(Seandainya) Bursa Saham “Crash”, Apakah Pemerintah Bisa Intervensi?

Koreksi harga yang signifikan, (bisa 10%, 20%, 30% bahkan di atasnya) merupakan fenomena umum di Bursa Saham.
Memang tidak sering, tapi terjadi dari waktu ke waktu.

Pertanyaannya,
seandainya “crash”, apakah mungkin pemerintah “bisa” melakukan intervensi di saham dan apakah efektif?

Bagi yang sudah bertahun2 di pasar modal, “crash” apalagi terjadi saham bluechip, adalah time to buy.
Bagi yang awam, terlanjur masuk di harga tinggi, bahkan menggunakan margin dan kena margin call, “crash” bisa jadi adalah time to die.
Bagi institusi, crash bisa berdampak besar.

Bagi perusahaan sekuritas yang memberikan pinjaman margin atau dengan skema Repo saham, crash bisa menyebabkan perusahaan sekuritas mengaktifkan klausul penambahan modal / jaminan yang apabila tidak dipenuhi, maka akan dilakukan jual paksa terhadap portofolio nasabah.

Bagi institusi dana pensiun yang memiliki Rasio Kecukupan Dana (RKD) yang harus dipertahankan, crash pasar saham bisa berdampak fatal.
RKD mengukur antara nilai pasar portofolio dengan kewajiban aktuaria dana pensiun dan biasanya minimal 100%.
Jika kurang, pendiri diminta nombok.

Bagi asuransi, ada rasio risk based capital minimal 120%.
RBC dihitung dari total aset tertimbang menurut risiko dibagi kewajiban.
Apabila kurang dari 120%, terjadi pelanggaran ketentuan OJK sehingga bisa berakibat pada kemampuan membayar klaim hingga kelangsungan usaha.

Bagi reksa dana, memang tidak ada rasio2 minimal yang harus dipertahankan atau maksimum loss yang tidak boleh dilewati.
Namun penurunan yang terlalu dalam bisa menyebabkan investor panik dan melakukan penarikan, Manajer Investasi terpaksa jual rugi dan menambah parah kepanikan.

Crash yang terlalu dalam bisa memicu masalah kestabilan pada keuangan pada masyarakat dan lembaga jasa keuangan atau dikenal dengan systemic risk.
Ketika berpotensi / terjadi systemic risk, akan ada protokol khusus untuk mencegah supaya risiko makin dalam melalui OJK dan IDX.

Sebagai contoh, waktu pandemi 2020:

  • Short selling dilarang
  • ARB maksimal 7%
  • Relaksasi batasan waktu penyesuaian jika ada pelanggaran pada reksa dana dari 10 dan 20 hari menjadi 20 dan 40 hari

Dan berbagai batasan lainnya untuk mencegah / mengurangi dampak risiko sistemik

Apakah upaya tersebut berhasil? Apakah IHSG naik setelah hal tersebut dilakukan?

Sulit untuk diukur, tapi setidaknya tidak ada institusi keuangan besar yang kolaps waktu 2020 yang lalu karena pandemi, kalaupun ada yang bermasalah lebih karena mismanagement bukan pandemi.
Upaya intervensi yang dilakukan sifatnya lebih ke mencegah risiko meluas, bukan menahan penurunan dan tidak dengan membeli saham langsung.
Caranya adalah meminta lembaga jasa keuangan di atas lebih hati2 dalam mengelola keuangannya dan meningkatkan pencadangan risiko.

Sekalipun IHSG naik setelah upaya intervensi dilakukan, menurut saya lebih karena kondisi pasar sudah berubah, bisa karena dianggap sudah murah, kinerja laporan keuangan lebih baik dari perkiraan, atau simply keyakinan bahwa the worst is over, ini saatnya pemulihan.

Dari artikel Bloomberg, yang terjadi pada CSI 300 (Indeks Saham 🇨🇳), terjadi Crash Signifikan.

Sejak Juni 2023 hingga Februari 2024 ini sudah turun hampir 30% lebih dan terus menurun.
Berbagai upaya juga sudah dilakukan, mulai dari pernyataan dukungan dari pemerintah, pembatasan penjualan, pengaturan yang lebih ketat pada reksa dana dengan strategi kuantitatif (yang biasanya auto cutloss jika turun dari persentase tertentu), aksi Central Huijin (pengelola dana besar di 🇨🇳) melakukan pembelian efek, pelarangan short selling, hingga cut bunga

Aksi seperti ini tidak salah dan seharusnya memang menjadi protokol yang dijalankan regulator, namun terlalu berlebihan juga tidak baik karena dana investasi itu “tidak suka” dikekang.
Semakin banyak batasan, maka daya tarik suatu negara tujuan investasi akan semakin berkurang.
Bisa2 dana lokal juga lari keluar negeri untuk mencari peluang investasi yang lebih baik.
Pada contoh di atas, bahkan setelah berbagai upaya ini dilakukan bursa saham 🇨🇳 belum menunjukkan pemulihan yang signifikan.

Sesuai ilmu investasi, saham akan menarik bagi investor apabila:

  • perusahaan mampu cetak laba
  • laba naik setiap tahunnya
  • valuasi dari saham murah

Jika 3 hal tersebut bisa dicapai, crash adalah time to buy.
Tidak perlu intervensi apa2, pasar akan pulih sendiri.

HAVE A NICE DAY

Rudiyanto

Leave a comment