Apakah anda sudah ikut mencoblos saat PEMILU 9 April lalu? apakah hasil PEMILU ini sesuai dengan perkiraan anda? Dan yang paling penting, bagaimana pandangan sebagai seorang investor terhadap hasil ini?
Pemberitaan tentang PEMILU dan Pasar Modal memang sangat hot ketika hasil Quick Count PEMILU bisa dilihat di layar TV pada tanggal 9 April malamnya. Berdasarkan hasil Quick Count yang saya kutip dari Kompas.com, hasilnya kurang lebih sebagai berikut
sumber : Kompas.com 15 April 2014.
Pemberitaan terkait PEMILU ini juga sangat beragam, mulai dari :
- Efek Kesatria Bergitar lebih hebat dari Efek Jokowi
- Prediksi lembaga survey yang meleset dari hasil quick count sebagai contoh PDIP yang di bawah 20%, partai berbasis Islam seperti PKB yang mengalami peningkatan suara
- Rumor tentang kisruh internal di beberapa partai karena Capres yang diajukan ternyata tidak mampu mendongkrak perolehan suara partai
- Penyelenggaraan PEMILU yang aman tanpa ada keributan yang berarti
- Hingga pelanggaran dalam pelaksanaan yang membuat kinerja BAWASLU dikomentari
Apapun itu, kita memang harus mensyukuri bahwa PEMILU kali ini berjalan dengan aman dan lancar. Tidak ada bom yang meledak, gangguan teroris / separatis, ataupun demo besar-besaran yang menolak hasil PEMILU. Yah, paling ada beberapa Caleg stres yang kalau saya lihat di berita mencoba meminta kembali uang sogokannya karena jumlah uang dan amplop yang dikeluarkan tidak sesuai dengan jumlah suara. Ada beberapa caleg yang dirawat di rumah sakit jiwa dan paranormal karena tidak bisa menerima hasil ini ataupun bingung karena terlilit hutang. Di beberapa daerah PEMILU terpaksa harus diulang atau tertunda karena surat suara tertukar dan terlambat karena kendala transportasi. Namun rasanya ini bukan masalah yang terlalu serius. Nobody perfects.
Jika di atas adalah pandangan saya dari kacamata sebagai warga negara Indonesia, bagaimana dengan pandangan saya dari kacamata sebagai investor pasar modal? Kalau diingat2, begitu hasil Quick Count diumumkan di media massa, pada tanggal 10 April 2014 IHSG mengalami penurunan yang cukup dalam yaitu 3.16%. Namun belum sampai 1 minggu, pada saat artikel ini ditulis, IHSG sudah ke level 4871. Mungkin minggu ini sudah bisa kembali ke 4900 lagi. Jika kegagalan PDIP mendapatkan hasil di atas 20% menjadi alasan penurunan pada tanggal 10 tersebut, mengapa dalam waktu dekat ini sudah kembali naik? Bagaimana sih, sebenarnya investor pasar modal memandang hasil Pemilihan Legislatif ini?
Pergerakan IHSG 10 April 2014
Sebelum membahas lebih jauh, terus terang saya sangat terkesan dengan salah satu artikel yang ditulis oleh Satrio Utomo di wake up call Kontan. Saya lupa itu tanggal berapa, dari artikel tersebut ada 1 hal yang sangat saya suka. Pak Satrio mengibaratkan sebagian investor pasar modal baik itu asing maupun lokal itu seperti anak kecil. Karena anak kecil, ketika dikasih iming2 (sentimen positif bahwa partai tertentu akan menang mayoritas) mainan semangatnya luar biasa (membeli saham). Ketika dia tahu bahwa iming2nya tidak sesuai kenyataan, dia marah dan membanting mainan tersebut (jual sahamnya). Namun karena anak kecil, bukan orang dewasa yang pendendam, maka besok paginya dia sudah lupa lagi dan siap untuk digoda iming2 yang baru. Mudah2an saya tidak salah kutip.
Saya sendiri juga sependapat. Memang “sebagian” bukan seluruh investor pasar modal, ada yang tabiatnya seperti “anak kecil” di atas. Mungkin tidak benar2 pas, tapi saya menganalogikan mereka sebagai investor yang strategi investasinya berbasis pertumbuhan (Growth Investing). Investor kategori ini memang selalu ikut “Arus”. Dan “Arus” tersebut terkadang berfokus pada berita / ekspektasi tertentu. Misalkan seperti kebijakan Quantitative Easing dan Tapering (masih ingatkan, betapa besarnya waktu itu ketika diumumkan akan dilakukan tapering, sekarang investor seolah2 udah lupa), besaran utang AS dan Eropa, perang di negeri lain, dan kalau untuk kasus sekarang ini hasil Quick Count PEMILU serta hal2 baru yang akan selalu bermunculan nantinya.
Kebiasaan dari gaya strategi growth ini adalah ketika sentimennya / berita tidak muncul seperti yang diharapkan, maka mereka akan menjual saham. Mau itu saham yang fundamentalnya bagus atau jelek, tidak peduli. Jual semua. Yang jadi masalah, begitu sentimen berubah maka mereka juga akan berubah dan terkadang kejadiannya bisa cepat sekali. Dari Buy tiba2 jadi Sell atau sebaliknya. Investor dengan strategi ini yang saya tahu adalah investor asing yang punya akses informasi yang cepat, akurat, lengkap dan canggih. Tidak jarang, investor asing juga memiliki akses terhadap tim riset yang publikasi risetnya mampu mempengaruhi persepsi pasar secara keseluruhan.
