Sebelumnya saya ingin mengucapkan Happy Chinese New Year 2013. Semoga usaha, kesehatan dan karir anda semua dapat semakin cemerlang di tahun ini.
Memasuki Chinese New Year 2013, bursa Indonesia disambut dengan kabar positif dengan IHSG yang memecah rekor baru. Per hari ini, IHSG sudah mencapai 4498.98 atau hanya cukup satu koma sekian poin lagi sudah mencapai 4500. Mudah2an tren yang bagus ini bisa terus bertahan hingga akhir tahun.
Bagi anda yang sudah investasi di reksa dana selama bertahun-tahun, tentu tahu bahwa tidak ada pesta yang tidak pernah berakhir. Tidak pernah dalam sejarah ada IHSG yang naik terus menerus, sama pula kalaupun turun, tidak pernah turun selamanya. Jika naik, secara sederhana kita sebut dengan Return, dan jika turun, maka secara sederhana disebut dengan Risk (Risiko). Pada tulisan-tulisan sebelumnya kita sudah mempelajari tentang return dan berbagai variasinya. Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari tentang risiko.
Ada macam-macam risiko. Jika anda membaca prospektus reksa dana, risiko-risiko reksa dana antara lain:
- Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik
- Risiko Berkurangnya Nilai Aktiva Bersih
- Risiko Likuiditas
- Risiko Wanprestasi
- Risiko Kurs
- Risiko berubahnya Peraturan Perpajakan
Jika anda belajar tentang Manajemen Keuangan atau Investasi, maka anda akan belajar bahwa ada 2 macam risiko yaitu:
- Risiko Sistematik
- Risiko Tidak Sistematik
Seiring dengan berkembangnya zaman, kompleksitas produk keuangan, loophole2 dalam peraturan-peraturan yang bisa dimanfaatkan, berkembang lagi macam-macam risiko diluar risiko seperti yang saya sebutkan di atas. Memang tidak ada habisnya yang namanya risiko, makanya sampai ada sertifikasi khusus yang mempelajari risiko yang disebut dengan Financial Risk Manager atau sering disebut dengan FRM. Ada beberapa lembaga kursus di Jakarta yang menyelenggarakan kursus tentang hal ini jika anda ingin mempelajari lebih jauh.
Dalam hal investasi reksa dana, saya sendiri membagi risiko menjadi 2 yaitu:
- Risiko yang tidak bisa dikuantifikasi (Unquantified Risk)
- Risiko yang bisa dikuantifikasi (Quantified Risk)
Unquantified risk menurut saya, merupakan risiko terbesar yang dihadapi oleh investor. Karena kejadiannya tidak sering, namun sekali terjadi akibatnya besar dan biasanya membuat orang-orang menjadi kehilangan kepercayaan terhadap investasi ini. Contohnya:
- Risiko karena tenaga penjual memberikan penjelasan yang kurang lengkap atau menyesatkan.
Penjelasan yang kurang lengkap atau bahkan menyesatkan terkadang bisa mengurungkan niat orang berinvestasi. Ataupun jika sudah berinvestasi dan merasa tertipu (misalnya dijanjikan tidak akan rugi, namun baru beli 1 minggu turun 3%). Terkadang bukan masalah nominal uangnya, akan tetapi perasaan tertipu dan sebelnya bisa membuat investor menjadi anti terhadap reksa dana dalam jangka waktu yang panjang. Kepada semua agen penjual harap hal ini diperhatikan karena untuk kebaikan bersama juga. Kalaupun akhirnya calon nasabah tidak jadi berinvestasi, setidaknya anda akan tetap mendapat apresiasi dan bahkan mungkin “teman” serta rekomendasi ke teman2nya yang lain meskipun dia sendiri tidak membelinya karena paham bahwa dia tidak bisa menerima risiko investasi tersebut.
- Risiko administrasi dan operasional
Semakin besar perusahaan, administrasi dan pembukuannya harus semakin baik demikian juga dengan kegiatan operasionalnya. Risiko karena “lupa diproses”, “terlambat diproses”, “Email / Faks tidak diterima”, “Tidak Melakukan Konfirmasi Ulang”, “Pengiriman Surat Konfirmasi Yang terlambat atau tidak kunjung sampai”, dan risiko operasional lainnya apabila tidak ditanggapi dengan baik akan menyebabkan investor tidak mau berurusan dengan agen penjual / Manajer Investasi yang bersangkutan dan bagi Manajer Investasi terkadang bisa menyebabkan hilangnya nasabah potensial. Risiko ini bisa diminimalisir dengan memilih Manajer Investasi yang infrastruktur dan jaringannya sangat mumpuni.
- Risiko Keterbukaan
Naik turunnya harga saham dan obligasi adalah hal yang biasa bagi Manajer Investasi. Selalu ada hal yang bisa menyebabkan hal tersebut. Namun “turunnya” harga saham dan obligasi tentu bukan hal yang biasa bagi investor secara keseluruhan. Ada yang bisa menerima risiko itu secara baik, ada pula yang tidak. Apalagi jika penurunan terjadi cukup signifikan dan berlangsung untuk waktu yang cukup lama. Investor tentu bertanya-tanya, apa yang menyebabkan penurunan ini, sampai kapan penurunan ini akan terus terjadi, dan apa yang sebaiknya dilakukan. Dalam kondisi demikian, keterbukaan menjadi hal yang amat penting. Manajer Investasi perlu menjelaskan baik secara langsung ataupun via Agen Penjual bahwa kondisi yang terjadi seperti apa dan apa strategi investasi yang dijalankan oleh Manajer Investasi dalam situasi tersebut. Mungkin saja jawaban yang diberikan oleh Manajer Investasi tidak dimengerti atau diterima oleh semua investor, namun saya yakin keterbukaan merupakan kunci dalam membangun suatu hubungan jangka panjang berkesinambungan.
