
Penyelenggaraan pesta demokrasi yaitu PEMILU dan Pilpres secara serentak tinggal menunggu hitungan bulan. Tensi politik juga terus meningkat seiiring dengan semakin banyak aktivitas kampanye menjelang pemilihan. Bagaimana dengan hasil investasi reksa dana di tahun politik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pembahasan akan dilakukan dari 2 aspek yaitu referensi data historis kinerja reksa dana di tahun politik dan fundamental dari aset dasar reksa dana.
Referensi Kinerja Historis
Reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif pertama terbit dari tahun 1997 dan sudah berkembangan hingga ribuan produk pada tahun 2019 ini.
Mengacu kepada sejarah PEMILU di Indonesia yang terselenggara setelah tahun 1997 adalah PEMILU 1999, PEMILU dan Pilpres di 2004, 2009, dan 2014. Selain PEMILU, sebenarnya juga terdapat ratusan penyelenggaraan Pilkada, namun karena skalanya masih bersifat lokal.
Dengan mempertimbangkan perhitungan rata-rata kinerja reksa dana yang dilakukan oleh lembaga riset Infovesta baru dilakukan mulai tahun 2000, maka evaluasi terhadap referensi kinerja historis reksa dana pada tahun politik disajikan pada tahun 2004, 2009, dan 2014.
Kinerja Historis Reksa Dana Pada Tahun Politik adalah sebagai berikut:
Indeks | 2004 | 2009 | 2014 |
Reksa Dana Pasar Uang* | – | – | 7.03% |
Reksa Dana Pendapatan Tetap | 10.37% | 12.51% | 7.85% |
Reksa Dana Campuran | 24.71% | 47.08% | 16.91% |
Reksa Dana Saham | 35.11% | 97.27% | 27.86% |
Sumber : Infovesta.com, diolah
*Indeks Reksa Dana Pasar Uang baru dihitung sejak tahun 2013
Mengacu pada data di atas, secara mengejutkan tahun PEMILU dan Pilpres yang penuh dengan tensi politik ternyata memiliki kinerja historis yang selalu positif pada semua jenis reksa dana. Baik saham dan obligasi yang menjadi aset dasar reksa dana mengalami pertumbuhan positif.
Tentu, statistic ini bisa saja kebetulan. Bisa kebetulan valuasi sudah rendah, bisa kebetulan ada kejadian pada tahun tersebut yang positif terhadap saham dan obligasi. Untuk itu, perlu diketahui gambaran atau outlook mengenai aset dasar reksa dana.
Outlook Aset Dasar
Untuk obligasi faktor yang perlu diperhatikan adalah inflasi, kurs dan nilai tukar, sementara bagi saham adalah pertumbuhan penjualan dan laba bersihnya.
Tingkat inflasi Indonesia secara umum sangat terkendali dalam beberapa tahun terakhir. Jika pada tahun 2018 dengan harga minyak yang sempat mencapai 80 USD per barrel saja inflasi masih di level 3%an, maka dengan harga minyak di awal tahun yang di bawah 50 USD, seharusnya target inflasi pemerintah 2019 di kisaran 2.5 ā 4.5% masih bisa tercapai.
Dengan inflasi terkendali, maka keputusan untuk menahan, menaikkan atau menurukan BI Rate sangat tergantung pada kondisi nilai tukar Rp terhadap USD. Secara mengejutkan, nilai tukar sempat menyentuh level di bawah 14.000 pada awal Januari tahun ini.
Dengan perkembangan data-data perekonomian AS yang semakin menunjukkan tanda-tanda akan terjadi resesi, kebijakan suku bunga the Fed juga akan semakin tidak agresif. Rencana 2 kali kenaikan pada tahun 2019, bisa berubah dari menjadi 1 kali atau bahkan tidak naik.
Inflasi terkendali, nilai tukar Rp yang menguat dan potensi perubahan kebijakan suku bunga AS menimbulkan spekulasi bahwa BI Rate bukannya naik 1 kali pada tahun 2019, tapi mungkin bisa tetap atau bahkan bisa turun.
Secara teori, jika suku bunga naik maka harga akan turun dan sebaliknya jika suku bunga turun maka harga akan naik. BI Rate yang tetap atau turun akan berdampak positif terhadap harga obligasi.
Untuk saham, faktor fundamentalnya adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilan penjualan dan laba bersih. Secara teori, sepanjang perusahaan dapat membukukan kenaikan laba bersih.
Data yang dirangkum dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk laporan keuangan periode September 2018 dibandingkan September 2017 adalah sebagai berikut:

Tahun 2018 merupakan tahun yang dimana perusahaan di Indonesia menghadapi banyak tantangan. Mulai dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif bertahan di sekitar 5%, suku bunga BI Rate naik, kenaikan harga minyak mentah yang sempat di atas 70 USD/barrel dan fluktuasi kurs nilai tukar yang sempat menembus Rp 15.000/USD.
Baik atau buruk suatu kondisi tentu akan tercermin pada tingkat penjualan dan laba bersih suatu perusahaan. Secara total, tingkat penjualan tumbuh 15.25% dan laba bersih tumbuh 16.15%.
Jika dalam kondisi sulit saja penjualan dan laba bersih dapat tumbuh, tentu diharapkan dengan harga minyak yang lebih terkendali, kebijakan suku bunga yang lebih longgar dan kurs nilai tukar yang lebih stabil, kinerja perusahaan dapat lebih baik di tahun 2019.
Proyeksi terhadap IHSG 2019 juga cukup beragam, namun berkisar antara 6700 ā 7200. Hal ini menunjukkan ada potensi kenaikan harga meskipun 2019 merupakan tahun politik.
