Ketika melihat gambar di atas mungkin anda bingung, apa hubungan antara reksa dana saham yang mengalahkan IHSG dengan gambar kuda bertanduk (unicorn) ? Apabila anda membaca buku “Money, Master The Game : 7 Simple Steps To Financial Freedom” yang dibuat oleh motivator kelas dunia bapak Tony Robbins, dalam salah satu babnya, dia membahas tentang investasi reksa dana. Menurut dia, 96% daripada reksa dana aktif – reksa dana yang dikelola dengan strategi aktif dengan tujuan mengalahkan indeks, di Amerika Serikat tidak lebih baik dibandingkan dengan indeks yang menjadi acuannya.
Kutipan aslinya seperti ini :
An incredible 96% of actively managed mutual fund fail to beat the market over any sustained period of time!
Saking sulitnya untuk mencari reksa dana yang mampu mengalahkan indeks, dia menjuluki reksa dana tersebut dengan sebutan Unicorn. Analoginya, untuk mencari reksa dana yang mampu mengalahkan indeks itu sama sulitnya dengan mencari kuda bertanduk. Tidak ada jaminan pula bahwa reksa dana “unicorn” yang mengalahkan indeks tahun ini akan sama dengan reksa dana yang mengalahkan indeks tahun depan. Jadi konsistensi kinerja reksa dana dalam jangka panjang juga dipertanyakan.
Terus bagaimana? Apakah itu berarti di Amerika Serikat orang tidak berinvestasi di reksa dana? Sebenarnya tidak juga, riset serupa sebenarnya juga sudah dikemukakan sejak lama dan hal ini menjadi pemicu timbulnya reksa dana indeks. Reksa dana indeks adalah reksa dana yang dikelola secara pasif dengan tujuan menyamakan kinerja dengan indeks yang menjadi acuannya. Karena pasif, umumnya biaya pengelolaan relatif lebih rendah. Warren Buffet sendiri, dalam bukunya memberikan saran kepada investor pemula yang mau berinvestasi di pasar modal utk memulainya dengan reksa dana indeks.
Saya tidak menyangsikan pendapat tokoh2 tersebut karena mereka mendasarkan argumentasinya berdasarkan data dan riset yang komprehensif. Namun apakah hal tersebut juga berlaku di Indonesia? Sebab saya sering memperhatikan bahwa terkadang orang membaca hasil riset di luar, itupun datanya sudah jadul puluhan tahun yang lalu, dan dengan mudahnya menyamakan dengan Indonesia. Apalagi kebetulan ada satu atau dua reksa dana yang mendukung argumentasinya.
Pada kesempatan ini, saya ingin mencoba membuktikan apakah benar bahwa sangat sulit untuk mencari reksa dana yang mengalahkan benchmark di Indonesia. Pembuktiannya akan dilakukan dengan menggunakan Reksa Dana Saham dan IHSG sebagai pembanding dari tahun 2001 – 2015. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut :
Pendekatan yang saya gunakan ada 2 yaitu berdasarkan return tahunan dan berdasarkan return jangka panjang.
1. Berdasarkan Return Tahunan
Yang dimaksud dengan return tahunan adalah misalkan pada tahun 2015, terdapat 148 reksa dana saham yang telah berusia minimal 1 tahun. Return IHSG pada tahun tersebut adalah -12.13%. Dari 148 reksa dana saham, kemudian dicari reksa dana mana yang returnnya lebih tinggi dari IHSG dan reksa dana mana yang returnnya lebih rendah. Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang dari tahun 2001 – 2015. Hasilnya adalah sebagai berikut :
Cara bacanya adalah sebagai berikut :
- Grafik garis warna emas dan kotak hitam berisi angka : jumlah reksa dana yang berusia 1 tahun pada tahun yang bersangkutan. Misalkan 2008 adalah 68 dan 2009 adalah 63. Artinya pada akhir 2008, terdapat 68 reksa dana saham yang telah berusia 1 tahun dan pada akhir 2009 terdapat 63 reksa dana saham yang telah berusia 1 tahun
- Grafik batang warna merah : merupakan persentase reksa dana saham yang kinerjanya dalam tahun yang bersangkutan kalah dengan IHSG
- Grafik batang warna hijau dan kotak biru berisi persentase : merupakan persentase reksa dana saham yang kinerjanya dalam tahun yang bersangkutan mengalahkan IHSG dan angka persentasenya.
