Pada artikel jajak pendapat sebelumnya, saya membuat pertanyaan mengenai pandangan teman2 terhadap kondisi bursa penurunan bursa terakhir. Tidak disangka, IHSG terus menerus melanjutkan tren penurunan dan sekarang sudah berada di bawah level 4000. Jika hari ini adalah 31 Desember 2013, maka sudah pasti beberapa analisa dan prediksi saya mengenai bahwa IHSG tidak akan jatuh terlalu dalam dan target IHSG mungkin akan berkisar antara 5000 – 5500 di tahun ini menjadi SALAH BESAR.
Pada akhir artikel jajak pendapat, saya juga berjanji akan melakukan kajian dan riset baru kemudian akan menyampaikan tanggapan saya sendiri. Sebetulnya saya mau membuat riset tersebut dengan data akhir Agustus, namun karena sudah tinggal beberapa hari lagi dan IHSG juga turun dalam, maka saya membuat data berdasarkan data IHSG 27 Agustus dengan tanggal tersebut adalah akhir Agustus. Saya juga membuat suatu analisa untuk melihat seberapa besar peluang IHSG akan mencapai target yang saya sebutkan di atas. Semoga riset ini bermanfaat bagi anda.
Berdasarkan hasil jajak pendapat, umumnya banyak yang masih cukup positif dengan kondisi pasar modal Indonesia dan mengganggap penurunan ini sebagai bagian dari sebuah siklus. Namun ada juga yang bingung. Untungnya tidak ada yang menyatakan menyesal masuk pasar modal dan maunya investasi di properti atau sapi saja.
Padahal kalau dipikir2, bisnis daging sapi tentu sangat menguntungkan kalau dilihat dari kenaikan harga sejak awal tahun. IHSG yang naik dari awal tahun saja sudah turun, tapi daging sapi tidak. Belum lagi jumlah uang yang digunakan untuk menyuap politisi untuk mendapatkan kuota dan usaha gabungan dari beberapa kementerian yang ternyata juga tidak mampu menurunkan harga daging sapi. Bahkan ketika sudah impor pun harga tidak segera turun.
Penurunan Bursa Saham
Secara singkat penurunan bursa saham ini terjadi karena kombinasi faktor dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, sudah jelas rapor kita jelek. Mulai dari Impor kita lebih banyak daripada ekspor (Defisit Neraca Perdagangan), Inflasi tidak terkendali dan di atas 8%, Pertumbuhan Ekonomi melambat dan dibawah 6%, kebijakan yang cenderung populis seperti kenaikan UMR tanpa koordinasi, dan harga komoditas yang turun sehingga pendapatan perusahaan dan masyarakat yang berbasis komoditas juga ikut turun. Penurunan IHSG, harga obligasi dan pelemahan Kurs Rupiah merupakan efek dari rapor merah tersebut.
Dari luar negeri, pengetatan Quantitative Easing yang disebut juga dengan Tapering – Pengurangan nominal yang dikucurkan dalam QE dan membaiknya perekonomian US & Eropa membuat para investor besar memiliki opsi untuk mengalihkan uangnya ke negara yang kondisi ekonominya dianggap lebih baik.
Faktor dari luar negeri, sebetulnya sudah diperhitungkan dan harusnya bersifat sementara, namun terus terang asumsi mengenai faktor dari dalam negeri banyak yang diluar perkiraan. Saya tidak menyangka rapor kita sedemikian buruk, padahal pada tahun2 sebelumnya pemerintah cukup berhasil dalam mengendalikan tingkat inflasi dan pertumbuhan perekonomian. Biangnya memang kenaikan BBM di waktu yang salah sehingga defisit sudah terlanjur memburuk dan akhirnya berdampak kemana2, hal ini diperparah lagi dengan harga minyak yang tetap tinggi dan harga bahan baku yang naik tidak terkendali.
