Evaluasi Kinerja Reksa Dana Ketika Pasar Bergejolak

Sebelumnya pada posting saya terdahulu telah dibahas beberapa cara untuk mengukur kinerja reksa dana seperti: Risk Adjusted Return, Sharpe Ratio, Treynor Ratio dan Jensen Alpha.

Metode itu sebetulnya juga bisa anda temukan pada berbagai buku literatur manajemen keuangan dan investasi baik pada level dasar maupun level advanced. Metode di atas merupakan metode yang telah diterima dan berlaku sebagai standar dalam pengukuran kinerja reksa dana. Beberapa dari cara di atas juga dijadikan sebagai acuan Infovesta dalam melakukan penilaian terhadap kinerja reksa dana. Namun tahukah anda, beberapa metode di atas ternyata bisa memberikan HASIL yang MENYESATKAN ketika digunakan dalam kondisi  return reksa dana negatif. Investor perlu menyadari hal ini karena kami melihat beberapa cara di atas juga digunakan dalam kegiatan pemasaran reksa dana.

Secara umum metode penilaian kinerja reksa dana (portofolio) bisa dibagi menjadi 2 yaitu:

  • Penilaian terhadap optimalitas return dan risiko dengan metode seperti Sharpe Ratio, Treynor Ratio, Risk Adjusted Return (RAR)
  • Penilaian terhadap kemampuan memenuhi atau melebihi ekspektasi dengan metode seperti Alpha dan Market Timing

Penilaian yang saya maksud bisa memberikan hasil menyesatkan itu lebih berkaitan penilaian terhadap optimalitas risk and return. Umumnya pengukuran di atas menggunakan cara membagi return dengan risiko. Return yang digunakan pada Sharpe Ratio dan Treynor menggunakan excess return, yaitu selisih antara return reksa dana dengan risk free (Return RD – RF) , sementara pada Risk Adjusted Return, digunakan hanya return saja. Pada sisi risiko, RAR dan Sharpe Ratio menggunakan Standar Deviasi sebagai risiko sementara Treynor ratio menggunakan Beta (sensitivitas reksa dana terhadap pergerakan pasar).

Dengan menggunakan contoh Risk Adjusted Return, misalnya RD A memberikan return 20% dan Risiko sebesar 20%. Reksa Dana B memiliki return 20% dan Risiko 40%.

  • RD A akan menghasilkan RAR sebesar 1 (20 / 20) dan RD B akan menghasilkan RAR sebesar 0.5 (20 / 40)
  • RAR sebesar 1 bisa diartikan bahwa atas setiap 1% risiko yang ditanggung, reksa dana A memberikan return 1%, sementara RAR RD B sebesar 0.5 berarti atas setiap 1% risiko yang ditanggung, reksa dana B memberikan return 0.5%. Oleh karena itu RD A disebut lebih baik dari RD B karena memiliki RAR yang lebih besar atau istilah akademisnya RD A lebih optimal dibandingkan RD B karena atas risiko yang ditanggung RD A memberikan return yang lebih tinggi
  • Atau logika saja, return kedua reksa dana saham, sementara si B risikonya lebih tinggi, tentu lebih baik memilih reksa dana A yang risikonya lebih kecil

Kenapa bisa menyesatkan? Mari kita lihat ilustrasi sebagai berikut:

  • Risiko kedua reksa dana tersebut sama, namun karena kondisi IHSG negatif maka return kedua reksa dana yang tadinya positif 20% menjadi negatif 20%
  • RAR reksa dana A akan menjadi -20% / 20% = -1, RAR reksa dana B menjadi -20% / 40% = -0.5
  • Secara Matematis RAR B dikatakan lebih bagus dari RAR A karena -0.5 lebih besar dibandingkan -1
  • Padahal secara logika, sama-sama rugi 20%, risiko reksa dana B jauh lebih besar tentu seharusnya reksa dana A yang dipilih

Jadinya jika evaluasi kinerja dilakukan pada saat pasar negatif, peringkat yang dihasilkan (dengan cara mengurutkan reksa dana dari RAR paling tinggi ke RAR paling rendah) bisa memberikan rekomendasi yang menyesatkan karena yang dipilih malahan reksa dana yang risikonya lebih besar. Kelemahan ini juga berlaku pada Sharpe dan Treynor Ratio yang menggunakan metode pembagian Return dengan Risiko.