Untuk grafik batang warna merah memang sengaja tidak ditunjukkan persentase. Total antara persentase hijau dan merah adalah 100%. Jadi jika pada tahun 2001, dalam kotak biru reksa dana saham yang mengalahkan IHSG tertulis 63%, berarti reksa dana saham yang kalah dengan IHSG adalah 100% – 63% = 37%.
Cara baca untuk grafik di atas adalah dengan menggunakan contoh 2014 dan 2015 adalah sebagai berikut :
- 2014, 125 dan 74%. Artinya pada tahun 2014 terdapat 125 reksa dana saham dan 74% diantaranya atau sekitar 92 reksa dana saham dalam periode 1 tahun mengalahkan IHSG . Sisanya sekitar 33 reksa dana saham kalah dengan IHSG
- 2015, 148 dan 34%. Artinya pada tahun 2015 terdapat 148 reksa dana saham dan 34% diantaranya atau sekitar 50 reksa dana saham dalam periode 1 tahun mengalahkan IHSG. Sisanya sekitar 98 reksa dana saham kalah dengan IHSG.
Jika dihitung secara rata-rata, maka selama 15 tahun, persentase reksa dana saham yang mengalahkan IHSG adalah 46%. Artinya setiap tahun, paling tidak hampir setengah dari reksa dana saham yang dipilih secara acak mampu mengalahkan IHSG. Memang angka tersebut juga cenderung fluktuatif. Angka ini juga cenderung lebih rendah dalam 5 tahun terakhir yaitu sekitar 30-an% kecuali di 2014. Namun secara statistik, tentu masih jauh lebih baik dibandingkan Amerika Serikat yang hanya 4%.
Memang, tidak berarti reksa dana saham yang mengalahkan IHSG tahun ini mampu mengulang kinerja di masa mendatang. Mengenai konsistensi kinerja reksa dana saham secara tahunan bisa di baca di Apakah Ada Reksa Dana Saham Yang Secara Konsisten Mengalahkan IHSG ?
2. Berdasarkan Return Jangka Panjang
Yang dimaksud dengan return jangka panjang adalah basis pengukuran return yang lebih panjang. Supaya komprehensif, saya menggunakan periode 1, 3, 5, 7, 10, 12 dan 15 tahun dengan menggunakan 2015 sebagai tahun dasar. Jadi dari tahun 2015 akhir, saya akan mencari reksa dana saham mana saja yang sudah berusia 1 tahun dan membandingkan dengan kinerja IHSG dalam periode yang sama. Selanjutnya dengan menggunakan tahun 2015 juga, dicari reksa dana saham mana yang sudah berusia 3 tahun dan membandingkannya dengan IHSG. Semakin panjang periode yang digunakan, tentu akan semakin sedikit pula jumlah reksa dananya. Proses ini akan diulang sampai dengan periode 15 tahun.
Berdasarkan metode di atas, hasil penelitiannya adalah sebagai berikut :
Cara bacanya adalah sama dengan grafik sebelumnya. Perbedaannya hanya di 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun dan seterusnya. Untuk 5 tahun, berarti kinerja yang dihitung adalah dari 2015 dihitung 5 tahun ke belakang.
Dari grafik di atas bisa dilihat bahwa untuk periode 2015, dalam 1 tahun terakhir ada 34% reksa dana saham yang mengalahkan IHSG, 42% untuk periode 3 tahun, 39% untuk 5 tahun, 40% untuk 7 tahun, 52% untuk 10 tahun, 69% untuk 12 tahun dan 75% untuk periode 15 tahun. Meski jumlah reksa dananya semakin sedikit, ternyata semakin panjang periode pengukuran kinerja reksa dana, semakin banyak pula reksa dana saham yang mengalahkan IHSG. Bahkan untuk periode 10 tahun ke atas, persentasenya di atas 50%.