Secara fundamental, untuk saham dan obligasi yang menjadi aset dasar reksa dana sebenarnya sangat positif. Jika semuanya sesuai prediksi, tahun 2019 bisa saja menjadi tahun yang positif untuk kinerja reksa dana.
Tentu saja, bukan berarti tidak ada risiko. Saat ini eskalasi dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat menjadi salah satu risiko yang perlu diperhatikan. Memang ada perkembangan positif, tapi bisa juga berubah dengan cepat. Selain itu, jika harga minyak atau nilai tukar melonjak terlalu tinggi juga akan berdampak negatif terhadap perekonomian.
Tensi persaingan politik yang tinggi suka tidak suka juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi sebagian masyarakat investor di Indonesia sehingga memilih lebih wait and see. Hal ini wajar-wajar saja.
Mau langsung investasi atau wait and see adalah pilihan. Mau pasangan 01 atau pasangan 02 juga sama-sama pilihan. Perbedaan pilihan janganlah menjadi persoalan. Keputusan akhir tetap di tangan anda, yang penting nyaman dan menurut anda baik untuk masa depan bangsa.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat
Artikel ini juga sudah dimuat di Kompas Online – 10 Januari 2019 https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/10/092900126/investasi-reksa-dana-di-tahun-politik
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Facebook : https://www.facebook.com/rudiyanto.blog
Twitter : https://twitter.com/Rudiyanto_zh
Belajar Reksa Dana : www.ReksaDanaUntukPemula.com
Sumber Gambar : IstockPhoto
Sumber Data : Infovesta
Pak Rudiyanto, numpang tanya. Saya punya Reksadana Saham. Saat IHSG naik , saya perhatikan Reksadana saya malah minus. Apakah yang salah ya? Mohon pencerahannya.Terima kasih
LikeLike
Bantu jawab sekilas pak. Bapak bisa check Reksadana Saham-nya diinvestasikan di Saham apa saja? Biasanya dibagian prospektus ada list komponen saham yang dikelola oleh RDS tersebut. Bisa juga disearch di pusatdata kontan atau di Bareksa, dibagian bawah tabel biasanya ada list-nya.
Kalau dari list saham tersebut naik juga, kemungkinan ada faktor kalkulasi lain, mungkin hal ini pak Rudiyanto yang lebih berkompeten menjawab.
LikeLike
Selamat malam pak Ketut,
Kurang lebih yang disampaikan oleh pak Vavaivivian sudah mencakup pak.
Jadi reksa dana saham itu investasi di saham. Buat investor awam, saham naik atau turun yang dilihat itu IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
Dalam IHSG saat ini mungkin sudah ada lebih dari 600 saham. Ketika IHSG naik, biasanya tidak semua saham naik. Kebanyakan naik, tapi ada juga yang tetap dan atau turun. Sama juga ketika IHSG turun, kebanyakan saham turun, tapi tetap ada yang tidak berubah atau bahkan naik.
Yang membedakan antara manajer investasi atau reksa dana yang satu dengan yang lain adalah cara mereka memilih saham. Kalau reksa dana saham yang anda punya mengalami penurunan ketika IHSG naik, berarti isinya atau portofolio terdiri dari kebanyakan saham yang tetap atau turun.
Ketika IHSG naik, tapi reksa dana saham anda naik lebih tinggi, berarti kumpulan saham yang dia punya itu yang kebetulan semua naik.
Memang tidak ada datanya, tapi dari pengalaman saya di Panin AM, suatu produk reksa dana saham itu biasanya terdiri dari 20 – 60an saham. Sementara IHSG sudah lebih dari 600, jadi sangat mungkin terjadi perbedaan kinerja.
Ketika hal itu terjadi, perlu dilihat informasi pada Fund Fact Sheet, atau bisa diajak bicara dengan tenaga penjual / manajer investasi, apakah memang manajer investasi mengambil strategi yang berbeda. Misalkan yang bagus itu saham big caps, tapi karena keyakinannya dia lebih milih saham medium caps atau sebaliknya. Bisa juga pilihan sektor dan lain sebagainya.
Memang informasi itu tidak selalu tersedia, tapi diusahakan saja. Keterbukaan terhadap informasi juga merupakan salah satu nilai plus dalam memilih manajer investasi.
Demikian penjelasannya, semoga bermanfaat
LikeLike
Terima kasih ulasannya pak, menarik dan komprehensif, berbasis data juga. Kesan yang timbul adalah sebagian besar investor menahan diri untuk masuk karena pertimbangan politik, namun dari data diatas sebenarnya hidup dan dunia usaha tetap berjalan meski politik gonjang ganjing š
LikeLike
Terima kasih pak Vavaivia sudah berkenan membantu menjawab di atas.
LikeLike
Masih pemula, belum ngerti betul bagaiman pola kerja investasi reksadana
LikeLike
Selamat malam pak Sarjoni,
Kalau masih pemula bisa baca di ReksaDanaUntukPemula.com
Semoga bermanfaat
LikeLike
Terima kasih pembahasannya Pak Rudi, ijin tanya Pak
Untuk pembelian obligasi pemerintah, misalkan kita beli ORI via Bank ABC, apakah kita bisa jual ORI tersebut via bank lain? atau harus dijual via Bank ABC kembali?
LikeLike
Siang pak Dendi,
Skenario yang anda jalankan tadi setahu saya kalau di saham dan obligasi korporasi masih diperbolehkan. Tapi kalau untuk ORI setahu saya agak sulit dan cenderung tidak bisa krn nominal investasi yg relatif kecil dan belum adanya penggunaan bank kustodian utk investor perorangan.
Terima kasih
LikeLike