Sebagai ilustrasi, return reksa dana saham selama 1 tahun terakhir (yang tidak memperhatikan pendapatan dividen (jika ada))  adalah sebagai berikut:

Kelemahan daripada metode ini dapat diatasi dengan melakukan penyesuaian. Beberapa metode yang mungkin bisa digunakan dalam kondisi seperti ini adalah:

  • Sortino Ratio
  • Roy Safety First Ratio

Jika mau realistis, pemilihan reksa dana dengan cara di atas memang sangat jarang terlihat di dunia nyata. Meski saya lihat ada di beberapa penawaran reksa dana yang dibawakan menggunakan analisis di atas sebagai salah satu pertimbangan investasi oleh Bank Agen Penjual, kemampuan penjual dalam menjelaskan metode di atas masih sangat kurang sehingga ujung2nya kembali ke reksa dana yang returnnya paling tinggi juga. Akan tetapi hal ini sangat penting bagi anda yang ingin menganalisis reksa dana khususnya para akademisi. Jangan sampai kita hanya memasukan suatu metode tanpa mengerti maksud dan kelemahan metode tersebut.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Penyebutan produk investasi  (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang.

75 thoughts on “Evaluasi Kinerja Reksa Dana Ketika Pasar Bergejolak

  1. @riyan
    Kalau baca investopedia, sudah jelas bahwa Pembilangnya adalah Selisih antara Return Reksa dana dengan Return benchmark dan Penyebutnya adalah standar deviasi dari selisih tersebut.

    Standar deviasi atau varians yang kamu maksud itu juga tidak jelas, standar deviasi dari apa?

    Dan kalau kamu baca dengan teliti definisi rasio informasi dengan jelas dan teliti, maka kamu bisa menjawab sendiri apakah kategori itu masuk akal atau tidak.

    Semoga beruntung.

    Like

  2. Selamat sore pak, saya sedang melakukan penelitian menggunakan sharpe dan sortino. Ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan.

    bagaimana syarat suatu pasar dikatakan bergejolak?
    Apakah periode 2010-2012 termasuk bergejolak?
    Apabila suatu reksa dana mempunyai return yg negatif, bila dihitung menggunakan sharpe hasilnya akan “menyesatkan”?

    Maaf kalau banyak nanya pak.

    Like

  3. @helmi
    Pagi Helmi,

    Definisi “Bergejolak” memang sangat subjektif. Kalau dari artikel saya di atas, bergejolak, saya artikan sebagai return negatif (Rugi). Namun hal tersebut bukan definisi absolut. Jadi karena yang anda lakukan adalah penelitian, maka definisi bergejolak itu bisa anda definisikan sendiri asalkan jelas dan sebisa mungkin bisa dikuantifikasi.

    Demikian hal di atas menjawab pertanyaan nomor 2 anda tentang 2010 – 2012.

    Terkait pengukuran menggunakan Sharpe Ratio dalam kondisi pasar negatif, apakah kamu sepaham dengan logika dan penjelasan saya di atas? Jika sepaham, berarti hasilnya akan menyesatkan, akan tetapi jika anda tidak sependapat dan memiliki logika dan penjelasan yang lebih baik, anda juga bisa menyebut penjelasan saya tersebut “sesat” he he..

    Sebagai contoh, pada tahun 1492 ketika Colombus percaya bahwa bumi itu bulat dia juga dianggap sesat, sampai akhirnya bisa dia buktikan.

    Demikian semoga sukses dengan penelitiannya.

    Like

  4. @Rudiyanto
    pagi juga pak,

    sepertinya saya juga mengartikan seperti bapak, “return negatif”. hehehe

    saya mengerti pak, perbedaan sortino dan sharpe ada di “downside deviation” dengan “standar deviation”. beberapa literatur menyatakan downside deviation menghitung return yang negatif.

    untuk perhitungan sharpe, saya ngikut bapak aja.
    mohon ijinnya pak untuk menggunakan artikel bapak sebagai contoh pembuktian perhitungan.

    terimakasih pak

    Like

  5. @Doddy Prayogo
    Salam Doddy,

    Batasan dalam reksa dana ada cukup banyak, untuk lebih detailnya anda bisa baca prospektus reksa dana, karena ada batasan yang dihitung dari dana kelolaan, dari modal disetor perusahaan publik, dari group yang menjadi tujuan investasi, dari jenis instrumen investasi, dll.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  6. @Rudiyanto

    selamat sore pak,
    mungkin maksudnya begini pak,
    misal, ada perbedaan hasil kinerja yang tertinggi antara perhitungan dengan sharpe dan sortino.
    nah kinerja tertingginya kan berbeda pak,
    seandainya calon investor bertanya kepada saya, reksa dana dengan kinerja tertinggi mana yang dapat disarankan? yang sharpe atau sortino?
    apa yang harus saya jawab?

    mungkin begitu penjelasan dari pertanyaan saya, maaf kalau kata-katanya “hancur”. hehehe

    Like

  7. @helmi
    Kalau begitu, saya tanya balik, sebagai peneliti kamu lebih suka cara Sharpe atau Sortino? dan kenapa? Apa keunggulan dan kelemahannya masing2? Jawaban itu akan bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan calon investor tersebut.