Sebaliknya semakin pendek usia reksa dana, persentase yang mengalahkan juga semakin sedikit. Hal ini menunjukkan tingkat kesulitan untuk mengelola reksa dana berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini tentu menjadi PR bagi manajer investasi untuk dapat terus meningkatkan kinerja investasinya. Secara rata-rata dari 7 periode pengukuran kinerja di atas, rata-ratanya adalah 50%, sedikit lebih tinggi daripada pengukuran berbasis tahunan.
Dari kesimpulan di atas, statement bahwa kinerja reksa dana dalam jangka panjang tidak mampu mengalahkan benchmark adalah tidak berlaku di Indonesia. Bahkan bisa dikatakan bahwa untuk mencari reksa dana saham yang mengalahkan IHSG di Indonesia peluangnya adalah sekitar 1 banding 2 atau 1 banding 3. Jauh lebih besar daripada di Amerika Serikat yang 4 banding 100.
Kalau dianalogikan, mungkin untuk mencari reksa dana saham yang mengalahkan IHSG di Indonesia adalah seperti mencari Kuda di Jakarta. Tidak sulit untuk melakukannya asal tahu dimana bisa mencarinya. Hasil riset ini juga membuktikan bahwa teori dan riset yang berlaku di negara lain belum tentu berlaku di Indonesia. Kita harus bisa memilahnya dengan baik dan mengecek dengan sumber data yang tersedia.
Sumber : Klinik Fotografi Kompas
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
New Blog : www.ReksaDanaUntukPemula.com
Sekolah Investor Reksa Dana : www.InvestoReady-aprdi.org
Sumber Data dan Gambar : Istockphoto, Infovesta, Klinik Fotografi Kompas
Mantap pakk..
Akhirnya ada yg membahas perlu atau tidaknya reksa dana indeks di Indonesia saat ini..
Tapi kalau boleh tahu, apa yg terjadi di tahun 2010 ya?
Sampai cuma 8% doang gitu yg menang terhadap IHSG kinerjanya..
Terima kasih 🙂
LikeLike
@Ahmad Raihan
Selamat Pagi Pak Raihan,
Namanya strategi investasi, terkadang bisa berhasil terkadang gagal. Mungkin saja pada tahun tersebut saham yang naik di luar perkiraan manajer investasi sehingga hanya segelintir reksa dana yang berhasil Tapi itu juga masih 2 kali lipat dibandingkan Amerika Serikat yang hanya 4%.
Semoga bermanfaat.
LikeLike
@Rudiyanto
Iya juga ya,hehe..
Panin termasuk di 8% itu ya pak? 🙂
Btw kalau boleh tau penyebab di Amerika sendiri RD saham cuma 4% yg mengalahkan DJIA itu apa ya pak?
Apa berarti manajer investasi di Indonesia lebih pinter2 dari yg di Amerika?
Hmmm
LikeLike
@Ahmad Raihan
Selamat Sore Pak Raihan,
Kinerja Panin AM tidak selalu mengalahkan IHSG tiap tahunnya, demikian pula reksa dana saham dari MI yang lain. Kadang menang, kadang juga kalah.
Untuk mengetahui kinerja historisnya anda bisa buka http://www.panin-am.co.id/FundsAndPerformance.aspx pilih return tahunan.
Untuk indeks yang dijadikan sebagai acuan di AS, biasanya bukan Dow Jones, tapi yang secara umum adalah S&P 500, tapi utk tiap reksa dana biasanya disesuaikan lagi dengan strategi investasinya.
Perihal persentase Indonesia yang lebih baik dibandingkan AS, menurut saya mungkin disebabkan tingkat kedewasaan pasar modal. Dalam teori keuangan, dikenal Efficient Market Hypothesis (EMT) dimana kalau saya tidak salah, semakin efisien pasar modal suatu negara yang ditunjukkan dengan penyebaran informasi yang semakin baik dan merata, pelaku pasar yang banyak sehingga saham merefleksikan kinerja fundamental, maka akan semakin sulit juga untuk mengalahkan pasar.
Sebab untuk bisa mengalahkan pasar, manajer investasi harus memiliki / mengetahui informasi yang tidak diketahui oleh investor secara umum dan bergerak lebih cepat sebelumnya. Jika tidak, apa yang manajer investasi tahu akan sama dengan pelaku pasar secara umum sehingga akan semakin sulit untuk mengalahkan pasar.