Eagle View Perspective
Yang namanya krisis, atau yang sifatnya lebih ringan sehingga bisa disebut gejolak, selalu terjadi karena merupakan bagian daripada suatu siklus. Manusia memang cenderung tidak rasional ketika berhadapan dengan siklus. Ketika kondisi sedang bagus, manusia selalu berasumsi kondisi baik ini akan berlangsung selamanya sampai akhirnya harga naik terlalu tinggi, bubble, pecah dan terjadi krisis. Sebaliknya pula ketika kondisi sedang tidak bagus, manusia selalu berasumsi kondisi akan lebih jelek lagi dan menghindari atau menjual barang di harga sangat murah sampai akhirnya menyesal karena harga kembali naik tinggi.
Nah, pelajarannya adalah bahwa dalam investasi ada yang namanya siklus. Memang sulit untuk menentukan kapan mulai atau berakhirnya sebuah siklus, akan tetapi tidak akan pernah mungkin ada kondisi dimana harga akan naik atau turun terus menerus. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah anda bahagia karena sedang Indonesia Company Great Sale atau sedang bingung dan kesal karena baru menyadari bahwa ternyata kita sendiri tidak siap dengan risiko. Sama seperti prinsip gelas berisi air di bawah ini, apakah penurunan bursa ini dilihat sebagai gelas yang setengah penuh atau setengah kosong?
Mau gelasnya setengah penuh atau setengah kosong, tetap saja kalau IHSG terus turun, maka airnya tetap bocor. Jadi sangat penting bagi kita untuk tahu bagaimana penurunan apakah akan terus memburuk atau tidak. Untuk itu, saya melakukan analisa antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja akan membaik jika “Rapor” sudah membaik.
Rapor tersebut ditentukan oleh banyak indikator makro ekonomi, namun beberapa indikator yang menurut saya cukup vital adalah inflasi. Apabila inflasi menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang ditandai dengan inflasi yang lebih rendah dari perkiraan atau bahkan deflasi (angka inflasi negatif), maka kondisi bursa akan segera membaik dalam hitungan bulan. Sayangnya, untuk inflasi Agustus ini, keliatannya masih lebih tinggi daripada perkiraan sehingga di awal September ini, pemulihan masih akan sulit terjadi.
Perbaikan inflasi akan merembet ke semua faktor lainnya seperti Yield Obligasi, Kurs Rupiah dan Kinerja IHSG. Pembahasan tentang inflasi dan IHSG juga sudah pernah saya bahas di Menebak Kapan Rally IHSG Berikutnya. Untuk pertumbuhan ekonomi yang dibawah 6%, menurut saya pengaruhnya terhadap bursa tidak terlalu signifikan karena angka 5.8% sendiri sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara2 tetangga kita. Efek dari penghematan BBM mungkin baru akan dirasakan mulai tahun mendatang, dan diharapkan dengan adanya anggaran yang lebih besar untuk investasi, pertumbuhan ekonomi dapat kembali tinggi.
2.Analisa Secara Statistik
Analisa Statistik secara khusus hanya berfokus kepada angka2 saja tanpa peduli faktor-faktor yang menyebabkannya dan berasumsi bahwa apa yang terjadi di masa lalu akan terulang lagi di masa yang akan datang. Ada 3 model analisa statistik yang ingin saya sharing disini yaitu:
A. Window Dressing
Window Dressing adalah suatu analisa yang mengasumsikan bahwa harga saham umumnya akan membaik pada akhir tahun, khususnya pada bulan Desember. Dengan berinvestasi pada bulan tersebut investor kemungkinan besar akan mengalami keuntungan. Secara statistik juga sudah terbukti bahwa dari tahun 2001 – 2012, return IHSG selalu positif pada bulan Desember apapun kondisi pasarnya.
YearMonth | Dec |
2001 | 3.08 |
2002 | 8.84 |
2003 | 12.12 |
2004 | 2.3 |
2005 | 6.02 |
2006 | 5.04 |
2007 | 2.14 |
2008 | 9.17 |
2009 | 4.91 |
2010 | 4.88 |
2011 | 2.88 |
2012 | 0.95 |
B. Sell in May and Go Away
Adalah analisa statistik yang menyebutkan bahwa jika anda berinvestasi di saham pada periode terbaiknya yaitu November – April dan obligasi pada bulan Mei – Oktober maka anda akan mendapatkan hasil investasi yang jauh lebih baik. Sebab Mei – Oktober dianggap bukan sebagai periode yang terbaik untuk investasi saham. Saya pernah melalukan penelitian tersebut pada tahun 2012, dan ternyata memang hasilnya lebih baik bahkan mengalahkan strategy Buy and Hold IHSG. Riset tersebut dapat diakses di Sell in May and Go Away.