    Like

  8. @Rudiyanto

    selamat pagi pak,
    karena perbedaan kedua metode itu adalah di pemakaian risiko yg digunakan maka menurut saya jawabannya seperti ini.
    tergantung dari calon investornya.
    – jika calon investor menganggap volatilitas return reksa dana sebagai risiko, maka gunakan metode sharpe.
    – jika calon investor menganggap hanya volatilitas return reksa dana yang dibawah MAR atau RF atau bisa dikatakan yang negatif sebagai risiko, maka gunakan metode sortino.

    apa seperti itu pak? mohon koreksinya.
    terima kasih.

    Like

    1. Benar atau salah itu relatif, silakan berargumentasi di ruang ujian nanti, tentunya dengan menyiapkan data pendukung yg kuat.

      Like

  9. Selamat siang pak, saya mau bertanya. Metode snail trail kan digunakan untuk menilai kinerja prtfolio dgn membandingkan risiko dan return dalam bentuk kuadran. Nah pd obligasi, yg menjadi nilai return/risiko pembanding/pembatasnya itu dari mana ya pak?
    Terima kasih

    Like

  10. @rina
    Siang Rina,

    Kalau pertanyaan anda terkait reksa dana yang berinvestasi pada obligasi, Silakan dibaca artikel ini http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2011/03/07/mengenal-benchmark-reksa-dana-yang-apple-to-apple/

    Namun jika menerapkan metode tersebut di obligasi, maka kurang tepat karena metode itu, dalam pengertian saya yang merupakan pengukuran atas konsistensi, hanya bisa digunakan pada instrumen yang tidak punya waktu jatuh tempo seperti saham / reksa dana.

    Semoga bermanfaat.

    Like

  11. Selamat pagi pak rudi,saya sedang mencari topik thesis, rencana…saya mau ambil topik mengenai analisa kinerja reksadana sebelum krisis global dan setelah krisis global 2008 terhadap reksadana saham dan pendapatan tetap perusahaan asing dan lokal yg beroperasi di indonesia…yg ingin saya tanyakan…menurut bapak rudiyanto sebagai pakar reksadana apakah penelitian ini memilikk esensi? Kemudian periode yg tepat untuk pengambilan sampling 3 tahun sebelum sesudah krisis atau 5 tahun sebelumsesudah…mhn petunjuk pak rudi trims

    Like

    1. Malam Albert,

      Kalau menurut saya, kembali ke tujuan thesis tsb. Diperuntukkan utk siapa dan bagaimana kesimpulan dari penelitian tsb bermanfaat utk mereka.

      Semoga bermanfaat

      Like

  12. Pak Rudi,, bukunya sudah saya terima, bukunya sangat bagus bagi saya sebagai pemula, terimakasih

    Pak Rudi,,, saya lagi belajar menghitung rasio Sharpe, tapi masih tetap belum ngerti,, seperti untuk mencari stadard deviasi ini gimana ya? atau dari mana

    boleh diberikan contoh dari sample yang nyata (dari data2 yang dipublish di internet)

    terus mencari data return, resiko, dan risk free, masuk ke web mana saja ya, terimakasih ya pak,

    Like

  13. @isur
    Salam Isur,

    Kalau kamu membeli buku versi hardcover, bukankah sudah disertakan ada excel perhitungan standar deviasi dan sharpe ratio?

    Like

  14. Pak Rudi,

    Yang ingin saya tanyakan lebih mendasar, berapa usia Reksadana bertahan pada umumnya? pertanyaan tersebut saya tanyakan karena pada Ajang Penghargaan Majalah Investor tahunan ada kategori 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun dan 7 tahun.

    Terima kasih

    Like

  15. @Ayu Pratiwi
    Pagi Ibu Ayu,

    Dari sisi bisnis, semakin lama usia reksa dana semakin baik. Sebab bagaimanapun suatu reksa dana yang sudah bertahan belasan tahun akan lebih dipercaya jika dibandingkan reksa dana yang baru beberapa tahun saja. Di luar negeri, usia reksa dana dan perusahaan manajer investasi bahkan sudah puluhan tahun bahkan ada yang ratusan tahun.

    Kalau untuk kategori Majalah Investor, periode diperlukan karena definisi terbaik itu adalah berdasarkan kinerja dalam suatu periode yang sama dibandingkan produk sejenis. Sepengetahuan saya, untuk tahun ini kategori 7 tahun diganti menjadi 10 tahun.

    Untuk reksa dana saham, memang semakin panjang semakin baik karena produk ini ditujukan untuk investasi jangka panjang. Namun dari sisi pembuatan peringkat, baru dimungkinkan jika jumlah datanya cukup. Jika hanya ada 3 – 4 produk saja tentu kurang maksimal.

    Untuk tahun ini, jumlah reksa dana yang berusia 10 tahun sudah cukup banyak sehingga hal ini bisa dilakukan. Nanti hasilnya bisa anda baca pada Majalah Investor edisi Reksa Dana Terbaik yang mungkin terbit Maret tahun ini.

    Semoga bermanfaat.

    Like

Leave a comment