Dengan nilai tukar Rp terhadap USD yang menembus level psikologis Rp 15.000, ada investor yang mulai memikirkan reksa dana USD sebagai salah satu alternatif investasinya. Yang menjadi pertanyaan, apakah ketika USD menguat terhadap Rp, reksa dana dollar juga menunjukkan kinerja yang positif ?
Jumlah reksa dana USD telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada awal mulanya jenis reksa dana dengan denominasi USD hanya terdapat di jenis reksa dana pendapatan tetap, namun saat ini sudah bervariasi dan bisa dijumpai juga pada reksa dana pasar uang, campuran, saham, terproteksi dan Syariah Efek Global.
Meski menggunakan USD sebagai mata uang, tidak berarti reksa dana USD berinvestasi di luar Indonesia. Sebaliknya, hal yang sama berlaku juga untuk reksa dana dengan mata uang Rp, ada juga yang berinvestasi di luar negeri. Untuk itu, mari kita pahami dulu karakteristik reksa dana USD dan peraturan OJK untuk investasi di luar negeri.
Berdasarkan POJK 23 /POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, pasal 4 B yang berbunyi :
” Manajer Investasi wajib menentukan komposisi Portofolio Efek dari Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif dengan ketentuan sebagai berikut paling banyak 15% (lima belas persen) dari Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana diinvestasikan pada Efek yang diperdagangkan di Bursa Efek luar negeri yang informasinya dapat diakses dari Indonesia melalui media massa atau situs web”
Artinya reksa dana baik yang mata uangnya Rp dan USD, diperbolehkan untuk berinvestasi di luar negeri dengan batas maksimum penempatan dana 15% dari total dana kelolaan reksa dana.
Dalam praktek pengelolaan investasi, 15% dari total portofolio bukanlah angka yang terlalu besar, dengan demikian efek terhadap portofolio juga tidak akan terlalu signifikan. Untuk itu, meskipun ada, sangat jarang ditemui reksa dana Rp yang berinvestasi di luar negeri.
Untuk reksa dana berdenominasi USD, investasi pada luar negeri juga jarang sehingga kebanyakan berisi saham, obligasi dan pasar uang yang ada di Indonesia. Untuk pasar uang, saat ini tersedia deposito dalam bentuk USD sehingga mata uang reksa dana USD, aset dasarnya juga USD.
Untuk obligasi, terdapat surat utang negara dalam bentuk mata uang asing atau sering dikenal dengan Indon. Contoh seri Indon adalah sebagai berikut :