Dengan mengacu pada strategi di atas, berarti anda sudah bisa mulai berinvestasi pada akhir bulan Oktober nanti.
C. Analisa Probabilitas
Konsep analisa probabilitas ini sama dengan konsep analisa yang sebelumnya pernah saya buat di artikel Menebak Pergerakan IHSG setelah Rally dengan Teori Probabilitas. Pada prinsipnya, dengan asumsi 27 Agustus 2013 adalah akhir bulan, maka investasi IHSG selama 3 bulan dari bukan Juni, Juli dan Agustus sudah turun sekitar 22%. Pada hari ini tanggal 28 Agustus, IHSG kembali turun, tapi kita asumsikan saja akhir bulan itu kemarin ya.
Kemudian jika kita lihat ulang data dari tahun Januari 2001 – Agustus 2013, apakah pernah IHSG mengalami penurunan lebih dari 20% dalam 3 bulan ? Dari 150 data return 3 bulanan yang saya analisa, ternyata selain Return 3 bulanan Agustus 2013, ada 5 kali kejadian, yaitu pada Oktober 2002, September 2008, Oktober 2008, November 2008 dan Desember 2008.
Nah, kita kan mau meramalkan, setelah mengalami penurunan 20% tersebut bagaimana pergerakan IHSG ke depannya. Saya membuat 2 skenario yaitu 4 bulan kemudian dan 12 bulan kemudian berdasarkan data historis. Penggunaan 4 bulan karena saya mau tahu apakah IHSG akhir tahun 2013 dan untuk 12 bulan, karena saya mau tahu seandainya kita mengambil risiko dan merem selama 1 tahun, berapa potensi return / loss yang akan kita dapat.
Karena datanya tidak banyak, maka bisa saya tampilkan sebagai berikut:
IHSG Agustus | 3967.84 | ||||
Keterangan | Oct-02 | Sep-08 | Oct-08 | Nov-08 | Dec-08 |
IHSG 4 Bulan Kemudian | 8.18% | -27.28% | 2.28% | 15.51% | 27.10% |
Perkiraan nilai IHSG 4 Bulan Kemudian | 4292.30 | 2885.43 | 4058.44 | 4583.06 | 5043.17 |
IHSG 12 Bulan Kemudian | 69.50% | 34.65% | 88.39% | 94.57% | 86.98% |
Perkiraan nilai IHSG 12 bulan Kemudian | 6725.30 | 5342.81 | 7475.10 | 7720.26 | 7419.00 |
Dari analisa probalitas, kemungkinan IHSG naik 4 bulan kemudian setelah mengalami penurunan > 20% dalam 3 bulan adalah 80%. Kenaikannya juga bisa sangat beragam, namun jika ingin kembali ke angka 5000, kemungkinannya hanya sekitar 20%. Namun berita baiknya, untuk 1 tahun ke depan, secara historis, setelah mengalami penurunan 20% kemungkinan untuk naik 1 tahun yang akan datang mencapai 100%. Bahkan kenaikannya juga cukup fantastis antara 30% – 90%an.
Jadi, berdasarkan analisa2 di atas, maka tanggapan saya adalah kombinasi dari point 1 dan point 5, dimana saya masih yakin 100% dengan kondisi pasar modal Indonesia, namun kondisi market bisa saja terus memburuk, sehingga investasi akan dimasukkan secara bertahap.
Demikian tanggapan dari saya sendiri, semoga artikel ini bermanfaat.
Penyebutan produk investasiĀ (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Sumber data dan Foto : Istockphoto dan Bursa Efek Indonesia
Dear Bung Rudiyanto,
Ulasan yang mencerahkan dan penuh optimistic. Terima kasih telah memberikan banyak perspektif ke depan untuk investasi di pasar modal. Situasi pasar yang belum ada tanda-tanda pulih dari lesunya pasar akan segera berakhir dalam hitungan hari ke depan.
