Berinvestasi ketika harga mencapai titik terendah adalah keinginan dari semua investor. Namun pada kenyataannya, banyak investor justru baru berinvestasi ketika IHSG berada dalam periode rally (kenaikan). Hal ini tidak terlepas dari mentalitas sebagian besar investor kita yang orientasinya masih jangka pendek dan berinvestasi tanpa perencanaan yang mumpuni. Ketika harga sedang turun atau mendatar, justru mereka wait and see bahkan tidak jarang ketakutan, sementara ketika harga sudah beranjak naik bahkan terkadang sudah terlalu mahal, investor baru sibuk untuk berinvestasi.
Oleh karena itu, tentu menarik sekali apabila kita bisa menemukan indikator-indikator yang dapat menunjukkan IHSG akan naik tinggi (Rally) pada periode yang akan datang. Sebelumnya, salah satu penelitian yang pernah dilakukan untuk menebak IHSG akan naik pada periode berikutnya adalah riset tentang window dressing. Berdasarkan Window Dressing, IHSG diperkirakan akan naik pada bulan Desember, sehingga investor yang berinvestasi di bulan November akan menikmati keuntungan. Namun kenaikan IHSG pada periode Window Dressing ini bisa dikatakan naik tapi belum masuk kategori naik tinggi (Rally).
Hingga saat ini memang belum ada definisi yang pasti bahwa Rally itu sama dengan kenaikan berapa persen dan lebih penting lagi dalam periode berapa lama. Agar bisa menjawab pertanyaan dalam riset ini, saya membuat definisi sendiri yaitu bahwa Rally adalah kenaikan IHSG > 20% dalam waktu kurang dari 1 tahun. Hal ini disebabkan karena umumnya rata-rata asumsi kenaikan IHSG adalah sekitar 15% – 25% dalam 1 tahun. Dengan mengambil nilai tengahnya yaitu 20%, maka ketika hal tersebut bisa dicapai kurang dari 1 tahun, maka saya sebut Rally (Naik Tinggi). Nah, apakah ada indikator yang bisa menunjukkan Rally IHSG seperti halnya indikator Bulan yang digunakan dalam Window Dressing?
Pada dasarnya pergerakan IHSG itu sama seperti Koin yang ada 2 sisi, kalau tidak naik ya turun. Amat jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali kita mendapatkan IHSG tidak berubah sama sekali dalam 1 hari perdagangan. Oleh karena itu, untuk bisa menebak apakah IHSG akan naik atau tidak, yang dilakukan adalah mengamati indikator-indikator yang terjadi sebelum dan pada saat IHSG mengalami kenaikan. Selain indikator bulan yang digunakan dalam window dressing, ada banyak sekali indikator-indikator lain yang dapat dipergunakan, mulai dari Price Earning Ratio, Price Book Value Ratio, Aliran Dana Asing, Profitabilitas Perusahaan, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, BI Rate, Moving Average, Yield Obligasi Indonesia dan Negara Maju, atau indikator-indikator lainnya, baik teknikal maupun fundamental.
Karena saat ini BI Rate merupakan faktor yang mendapatkan perhatian karena dinaikkan baru-baru ini, maka saya menfokuskan diri pada pergerakan BI Rate dan IHSG. Apakah pergerakan BI Rate bisa menjadi indikator akan terjadinya Rally di IHSG?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, beberapa langkah yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data IHSG dan BI Rate dari Juli 2005 – Juli 2013
2. Menentukan bahwa IHSG adalah variabel dependen dan BI Rate adalah variabel Independen
3. Berusahan mencari pola di BI Rate yang merupakan variabel independen. Ada 3 pola yang ditemukan dari pergerakan BI Rate yaitu Naik, Datar dan Turun
4. Dari pola BI Rate tersebut kemudian dibandingkan dengan pergerakan IHSG
5. Hasil perbandingan menemukan ternyata ketika BI Rate naik dan mendatar, IHSG bisa naik dan bisa turun, sementara ketika BI Rate Turun IHSG mengalami kenaikan dan bahkan cukup tinggi. Tampilan risetnya adalah sebagai berikut:
Cara Bacanya adalah sebagai berikut:
1. Periode A, B dan C
Pada periode tersebut, BI Rate menurun dari puncaknya yaitu 12.75% secara bertahap hingga ke 8% sebelum akhirnya kembali naik. Pada periode tersebut saya bagi menjadi A, B dan C, karena sebelumnya saya sudah menetapkan bahwa Rally adalah naik lebih dari 20% dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun. Jika diperhatikan penurunan BI Rate berlangsung dari 9 Mei 2006 hingga 6 Desember 2007 atau lebih dari 1 tahun, makanya saya potong periodenya menjadi A 9 Mei 2006, B 9 Mei 2007 dan C 6 Desember 2007. Jika kita perhatikan pada periode dari A ke B, IHSG telah naik 32%, dari periode B ke C IHSG naik 37%. Jika dihitung dari periode A ke C IHSG telah naik 82%). Dengan menggunakan prinsip Rally = naik 20%++ dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, maka periode penurunan BI Rate pada periode tersebut telah memenuhi kriteria.
2. Periode D dan E
Pada periode ini, BI Rate menurun dari 9.25 menjadi 6.5 dari 7 Januari 2009 ke 5 Agustus 2009. Dalam periode yang sama, IHSG juga naik sekitar 61%. Pada periode penurunan BI Rate ini, bisa dikatakan juga terjadi Rally di IHSG.