Alernatif lainnya adalah manajer investasi mencoba “menebak” apa yang akan terjadi di masa depan dan mencoba mengalahkan pasar dengan strategi aset alokasi dan market timing. Dalam perjalanannya ada yang berhasil, ada juga yang gagal. Dan semakin efisien suatu pasar yang gagal juga akan semakin banyak.
Kalau untuk kondisi Indonesia, saya perhatikan bahwa ketika kinerja IHSG bagus, MI yang menang itu banyak. Tapi ketika jelek, yang kalah juga banyak dengan pengecualian di tahun 2010. Jadi kesimpulannya, mungkin MI kita baru jago pas lagi naik, pas lagi turun jagonya kurang begitu kelihatan. Tapi tentu kinerja ini diharapkan bisa terus membaik dari waktu ke waktu.
Semoga bermanfaat
LikeLike
Wah, maaf mengenai Dow Jones itu pak..
Jadi bisa disimpulkan dalam beberapa tahun ke depan ketika market di Indonesia sudah semakin efisien, maka reksa dana saham akan mengalami penurunan disebabkan oleh semakin efesiennya pasar modal di negara ini. Sehingga seperti di AS sekarang, orang-orang juga akan berpikir jauh lebih menguntungkan untuk berinvestasi di reksa dana indeks karena fee yang jauh lebih murah diakibatkan oleh pengelolaan reksa dana indeks yang lebih pasif dibanding reksa dana saham.
Untuk kinerja Panin sendiri, Maksima dan Prima kalah 5% dengan IHSG namun masih unggul dibanding RD saham pada umumnya. Yang mnejadi perhatian adalah Ultima, ketika YTD RD saham yang lain positif, mengapa dia bisa negatif sendiri ya pak?
Terima kasih atas perhatiannya 🙂
LikeLike
@Ahmad Raihan
Selamat Sore Pak Raihan,
Teori yang menyatakan antara efisiensi pasar dan kinerja reksa dana dibuat berdasarkan kondisi AS. Apakah benar-benar akan terjadi? Saya tidak tahu, tapi paling tidak teori yang menyatakan bahwa kinerja reksa dana aktif akan kalah dengan IHSG yang sama-sama berasal dari AS dengan menggunakan data 15 tahun terakhir di Indonesia sudah bisa dipatahkan atau dinyatakan tidak berlaku di Indonesia.
Kalau secara teori, penjelasan bahwa teori EMH yang menyatakan bahwa semakin dewasa makin sulit untuk mengalahkan pasar memang masuk di akal. Tapi terus terang saya sendiri lebih percaya Pareto 20 / 80. Artinya yang achiever atau kinerjanya bagus dalam jangka panjang biasanya akan dihuni oleh 20% terbaik. Teori ini lebih universal dan tidak berlaku hanya di industri reksa dana tapi kehidupan sehari-hari. Kalau pendapat saya pribadi, seharusnya dalam jangka panjang sekalipun rata-rata 20% yang mengalahkan pasar adalah angka yang masuk akal. Dan kalau pas dapatnya lebih berarti bonus.
Terkait reksa dana indeks, tidak ada jaminan juga reksa dana indeks yang berlaku di AS sama dengan reksa dana indeks di Indonesia. Fee yang dimaksud bukan fee pembelian dan penjualan tapi management fee. Sebab asumsinya karena dikelola secara pasif, feenya lebih kecil. Anda bisa mengecek sendiri apakah yakin bahwa feenya benar-benar kecil atau tidak. Dan menurut saya orang Indonesia sangat praktis, management fee yang tidak terlihat karena sudah tercermin dalam NAB/Up umumnya tidak menjadi perhatian sepanjang kinerja reksa dananya bagus. Kalau kinerjanya jelek dalam artian rugi, mau dia indeks atau aktif tetap akan ditinggalkan juga. Yang bisa membuat orang Indonesia beli reksa dana indeks bukan lantaran karena biaya murah, tapi kinerjanya bagus. Kalau nanti kinerja reksa dana sudah tidak bagus dan ada pilihan lain yang lebih bagus seperti properti, obligasi pemerintah dll, investor akan beralih ke situ. Hidup investor kan tidak hanya berkutat di reksa dana saja, masih banyak pilihan2 yang lain.
