
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi, besaran pajak atas kupon dan diskonto obligasi yang diterima reksa dana naik dari 5% hingga 2020 menjadi 10% untuk 2021 dan seterusnya.
Dibandingkan dengan investor umumnya yang membayar pajak sebesar 15%, reksa dana masih mendapat insentif namun memang berkurang. Bagaimana dampaknya terhadap kinerja reksa dana?
Jenis reksa dana yang paling terdampak pada aturan ini adalah reksa dana terproteksi dan reksa dana pendapatan tetap yang menempatkan seluruh dana kelolaan pada obligasi, diikuti dengan reksa dana campuran dan reksa dana pasar uang yang menempatkan sebagian dana kelolaan pada obligasi.
Pajak Penghasilan Atas Kupon
Perpajakan atas obligasi dikenakan atas Kupon dan Diskonto obligasi. Kupon adalah tingkat imbal hasil yang ditetapkan oleh penerbit obligasi dan dibayarkan setiap tanggal pembayaran kupon.
Pembayaran kupon obligasi bervariasi, setiap bulan pada Obligasi dan Sukuk Ritel, setiap 3 bulan pada obligasi yang diterbitkan perusahaan swasta, dan setiap 6 bulan pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.
Besaran kupon ditetapkan dalam persentase terhadap nilai pokok obligasi. Semakin lama waktu jatuh tempo, semakin besar pula besaran kuponnya. Untuk obligasi korporasi, besaran kupon juga tergantung persepsi risiko gagal bayar / ratingnya. Semakin rendah rating, semakin besar pula kupon obligasinya.
Misalkan suatu obligasi membayarkan kupon sebesar 8% per tahun dan investor membeli senilai Rp 1 M. Maka besaran kupon yang diterima oleh investor adalah 8% dikalikan Rp 1 M atau setara Rp 80 juta, selanjutnya dipotong pajak penghasilan.
Berdasarkan peraturan, pajak atas kupon setelah 2021 adalah sebesar 10% atau setara Rp 8 juta. Sehingga nilai kupon yang diterima investor adalah Rp 72 juta.
Nilai pajak ini lebih besar dibandingkan sebelum 2021 yang sebesar 5%. Meski demikian masih ada insentif dibandingkan investor umum yang dikenakan pajak 15%.
Pajak Penghasilan Atas Diskonto
Diskonto adalah selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. Sederhanyanya disebut capital gain. Capital gain dalam obligasi bisa terjadi dalam 2 kondisi, pertama; investor membeli dan menjualnya dengan harga lebih tinggi, kedua; investor membeli obligasi di bawah nilai par / nominal dan memegangnya hingga jatuh tempo. Untuk kondisi kedua, diskonto terjadi pada saat obligasi jatuh tempo.
Perusahaan sekuritas dan bank yang melayani transaksi jual beli obligasi diwajibkan mencatat harga pembelian obligasi investor. Oleh sebab itu, ketika ada transaksi penjualan atau obligasi jatuh tempo, mereka akan bertindak sebagai pemotong atas pajak penghasilan tersebut.
Misalkan seorang investor membeli obligasi di harga Rp 102 juta dan menjualnya di harga Rp 104 juta, maka atas keuntungan Rp 2 juta tersebut menjadi objek pajak penghasilan dan dipotong 10% x Rp 2 juta setara Rp 200.000. Nilai yang diterima investor atas penjualan obligasi adalah Rp 103.8 juta.
Bagaimana jika investor menjual rugi? Dalam konteks reksa dana, kerugian tersebut dapat digunakan untuk mengkompensasi kupon yang diterima sehingga mengurangi pajak atas kupon obligasinya.
Dampak terhadap kinerja reksa dana
Pajak atas Kupon sangat berdampak terhadap kinerja reksa dana terproteksi. Untuk reksa dana yang terbit sebelumnya, kenaikan tarif pajak ini sudah diperhitungkan sebelumnya sehingga tidak berdampak.
Untuk reksa dana terproteksi yang akan terbit, karena potongan pajak yang lebih besar maka nilai imbal hasil kepada investor akan menjadi semakin kecil.
Sebetulnya pajak bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja reksa dana terproteksi, tapi juga BI Rate. Dengan tingkat suku bunga yang semakin menurun, biasanya penerbit obligasi korporasi juga mengurangi besaran kuponnya.
Jika pada tahun 2020 yang lalu, investor masih bisa mendapatkan reksa dana terproteksi dengan imbal hasil di atas 6%, maka untuk tahun 2021 ini kelihatannya investor harus puas dengan imbal hasil di sekitar 6% atau bahkan lebih rendah.
