penghasilan dari luar negeri begitu sudah dipotong pajak, maka sudah dianggap final. Cukup dilaporkan sebagai penghasilan luar negeri dan tidak terkena lagi pajak di Indonesia. Hanya saja, ketentuan ini tidak berlaku apabila anda merupakan business owner di luar negeri.
Dengan mempertimbangkan anda memiliki aset di Indonesia, entah itu nama anda atau nama istri anda, maka adalah lebih baik jika anda melaporkan pajak. Sebab untuk penjualan properti, saat ini NPWP sudah merupakan dokumen wajib. Kemudian jika seandainya dilakukan pemeriksaan, misalkan aset diatasnamakan istri, nanti akan menjadi masalah, bagaimana si Istri bisa punya aset sementara penghasilan tidak ada. Jika dikatakan penghasilan dari suami, nanti ditanya apakah suaminya sudah bayar pajak atau tidak.
Terus terang saya tidak begitu mengetahui prosedur pembuatan NPWP jika berlokasi di luar negeri, namun saran saya anda bisa berkomunikasi dengan Kedubes RI setempat atau bertanya ke nomor telepon kantor pajak. Mudah-mudahan mereka bisa memberikan solusi.
Jika memang anda dan keluarga anda sudah memutuskan suatu saat pindah permanen ke luar negeri, tidak ada aset di Indonesia karena bakal dijual semua, dan penghasilan seluruhnya dari luar negeri, baru pada kondisi itu, saran saya anda tidak perlu lapor atau mengikuti amnesti pajak.
Dan case anda hampir sama dengan http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2016/07/18/panin-asset-management-sebagai-gateway-repatriasi-pajak/#comment-431238, bisa dibaca sebagai referensi.
Demikian, semoga bermanfaat.
LikeLike