Jenis investor lain yang saya tahu menerapkan strategi ini adalah investor awam dan investor tanpa tujuan investasi. Karena awam dan tanpa tujuan, terkadang keputusan jual beli ditentukan berita yang dia baca di media. Jadinya ketika ada berita yang kebetulan kurang bagus, investor panik dan terburu2 merealisasikan keuntungan atau tidak jarang cut loss. Kemudian untuk periode masuknya, selalu ditunda2 sambil menunggu berita baik muncul dan pada banyak kasus selalu terlambat.
Lawan dari Growth Investing adalah Value Investing. Strategi investasi berbasis nilai (Value), menfokuskan pada kinerja perusahaan. Berita-berita yang muncul memang dibaca, namun keputusan jual beli baru dilakukan jika ada perubahan yang signifikan pada kondisi perusahaan. Jika dianalogikan, mungkin investor yang menerapkan Value Investing bisa dibilang sebagai investor yang “dewasa”. Meski demikian, strategi ini bukannya tanpa kelemahan. Bisa jadi, saham yang fundamentalnya sangat bagus namun karena minim berita, harganya stagnan selama bertahun-tahun sehingga membuat investor tidak sabaran.
Hasil Pileg dari Kacamata Investor
Kembali ke judul, bagaimana hasil Pileg ini dari kacamata investor. Kalau dari sudut pandang Growth Investing, menurut saya waktu IHSG turun 3% lebih, sudah mencerminkan kondisi “kaget” karena PDIP tidak mencapai target yang diharapkan. Dan karena sudah mencerminkan hal tersebut, keesokannya investor sudah business as usual sambil mencari sentimen yang lain. Jadi ke depan, harga saham mau naik atau turun, rasa-rasanya bagi investor berbasis growth, berita ini sudah basi dan bukan menjadi penyebab utama lagi.
Nah bagaimana jika dari kacamata berbasis investor value? Sebelum hasil quick count PEMILU diselenggarakan, saya sempat memberikan kultwit via twitter di @rudiyanto_zh. Intinya ada 2 skenario yang mungkin terjadi. Pertama, masyarakat memilih partai untuk mendukung Capres pilihannya. Jadi katakanlah mereka mendukung si A, maka otomatis yang dicoblos adalah partai yang mengusung si A tersebut. Padahal, caleg2 yang di partai itu belum tentu adalah orang2 yang terbaik di bidangnya, hanya kebetulan mereka menumpang di partai tersebut saja. Namun dari sisi penyelenggaraan negara akan menjadi efisien karena asumsinya, Presiden (pemerintahan) akan didukung oleh DPR. Kalau seandainya ini yang terjadi, bisa jadi bursa akan merespon positif.
Skenario 2, ternyata masyarakat lebih memilih caleg2 yang dia kenal. Bisa saja, memang caleg2 itu adalah individu yang memang terbaik di bidangnya, namun karena bernaung pada partai yang berbeda2, jadinya tidak ada partai yang menang mayoritas. Jika skenario ini yang terjadi, mungkin saja kita akan mendapatkan anggota DPR yang berkualitas namun kabinetnya terdiri dari partai yang beragam. Skenario ini, menurut saya akan membuat bursa memberikan respon negatif. Ternyata memang skenario kedua ini yang terjadi dan bursa bereaksi negatif namun hanya 1 hari saja.
Ketika berbincang2 dengan rekan2 yang lain, saya mendapat hal baru. Dengan kondisi yang ada saat ini, mungkin saja yang dibutuhkan adalah hasil Pileg seperti yang terjadi sekarang ini.. Mengapa? Sebab dengan menganalisa pemberitaan yang ada dimana ada salah satu capres favorit, sejak awal selalu mengatakan bahwa kewenangan pencapresan ada di tangan ketua umum partai, kemudian dalam prosesnya harus sungkeman, cium tangan, nyekar ke makam, kemudian sampai ada tim kabinet bayangan. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa kontrol partai sangat kuat, dan bisa jadi yang dikhawatirkan adalah benaran terjadi Capres Boneka. Dengan tidak adanya partai yang mendominasi, maka untuk mencalonkan partai diharuskan ada partai yang berkoalisi. Dengan berkoalisi, berarti kontrol dari satu partai tidak bisa lagi dominan seperti sebelumnya karena harus mempertimbangkan kepentingan partai lainnya juga. Selain itu, Capres favorit tersebut perannya akan semakin kuat. Sebab persepsi yang muncul adalah Presiden dipilih oleh Rakyat, bukan Partai. Kesimpulannya, bisa jadi hasil inilah yang terbaik. Dan kebetulan teman saya ini merupakan investor berbasis value.
Rasa-rasanya saya terlalu me”genaralisir” pandangan investor value ataupun growth. Bisa saja, anda investor yang value atau growth tidak beranggapan demikian. Well, apapun itu, mari kita berharap yang terbaik untuk Indonesia.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi
Sumber Gambar : Iphone, Kontan.co.id dan Kompas.com
selamat malam pak Rudy saya mau tanya pak, dimana untuk 5 tahun kedepan.Merencanakan keuangan saya untuk modal
usaha.Dana nganggur saya perbulan kira-kira sebesar
Rp.200.000/bulan.Kira-kira apakah saya bisa dengan uang
Rp.200.000/bulan ?
mohon bimbingan nya pak
LikeLike
@Aman
Selamat Siang Pak Aman,
Kalau saran saya anda gunakan uang tersebut untuk meningkatkan kemampuan atau modal usaha sehingga bisa mendapatkan penghasilan / pendapatan yang lebih tinggi.
Semoga bermanfaat.
LikeLike