Untuk reksa dana berbasis obligasi yang dikelola secara aktif seperti reksa dana pendapatan tetap, campuran dan pasar uang, merasakan 2 dampak langsung yaitu pajak atas kupon dan pajak atas diskonto.
Obligasi pemerintah biasanya memiliki fluktuasi harga yang lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi. Untuk itu, efek pajak atas diskonto akan lebih banyak dirasakan pada reksa dana yang berinvestasi pada obligasi pemerintah dibandingkan korporasi.
Pajak atas kupon dan diskonto ini tidak akan membuat kinerja reksa dana menjadi negatif. Sebab pajak penghasilan dikenakan atas kupon dan keuntungan yang diterima dari investasi obligasi.
Faktor yang lebih berpengaruh terhadap kinerja reksa dana berbasis obligasi adalah arah suku bunga dan valuasi / imbal hasil wajar obligasi.
Secara teori ketika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya ketika suku bunga turun maka harga obligasi naik.
Akibat pandemi COVID-19, Suku bunga sudah mengalami penurunan berkali-kali pada tahun 2020. Untuk itu, ruang penurunannya menjadi semakin terbatas di tahun 2021. Namun juga tidak akan naik dalam 2-3 tahun yang akan datang seiring dengan pemulihan ekonomi.
Jika suku bunga sudah tetap, maka harga obligasi selanjutnya akan naik jika valuasinya terhadap murah, dan sebaliknya akan turun jika valuasinya terlalu mahal.
Valuasi obligasi bisa dilihat dari tingkat imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun. Perkiraan tingkat imbal hasil yang wajar untuk tahun 2021 adalah di 5.5%. Jika sudah di bawah angka tersebut berarti sudah mahal, sebaliknya jika di atas maka masih dikatakan masih murah.
Pada saat artikel ini ditulis, tingkat imbal hasil obligasi 10 tahun adalah sebesar 6.2%. Dengan asumsi bisa mencapai 5.5% pada akhir tahun, maka kinerja reksa dana pendapatan tetap pada tahun 2021 ini diperkirakan bisa mencapai antara 5-8%.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Instagram : https://www.instagram.com/rudiyanto_zh/
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Belajar Reksa Dana : www.ReksaDanaUntukPemula.com
Pa Rudiyanto, kira-kira berapa persenkah penurunan return rdpt karena pengurangan insentif pajak dari 5% menjadi 10%??
misalkan return rdpt tahun lalu saat pajaknya masih 5% adalah 8%, jika diasumsikan returnnya sama tahun ini, maka returnnya dari 8% akan turun menjadi berapa saat pajaknya menjadi 10%?
Kalau boleh tolong beritahukan juga pa cara menghitungnya.
thanks pa 🙏
LikeLike
Selamat sore pak Billy,
Misalkan suatu obligasi memberikan kupon 10%, maka ketika dibeli reksa dana, hasil yang diterima dengan pajak 5% adalah 9.5% dan ketika pajak menjadi 10% menjadi 9%.
Jadi kenaikan tarif pajak berdampak penurunan imbal hasil sebesar 0.5% untuk obligasi dengan kupon 10%.
Dengan kupon 7%, maka dgn pajak 5% menjadi 6.65%, jika pajak menjadi 10% menjadi 6.3%. Kenaikan tarif pajak berdampak 0.35% utk kupon 7%
Saat ini Yield to Maturity obligasi pemerintah berkisar antara 6-7%, jadi dampaknya 0.3-0.35%. Sementara utk obligasi korporasi lebih tinggi antara 7-10% tergantung rating dan waktu jatuh temponya. Dgn angka tersebut berdampak 0.35-0.5%.
Pajak tersebut juga dikenakan atas capital gain. Misalkan jika obligasi dibeli pada harga 100 dan dijual 101, maka atas 1 dikenakan pajak 10%, sehingga yang diterima oleh 100.9.
Efek kenaikan harga ini agak sulit diukur krn harga beli obligasi di reksa dana bisa berbeda-beda.
Dengan asumsi reksa dana pendapatan tetap cenderung buy and hold dan tidak ada capital gain, maka berkurang antara 0.3-0.5%. Kalaupun ada faktor capital gain, rasanya juga maksimal hanya 0.5%.
Jadi dengan asumsi pajak 10% berlaku pada tahun lalu, maka return pada tahun sebelumnya bisa berkurang sekitar 1%.
Semoga bermanfaat
LikeLike