3. Periode F dan G
Pada periode ini, BI Rate menurun dari 6.75 menjadi 5.75 dari 11 Oktober 2011 ke 9 Februari 2012. Dalam periode yang sama, IHSG naik sekitar 12%. Dengan menggunakan konsep naik 20%++ dalam 1 tahun, maka periode penurunan BI Rate ini tidak bisa dikatakan Rally, tapi hanya naik. Memang jika kita bandingkan dengan IHSG di 11 Oktober 2012 dimana level IHSG 4284.97, maka kenaikannya adalah sekitar 21.3% dalam 1 tahun. Namun karena saya juga menggunakan periode ketika BI rate turun sebagai acuan, maka kenaikan ini tidak bisa digunakan.
Kesimpulan
- Dari 3 kali penurunan BI Rate yang terjadi selama 2005 sampai sekarang, 2 kali menyebabkan Rally di IHSG dan 1 kali berakibat pada kenaikan IHSG.
- Semakin besar penurunan BI Rate maka semakin besar pula kenaikan IHSG. Penurunan BI Rate yang terakhir tidak menyebabkan Rally di IHSG mungkin karena penurunannya tidak sebesar periode sebelumnya
- Meski demikian, ada juga periode terjadi Rally di IHSG meski BI Ratenya tetap atau kenaikan meski BI Rate tetap atau naik.
- Jadi BI Rate bukan satu-satunya hal yang akan menyebabkan IHSG naik, namun ketika BI Rate turun, secara historis IHSG naik
- Oleh sebab itu, jika ditanya kapan akan terjadi Rally di IHSG, maka berdasarkan riset di atas, kemungkinan besar rally di IHSG akan terjadi jika terjadi penurunan yang cukup signifikan pada BI Rate di masa mendatang.
- Jadi mari kita berharap BI Rate yang naik baru-baru ini bisa secepatnya diturunkan kembali dengan asumsi inflasi terkendali, adanya penghematan anggaran bisa membuat pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya membuat proses barang dan jasa semakin efektif dan efisien. Kalau bisa turunnya cukup besar pula.
Demikian artikel ini, sekali lagi, namanya juga tebak2an. Tidak perlu terlalu dianggap serius. Bisa benar bisa juga salah. Tetap fokus pada investasi jangka panjang kalau mau investasi di saham. Semoga bermanfaat.
Penyebutan produk investasiĀ (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
Sumber Data dan Foto: Bank Indonesia, Infovesta, Bursa Efek Indonesia dan Istockphoto, diolah
menurut saya BI rate lebih berpengaruh langsung kepada rupiah ketimbang ihsg. tapi karena saham dinilai menggunakan rupiah, maka ketika rupiah melemah otomatis saham akan naik.
inflasi tinggi >> BI rate naik >> rupiah menguat
inflasi rendah >> BI rate turun >> rupiah melemah
tapi kenapa rupiah tetap melemah terhadap US dollar setelah bulan lalu BI rate naik ? saya rasa faktor terbesar pelemahan rupiah adalah defisit anggaran negara dan defisit ekspor/impor yg terlalu besar serta penguatan dollar.
LikeLike
@moko
Terima kasih untuk sharingnya, meski demikian saya agak kurang setuju bahwa ketika Rupiah melemah maka otomatis Saham akan naik. Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan saham, dan saya yakin Kurs mata uang bukan merupakan faktor yang konsisten. Artinyanya ketika Rupiah melemah, bisa terjadi saham naik dan juga turun.
LikeLike
@Rudiyanto
saya setuju dengan pendapat bapak bahwa ketika rupiah melemah belum tentu saham naik. apalagi dalam jangka pendek. saham memang dipengaruhi oleh banyak faktor. ini justru membuktikan bahwa kita harus melihat harga saham sebagai 2 variabel, bukan cuma 1.
2 variabel yg dimaksud adalah valuasi saham itu sendiri dan valuasi rupiah. valuasi rupiah disini maksudnya bukan nilai nominal yg tertera di atas uang tapi daya tukar rupiah terhadap barang. ketika BI menurunkan suku bunga, tentu sebagian besar masyarakat tambah malas untuk menabung karena bunga bank kecil. akibatnya jumlah uang yg beredar di masyarakat naik. hukum ekonomi mengatakan kalo supply berlebih, maka nilai akan turun. ujung2nya valuasi rupiah turun.
contoh gamblang dari pemahaman 2 variabel ini adalah harga komoditi dunia yg dinyatakan dalam satuan US dollar. kita semua tau kalo quantitative easing yg dijalankan federal reserve berakibat melemahnya dollar. seandainya kita hanya memperhitungkan 1 variabel saja yaitu pelemahan dollar, maka seharusnya semua harga komoditi naik. tapi pada kenyataannya ada yg mengalami pelemahan jangka panjang seperti emas dan ada pula yg mengalami kenaikan jangka panjang seperti minyak bumi.
LikeLike
Pak Rudi, berarti IHSG masih akan turun dulu setelah kenaikan BI rate terakhir. Karena sebagian pengamat akan memperkirakan inflasi masih akan tinggi.
LikeLike
@Arbina
Salam Arbina,
Pertama-tama, Inflasi bukan topik penelitian disini. Kemudian tidak ada jaminan juga kalau inflasi naik maka BI Rate pasti akan naik. Terakhir, kalau anda perhatikan, ada juga masa-masa di BI Rate naik tapi justru saham naik.
Jadi kalau BI Rate, sama seperti artikel saya di atas, pengaruhnya terhadap saham tidak konsisten. Sementara jika BI Rate turun, pengaruhnya konsisten sejak tahun 2005.
Demikian, semoga bermanfaat.
LikeLike
terima kasih pak rudi, saya sedang mencari artikel dan belajar sedikit sedikit
LikeLike