Untuk kinerja Panin AM dalam jangka panjang dan jangka pendek bisa anda lihat di http://www.panin-am.co.id/FundsAndPerformance.aspx
Saya tidak tahu yang kalah 5% itu diambil dari periode apa, tapi memang untuk 1 tahun terakhir kinerja reksa dana Panin AM ada yang kalah dan menang dibandingkan IHSG.
Spesifik untuk Panin Dana Ultima yang anda tanyakan, penjelasannya adalah pada strategi yang digunakan. Panin Dana Ultima menggunakan strategi fokus, yaitu membeli saham dalam jumlah yang sedikit maksimal 25 saham dengan alokasi persentase yang lebih besar. Saham yang dipilih adalah saham-saham yang diyakini dalam jangka panjang bisa memberikan kenaikan maksimal namun mungkin saat ini belum menjadi perhatian dari para investor.
Kelemahan dari strategi tersebut adalah pada saat saham pilihannya belum mendapat perhatian, pada saat IHSG mengalami kenaikan maka bisa saja kinerja reksa dana ini ketinggalan. Tapi ketika orang sudah menyadari saham tersebut merupakan saham yang prospektif, potensi kenaikannya lebih besar. Dan karena pilihan sahamnya tidak banyak serta alokasinya lebih besar, maka ketika strategi tersebut benar kenaikannya lebih bagus dan ketika strateginya salah, turunnya lebih dalam.
Periode year to date 2016 hingga bulan April yang anda lihat sekarang ini adalah periode dimana strateginya belum berjalan. Dan karena alokasinya yang fokus, maka kinerjanya juga kalah dengan IHSG.
Kejadian seperti ini sebenarnya juga pernah terjadi di tahun 2015. Anda bisa klik link ini http://www.panin-am.co.id/FundComparison.aspx
Pilih Periode Tertentu 31 Desember 2014 – 31 Desember 2015
Pilih Panin Dana Ultima
Pilih Indeks Pembandingnya IHSG
Pada grafik tersebut anda bisa melihat bahwa Panin Dana Ultima merupakan reksa dana saham yang mengalahkan IHSG pada tahun lalu memang tidak menang dari awal tahun. Kinerjanya kalah dengan IHSG sampai dengan bulan September atau Oktober, baru di 2 bulan terakhir menyusul dan lebih besar dibandingkan IHSG pada akhir tahun.
Memang tidak berarti siklus tersebut harus berulang setiap tahun dan tidak ada jaminan pula bahwa pasti akan berbalik pada akhir tahunnya, namun memang itu adalah kelebihan dan kekurangan dari strategi fokus.
Demikian semoga bermanfaat
LikeLike
Wah, mantap sekali jawabannya pak.. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk membalas komentar saya 🙂
Yang saya tahu untuk Vanguard index sendiri dia berkisar di 0,15% feenya pak, mohon dikoreksi jika memang salah, mengenai adanya alternatif investasi yang lain setuju saya pak, mungkin karena kebanyakan investor kita orientasinya untung sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat makanya kinerja yang baik(untung) yang dominan dilihat ya..
Untuk yang 5% itu saya bandingin Maksima 5 tahun dengan IHSG pak, maaf lupa mencantumkan 😀
Begitu ternyata Ultima ya, tipe memainkan saham ten-bagger ya kalau saya tidak salah, pernah baca di tulisan-tulisan Peter Lynch.. Okelah, sukses terus deh Panin Asset Manajement khususnya dibawah kepemimpinan pak Rudi ya..
Terima kasih atas waktunya pak 😀
LikeLike
@Ahmad Raihan
Selamat Sore Pak Raihan,
Kalau fee yang anda sebutkan mesti dipastikan angkanya karena kalau anda baca buku, bisa saja itu angka beberapa tahun atau belasan tahun yang lalu. Angkanya bisa berubah dari waktu kewaktu.
Semoga bermanfaat
LikeLike