Untuk surat utang korporasi, ada yang terbit di dalam negeri, ada pula yang diterbitkan di luar negeri. Namun secara likuiditas, transaksinya tidak begitu likuid. Karena hal itulah, pada reksa dana USD yang terdiri dari surat utang, mayoritas didominasi surat utang negara atau Indon.
Untuk saham kasusnya agak berbeda. Jika ada deposito USD dan surat utang USD di Indonesia, pada dasarnya tidak ada saham USD di Bursa Efek Indonesia. Seluruh saham ditransaksikan dalam satuan Rp. Untuk itu, ketika reksa dana USD berinvestasi pada saham, maka uangnya ditukar ke USD dulu, dibelikan saham, dan pada saat perhitungan NAB/Up setiap hari diconvert ke satuan USD lagi.
Untuk reksa dana USD yang berinvestasi pada deposito dan surat utang USD, maka tidak ada risiko perubahan kurs. Namun jika investasinya dilakukan pada saham Rp, maka terdapat risiko kurs.
Sebagai contoh:
- Investor membeli reksa dana USD sebesar USD 10.000 pada NAB 1.00. Total Unit Penyertaan 10.000 unit
- Manajer investasi diinvestasikan pada saham (misalkan) TLKM pada harga Rp 3.000. Pada saat pembelian kurs USD 15.000. Sehingga diperoleh 10.000 x 15.000 = Rp 150 juta. Dibagi harga TLKM Rp 3.000 per lembar menjadi 50.000 lembar.
- Skenario harga :
- Harga TLKM naik menjadi Rp 3.300 dan Kurs tetap Rp 15.000. NAB reksa dana = Rp 3.300 x 50.000 = Rp 165.000.000. Dibagi kurs Rp 15.000 = USD 11.000, dibagi Unit Penyertaan 10.000 unit = 1.10. Investor yang beli di NAB 1.00 mengalami keuntungan 10%
- Harga TLKM naik menjadi Rp 3.300 dan Kurs menguat menjadi Rp 12.500. NAB reksa dana = Rp 3.300 x 50.000 = Rp 165.000.000. Dibagi kurs Rp 12.500 = USD 13.200. dibagi Unit Penyertaan 10.000 unit = 1.32. Investasi yang beli di NAB 1.00 mengalami keuntungan 32%
- Harga TLKM naik menjadi Rp 3.300 dan Kurs melemah menjadi Rp 16.500. NAB reksa dana = Rp 3.300 x Rp 50.000 = Rp 165.000.000, dibagi kurs Rp 16.500 = USD 10.000, dibagi Unit Penyertaan 10.000 = 1. Investasi yang dibeli di NAB 1.00 tidak untung / rugi
Berdasarkan simulasi di atas, bisa dilihat bahwa naik turunnya NAB untuk reksa dana USD yang berinvestasi pada saham Rp, tidak hanya tergantung pada harga saham saja tapi juga nilai tukar. Jika nilai tukar Rp terhadap USD melemah, maka harga NAB akan ikut turun, sebaliknya jika nilai tukar Rp terhadap USD menguat maka NAB akan ikut naik.
Untuk Reksa Dana Syariah Efek Global yang mulai banyak dijumpai sejak tahun 2017, risiko perubahan kurs tidak terjadi apabila reksa dana tersebut berinvestasi pada saham di luar negeri yang ditransaksikan menggunakan denominasi USD.
Dari penjelasan di atas, maka ketika nilai tukar USD menguat dari sekitar 13.000 di awal tahun menjadi 15.000an pada saat ini, terhadap reksa dana USD yang berinvestasi pada saham Indonesia adalah efeknya negatif (membuat NAB turun). Terhadap reksa dana USD yang berinvestasi pada deposito, surat utang USD dan saham luar negeri adalah tidak memiliki efek apa2, artinya tidak membuat NAB naik ataupun turun.
Sebaliknya juga ketika investor meyakini bahwa nilai tukar Rp bisa menguat di kemudian hari, misalkan kembali ke 13.000an lagi, maka pada saat itu terjadi reksa dana USD yang berinvestasi pada saham Indonesia akan diuntungkan.
Berikut ini adalah gambaran kinerja reksa dana USD pada tahun 2017 dan year to date 3 Oktober 2018 dan perbandingannya dengan nilai tukar Rp terhadap USD:

Reksa Dana Pendapatan Tetap USD sebagaimana pada penjelasan di atas, lebih banyak berinvestasi pada obligasi dengan mata uang asing. Obligasi tersebut bisa diterbitkan oleh pemerintah, bisa juga diterbitkan oleh korporasi baik yang berasal dari dalam ataupun luar negeri.
Karena aset dasarnya sudah berbentuk USD, maka fluktuasi Rp terhadap USD tidak memiliki dampak positif ataupun negatif terhadap kinerja reksa dana. Namun yang harus diperhatikan adalah perubahan suku bunga. Dimana teori yang berlaku adalah ketika suku bunga naik, maka harga obligasi turun dan sebaliknya. Kemudian dari sisi likuiditas, obligasi korporsi memiliki tingkat likuiditas yang lebih sedikit dibandingkan obligasi pemerintah, untuk itu harganya juga cenderung tidak banyak berubah.
Untuk obligasi dengan mata uang USD, suku bunga yang dijadikan acuan adalah suku bunga the Fed. Walaupun suku bunga the Fed sudah naik dari tahun 2017 hingga 2018, namun kelihatannya baru berdampak pada tahun 2018 sehingga sebagaimana pada tabel di atas, kinerja reksa dana pendapatan tetap USD baru negatif pada tahun 2018 (year to date 3 Oktober).