Semoga para investor dapat merasakan manisnya berinvestasi.
Salam,
chakepp.
LikeLike
Saya setuju Pak Rudy, ini saatnya investasi secara bertahap, untuk jangka waktu investasi lebih dari 1 tahun, semoga dengan tulisan tulisan anda kesadaran masyarakat indonesia untuk berinvestasi makin bertambah, sehingga secara persentase investor lokal di BEI bertambah banyak, hidup…. Bursa Efek Indonesia.
LikeLike
Menurut Pak Rudy, apakah langkah yg baik jika masuk lagi kepasar setelah keputusan QE keluar bulan depan dan melihat bagaimana reaksi pasar nantinya ? Sebenarnya saya udah “gatal” pengen subs RDS tp saya keep dulu nunggu bulan depan
LikeLike
Setuju, Pak. Justru ketika situasi terus-menerus semakin suram seperti sekarang ini, kita-kita yang Intelligent Investor harus semakin tamak. š
Sedang Indonesia Company Great Sale kan, kapan lagi kesempatan ini datang? Mungkin hanya 5-10 tahun sekali. š
LikeLike
bagi yg menggunakan strategi rupiah cost averaging apakah berarti berhenti dulu melakukan pembelian pak?
LikeLike
trims ats pencerahanya pak,
apa menurut bapak investasi saham/reksadana saham momen nya bagus sekarang ini. mohon masukannya bpak. rencana saya mau investasi di reksadana saham. trims
LikeLike
@Mabar
Salam Mabar dan Kang Rofi,
Tinggal anda mau investasi pakai acuan Rapor atau Statistik. Statistiknya pun ada 3 pilihan A sampai C. Atau udah capek menebak2 jadi mending Cost Averaging saja.
Semoga bermanfaat.
LikeLike
@teguh
Salam Teguh,
Kalau sedikit gejolak saja sudah mau stop cost averaging, berarti sejak awal kamu sebaiknya tidak pakai cost averaging tapi market timing saja. Dan jangan lupa juga dengan tujuan keuangan kamu.
Semoga bermanfaat.
LikeLike
Pak rudy, terima kasih ats info dan pencerahan nya. Di tahun suram saat ini, saya baru mulai invest RD terutama saham dan campuran terasa negatif nya. Saya kira sudah melakukan riset yang betul tp ternyata belum cukup juga dan belum pandai melihat siklus pasar modal.
Menurut bapak, perilaku apa yg mesti kita kembangkan dimasa suram ini, dan waktu invest yg tepat sold atau pembelian
LikeLike
@bayu
Salam Bayu,
Yang namanya market timing sendiri, bahkan Manajer Investasi yang sudah kawakan saja suka salah. Jadi yang paling penting adalah punya tujuan investasi dan fokus pada pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian, kita tidak terlalu berpengaruh pada kondisi naik atau turun.
Saat paling tepat untuk menjual adalah ketika target yang kita tetapkan sudah tercapai.
Jika kita memang terobsesi pada kapan waktu yang tepat untuk jual atau beli, silakan investasi langsung di saham. Dengan demikian keuntungan juga bisa lebih dimaksimalkan.
Terhadap perilaku dalam menghadapi kondisi krisis ini, sudah saya bahas di atas. Apakah anda orang yang melihat gelas sebagai setengah penuh atau setengah kosong.
Demikian semoga bermanfaat.
LikeLike
Anjloknya harga saham perlu dilihat dengan perspektif yang tepat. Jangan panik
Kita punya pengalaman berharga, tahun 1998 dan 2008, dimana pasar bergejolak lebih hebat. Dari sini, kita bisa belajar apakah reaksi yang tepat menghadapi gejolak ini.
Kesimpulan saya, jika tujuan keuangan Anda diatas 5 tahun, teruskan investasi saham dan bahkan lebih besar (mumpung masih murah…). Simak uraian lengkapnya di http://www.duwitmu.com/mengelola-keuangan-menghadapi-gejolak-ekonomi/
LikeLike