Pada prakteknya, untuk meminimalkan risiko keterbukaan sehingga terjalin trust antara Manajer Investasi dengan Investor gampang-gampang susah. Dengan nasabah yang semakin banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, jika harus keliling dari satu daerah ke daerah lain atau mengumpulkan nasabah dalam gathering jika benar2 dilakukan maka tidak ada lagi waktu bagi Manajer Investasi untuk berkonsentrasi mengelola portofolio investasinya. Jika memang hal tersebut mampu dilakukan, mungkin saja nasabah dari Manajer Investasi tersebut masih belum terlalu banyak. Sehingga dalam hal ini, jaringan dan kualitas agen penjual menjadi kunci utama. Agen penjual yang berkualitas dan dalam jumlah yang banyak akan mampu menggantikan Manajer Investasi untuk memberikan penjelasan kepada investor dan pada akhirnya mengurangi risiko kehilangan nasabah karena kurangnya keterbukaan tersebut.
- Risiko Konflik Kepentingan dan Moral Hazard.
Sebagai Manajer Investasi, tentu secara personal ada kemungkinan yang sangat besar dimana dia juga berinvestasi pada saham. Saham yang dia beli bisa sama dengan portofolio reksa dana yang dikelola, bisa juga berbeda. Secara etika, sebagai Manajer Investasi, dia harus menjunjung tinggi integritas dan mengedepankan kepentingan reksa dana dibandingkan kepentingan pribadi. Sebagai contoh, misalnya dia yakin harga suatu saham akan turun. Kebetulan saham tersebut ada dalam portofolio reksa dana yang dikelola dan portofolio pribadi dia, Maka jika dia akan menjual saham tersebut, maka seharusnya dia menjual dulu saham di portofolio reksa dana baru kemudian saham di portofolio pribadinya. Pelanggaran etika terjadi ketika dia lebih mengutamakan penjualan portofolio pribadi dibandingkan reksa dana atau bahkan lebih berat lagi pelanggarannya jika dia menggunakan uang di reksa dana untuk membeli saham yang dia miliki di harga yang di atas harga pasar untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Di luar negeri, jika anda memperhatikan riset yang dikeluarkan atau ketika seorang analis / Manajer Investasi sedang membicarakan prospek saham tertentu di CNBC atau Bloomberg, biasanya layar akan berpindah sebentar yang menunjukkan disclosure. Intinya, apakah analis / manajer investasi yang bersangkutan memiliki saham tersebut baik dalam portofolio pribadi, portofolio reksa dana atau apakah bisnis di perusahaan dia bekerja memiliki konflik kepentingan dengan perusahaan tersebut. Dengan demikian, investor bisa mengetahui apakah ada konflik kepentingan dari rekomendasi yang dia katakan.
Yang perlu diperhatikan investor terkait risiko ini, adalah jika Manajer Investasi memiliki saham dalam portofolio pribadi yang sama dengan reksa dana bukanlah suatu pelanggaran. Namun menjadi pelanggaran etika apabila dia mendahulukan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan reksa dana, atau melakukan praktek yang merugikan pemegang unit penyertaan reksa dana.
Bisnis reksa dana = bisnis kepercayaan
Berapapun tingginya angka return yang dihasilkan oleh Manajer Investasi, jika secara operasional, administrasi dan keterbukaan masih ambaradul saya yakin masih sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari investor, terutama investor besar yang sudah sophisticated. Sayangnya, risiko di atas seperti judulnya unquantifed, artinya tidak bisa dihitung secara numerik dan disajikan dalam bentuk angka yang bisa dibandingkan antara reksa dana / Manajer Investasi yang satu dengan yang lainnya. Bisa saja Manajer Investasi atau Reksa Dana menerbitkan suatu angka tersendiri, namun tentu tidak akan sinkron karena standar yang digunakan bisa berbeda dengan Manajer Investasi yang lain. Tentunya Manajer Investasi akan menampilkan angka yang menguntungkan bagi dirinya. Dalam ranah Manajemen perusahaan, menurut saya istilah yang paling dekat dengan Unquantified Risk adalah Good Corporate Governance.
Di luar negeri, hal ini juga sudah menjadi perhatian para investor. Dan hebatnya meski saya yakin penilaian tersebut masih terdapat unsur subjektivitasnya, Morningstar, lembaga riset reksa dana internasional, sudah mencoba melakukan penilaian terhadap faktor tersebut yang disebut dengan Stewardship Grade. Informasi lebih lanjut mengenai stewardship grade dapat dibaca di http://www.morningstar.com/InvGlossary/stewardship_grade.aspx.
Saya yakin, teman2 dan para pembaca blog ini sedikit banyak pernah mengalami atau menjumpai risiko yang saya sebutkan di atas. Jika memang masih ada yang lain, bisa ikut sharing disini sehingga bisa membuka wawasan para pembaca lainnya.
Pada Pembahasan berikutnya saya akan membahas tentang risiko yang bisa dikuantifikasi seperti standar deviasi, beta, Value At Risk dan risiko-risiko lainnya. Demikian sharing artikel kali ini, semoga bermanfaat bagi anda.
Penyebutan produk investasi (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Pak, pas saya baca2 artikel tentang strategi investasi di investopedia, saya tertarik dengan strategi ‘Dogs of the Dow’:
http://www.investopedia.com/university/stockpicking/stockpicking8.asp#axzz2LUL6QiLX
Menurut Bapak apa strategi ini bisa diterapkan di dunia investasi Indonesia (misal di IHSG), dan apa saja kelebihan dan kekurangannya jika diterapkan pada IHSG? Ataukah ada memang strategi yang mirip seperti ini di persahaman Indonesia?
LikeLike