Untuk reksa dana saham USD sebagaimana penjelasan di atas, memiliki kebijakan untuk berinvestasi pada instrumen saham. Ketentuan maksimal untuk investasi di luar negeri adalah 15%, dengan demikian kemungkinan portofolionya akan terdiri dari minimal 85% saham di Indonesia dan maksimal 15% saham di luar negeri.
Karena saham Indonesia tidak ada yang berdenominasi USD, maka portofolio akan sebagian besar terdiri dari saham berbentuk Rp. Sesuai simulasi yang ditunjukkan di atas, jika portofolio dalam bentuk saham Rp, maka perubahan kurs mata uang juga akan berdampak terhadap kinerja reksa dana.
Untuk kasus 2017 dimana Kurs Rp menguat dan IHSG meningkat, reksa dana saham USD mendapatkan keuntungan 2 kali. Sebaliknya di tahun 2018 ketika kurs USD yang megnat dan IHSG turun, maka penuruannya juga 2 kali.
Risk and return ganda dari kurs nilai tukar dan pergerakan harga portofolio ini wajib mendapat perhatian penting dari investor sebelum berinvestasi pada reksa dana saham berdenominasi USD.

Reksa dana campuran, sesuai dengan ketentuan memiliki kebijakan investasi antara 1-79% di instrumen pasar uang (deposito), surat hutang dan saham. Kebijakan investasi di luar negeri berlaku sama dengan reksa dana pendapatan tetap dan saham yaitu maksimal 15%.
Dengan ketentuan di atas, manajer investasi dalam rangka menjaga kinerja dari risiko perubahan kurs, dapat mengatur sendiri porsi saham – obligasinya. Misalkan jika dirasakan akan ada risiko gejolak nilai tukar, porsi obligasi USD yang netral terhadap risiko kurs dapat diperbanyak.
Namun perlu diingat, obligasi juga terpapar pada risiko perubahan suku bunga. Salah satu bentuk antisipasinya adalah penempatan pada deposito atau melalui strategi pemilihan saham yang bisa mengalahkan kinerja pasar.

Reksa Dana Syariah Efek Global adalah tipe reksa dana yang diperbolehkan untuk berinvestasi minimal 51% hingga 100% di instrumen luar negeri. Jenis reksa dana ini baru mulai aktif 2-3 tahun terakhir ini. Mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di 2017 dan agak menurun di 2018 karena kinerja yang negatif.
Jika anda mengunjungi situs Infovesta, reksa dana ini digolongkan ke dalam kategori reksa dana saham. Meskipun secara kebijakan, bisa saja penempatannya dilakukan pada instrumen obligasi juga. Namun sesuai namanya, jika dilihat pada nama reksa dana, memang sudah mencerminkan jenis saham.
Jenis reksa dana syariah efek global, walaupun saham, sangat berbeda dengan reksa dana saham USD karena portofolio berupa saham di luar negeri langsung. Jadi bisa saja aset dasarnya sudah dalam mata uang USD. Namun jika berinvestasi pada saham selain di USD yang menggunakan mata uang setempat, maka risiko kursnya adalah USD terhadap mata uang setempat.
Salah satu fitur dari reksa dana USD adalah asal negara yang sahamnya dapat dijadikan sebagai aset dasarnya adalah dari seluruh dunia sepanjang sesuai dengan prinsip syariah dan regulator setempat tergabung dalam IOSCO (International Organization of Securities Commissions). IOSCO adalah asosiasi yang meregulasi sekuritas dan pasar berjangka di seluruh dunia, dan saat ini Indonesia juga tergabung dalam asosiasi tersebut.
Dari data di atas, bisa dilihat bahwa semua reksa dana membukukan kinerja positif di 2017 dimana memang secara umum harga saham di dunia naik pada tahun tersebut dan kemudian ada sebagian yang positif dan negatif di year to date 3 Oktober 2018. Kinerja pada tahun 2018, bisa jadi disebabkan karena perbedaan saham yang menjadi aset dasar reksa dananya.
Untuk reksa dana syariah efek global, bisa dikatakan bahwa kurs nilai tukar tidak memiliki dampak positif atau negatif terhadap kinerja reksa dana. Naik turunnya harga lebih banyak disebabkan dari perubahan harga saham yang menjadi aset dasarnya. Dan karena variasi negara yang menjadi aset dasar, investor perlu mempelajari outlook dari negara yang sahamnya menjadi mayoritas aset di portofolio reksa dana tersebut.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Belajar Reksa Dana : www.ReksaDanaUntukPemula.com
Sumber Gambar : Istockphoto.
Sumber Data : Infovesta dan IBPA